Salah Paham, Bukan Begitu Caranya! Cerita Cinta
Cerita cinta remaja salah paham terbaru
Cerlians - Sebuah rasa akan tahu cinta itu untuk siapa, tak akan pernah bisa tertukar meskipun sama. Kegelapan akan memberi cahaya dalam hati sebagai penerang jalan cinta. Menunjukkan arah lewat rasa sebagai tujuan meski tak langsung sampai, namun rasa akan terus berjalan hingga titik henti tujuan berada.
Seluas samudera atau indahnya setiap detail dunia tak akan salah meski harus tersesat dulu, proses berjalan penuh rintangan badai menerpa hati tetap kuat. Menjaga cinta untuk seseorang walau sering kata bohong terucap manis sebagai penyembunyian.
Alvina tetap terdiam di bawah pohon rindang tengah berbunga lebat, guguran daun dan bunga kering lepas tanpa arah berserakan tak rapi, rumput tumbuh segar kala hujan sering membasahi bersama cerahnya mentarii. Mata masih menatap coretan pena pada buku diary sebagai curahan isi hati, masih sibuk mendengarkan musik kesukaan tanpa menghiraukan orang di sekitar.
“Masih sibuk dengannya? Aku lihat begitu. Maaf jika aku telah menghampiri!”
Dia Farhan pacar Alvina sejak pertengahan duduk di bangku SMA, cowok manis pemilik lesung pipi dan mata bulat berwarna coklat tua, entahlah sejak kapan rasa ini menjadi cinta padanya.
Alvina mematikan musik yang sedari tadi menemaninya, “Iya”
“ Ini buat kamu!” memberikan roti bakar masih hangat.
Roti telah berpindah lain tangan, “Makasih” buku telah tertutup semenjak kedatangannya tersimpan aman dalam tas mini.
“Maaf sepertinya besok aku enggak bisa jemput kamu. Kamu naik kendaraan umum saja ke sekolah"
“Memangnya kamu mau ke mana?”
“Aku harus ke rumah nenek nanti malam, aku khawatir dengannya semenjak kakek meninggal, lebih sering memilih menyendiri di kamarnya. Mungkin satu minggu aku dan ibu ke sana” jelasnya
“Kamu hati-hati ya!, Salam untuk nenekmu”
“Aku harus segera pulang, buat nyiapin keperluan sebelum berangkat. Kamu aku antar pulang atau gimana?”
“Boleh”
Aku kangen sama kamu
Suara dering terdengar dari ponsel tergeletak di meja makan, beralih sudah pada Alvina selesai mencuci piring, dengan cepat panggilan itu dijawabnya. “ Hai Farhan, sudah pulang?”
“Sudah, ini baru sampai bandara. Kenapa?” tanyanya dari ujung telepon
“Kangen” jawab Alvina senang akan segera berjumpa kembali.
“Ya sudah, besok kita ke temuan di tempat biasa. Aku matikan dulu, mau pulang lalu istirahat capek banget!” ujarnya mengeluh dari balik ujung panggilan.
“Oke, selamat istirahat” kata Alvina sebelum mengakhiri panggilan, seketika rasa lega akan berjumpa dengannya akan segera terbayarkan.
Tak sabar akan saling melepas rindu dalam dekapan, juga kenyamanan darinya. Kini waktu itu telah datang, segera Alvina bersiap diri untuk menuju tempat yang telah disepakati bersama.
Sembari menunggu hadirnya, kini halaman buku kosong telah terisi oleh aksara cinta dari relung jiwa untuk tertorehkan sebagai curahan. Baginya menulis sebuah catatan akan keindahan dalam jalan hidup, meski teranggap sepele, namun bukan sekedar basa-basi soal rangkaian kata.
“Sudah lama?” tegur Farhan untuk kesekian kalinya menghapus rangakaian kata yang telah siap untuk ditulis.
Hanya senyuman manis terlintas, “ Bawa oleh-oleh enggak buat aku?”
“Katanya kangen, aku datang malah minta oleh-oleh...” mencubit pipi chubby dengan teramat gemas, hingga ingin sekali mencubit berkali-kali.
Alvina tersenyum meringis, “Peluk dulu, kangen tahu. Gimana kabar nenek kamu?”
“Baik, aku kangen banget sama kamu. Di sana cuma bisa ngomong atau lihat lewat layar” tegasnya masih memeluk hangat, kini keduanya saling berhadapan.
“Sekarang kita ketemu?” Alvina melepas pelukan, menatap netra dengan penuh kasih sayang.
“Iya”
Alvina mengambil coklat utuh yang dibelinya sebelum berangkat ke sini, “Mau?”
“Boleh” ucap Farhan meminta disuapi seperti biasa, lalu memberikan paper bag berisi oleh-oleh.
“Ini buat aku semua?” tanya Alvina melihat banyak makanan di dalam kantong yang diberikan.
“Iya. Biar kalau lagi menulis di buku diary ada yang temani, sukanya beli camilan terus gitu!”
“Tahu saja sih, makin sayang jadinya!” Alvina mengambil snack ringan di dalam paper bag, “Mau?”
“Aku belikan buat kamu, masa aku ikutan makan juga!” ucap Farhan.
“Enggak pa-pa, kita makan bareng!” Alvina memberi suapan.
“Aku kangen dibonceng motor keliling kota, ayo sekarang....” ajak Alvina beranjak sambil menarik tangan Farhan.
Menikmati keseruan bersama, kamu suka?
“Farhan” panggil Alvina masih memeluk pinggang sembari menikmati pemandangan kota dibawa gemerlap lampu malam.
“Tinggal satu” kata Alvina memberikan suapan coklat selalu dimakan sejak tadi berangkat.
“Sekarang mau makan apa, aku sudah lapar?” tanya Farhan melihat tenda kaki lima sepanjang perjalanan.
“Lalapan itu mau enggak?” mengurangi kecepatan menuju tenda berwarna oranye berjarak lima meter.
“Oke” jawab Alvina memang menampung makanan apa saja kecuali batu.
“Bang dua porsi lalapan, satu bebek bakar” lalu melihat Alvina yang tak tahu akan memesan apa.
“Ayam bakar” jawab Alvina heran dengan Farhan lupa kesukaannya ketika beli lalapan hari ini.
“Siap, tunggu sebentar” jawab abang penjual menyiapkan, diambil dari dalam etalase tempat berbagai macam pilihan telah tersedia tinggal menggoreng.
“Sambalnya pedas” tambah Farhan lagi.
“Besok berangkat sekolah jemput ya!” pinta Alvina mengambil kesempatan seperti biasanya supaya bisa berduaan di motor.
“Iya, biasanya juga dijemput” jawab Farhan melihat pesanan sudah diletakkan pada piring.
“Kamu makan sambal segitu, enggak kepedasan ya?” tanya Alvina heran melihat Farhan tanpa minum sama sekali.
“Ini sudah biasa, jadi aman. Kamu mau tambah lauk lagi?” Tanya Farhan masih menikmati bebek bakar.
“Enggak usah.” Tolak Alvina hanya mengambil sambal sedikit.
Kenapa harus sekarang, bahaya!
“Alvina” panggil Farhan sedari tadi menunggu di bangku teras depan ruang kelas, “Tumben lama banget keluarnya, ada masalah?”
Menghampiri, “Biasa, anak-anak disuruh diam malah ramai. Jadi pulangnya lambat, kamu sudah lama tunggu?” menggandeng lengan, sambil berjalan menuju area parkir.
“Lumayan. Sekarang jalan ke mana lagi, jangan ke tempat kemarin terus, bosan kurang menarik. Ada rekomendasi tempat lain enggak?” tanya Farhan sudah beberapa hari jalan-jalan berdua ke tempat yang sama.
“Ke rumah kamu!” jawab Alvina sudah lama tak berjumpa.
Seketika raut wajah Farhan tampak berbeda, entah apa yang sedang dipikirkan dalam benaknya, rasa gugup masih bisa tertahan. “Gimana kalau besok saja, sekarang jalan ke mana gitu!” tolak Farhan dengan halus.
“Aku maunya sekarang”
“Besok saja ya!” tolak lagi.
“Kenapa harus besok, ada yang kamu sembunyikan dariku?” Alvina malah menuduh yang bukan-bukan.
“Bukan begitu, mama lagi enggak ada di rumah. Ada urusan di luar, kalau besok pasti di rumah seharian!” elak Farhan lagi.
“Enggak masalah, lagi pula mama kamu pasti keluarnya cuma bentar. Ayo buruan!” Alvina menarik tangan.
Cahaya mentari tak begitu panas menyorot bumi, hanya menyisakan sinar terang menerobos setiap penghalang tipis. Jalan raya teramat ramai dipadati pengendara lalu lalang tanpa henti, hanya lampu merah sebagai arahan untuk sejenak bersinggah.
Suara pintu rumah terbuka lebar, “Kamu tunggu di sini, aku ke atas ganti baju dulu!”
“Iya, buru. Aku malas sendirian!” jawab Alvina duduk di sofa ruang tamu.
Kepergian Farhan mendatangkan langkah kaki keluar dari dalam, bersama senyuman ramah sering kali diberikan, “Alvina. Sudah lama kamu enggak datang, ke mana saja?”
“Iya tante, tugas sekolah lagi banyak buat persiapan ujian minggu depan. Jadi baru sempat datang ke sini sekarang, bukannya tante keluar, tadi Farhan bilang gitu?”
“Cuma sebentar, beli bahan bikin kue. Ayo bantuin tante!” ajak tante Dian menuju dapur.
“Tante memang pintar soal bikin kue, ada pesanan dari siapa, banyak banget?” tanya Alvina melihat meja dapur penuh.
“Buat acara syukuran tetangga yang rumahnya di gang depan, kamu enggak sibukkan? Tante mau minta tolong bantu bikin kue” tanya tante Dian mengeluarkan kue dari dalam oven.
“Enggak kok tante, lagi free. Aku bantu yang mana, tapi ajari dulu ya tante!” pinta Alvina selama ini hanya memperhatikan saja.
Aku takut kamu rindu, salah paham!
Suara langkah kaki menghampiri, “Sore, Ma!” ucap Farhan menghampiri sambil mendengarkan musik dengan headset.
“Baru pulang?” tanya tante Dian tanpa melihat, karena sedang menimbang tepung.
Farhan mengambil air putih di dalam kulkas, “Pelan-pelan minumnya!” tegur tante Dian melihat Farhan minum dua gelas.
Lalu terdengar langkah kaki menghampiri sambil bermain ponsel, seketika Alvina heran akan apa yang tengah kini dilihatnya, “Ma, Alvina sudah pulang?”
“Farhan?” tegur Alvina mengamati dua cowok secara bersamaan, “Ada dua Farhan di tempat ya sama, maksudnya ini apa?”
Farhan yang asli seketika tersedak minum, sedangkan yang sejak beberapa hari bersama tercengang mendapati kehadiran kembarannya di tempat yang sama, “Aku bisa jelaskan!”
“Ada kebohongan di antara kita ya, Farhan jelaskan semuanya sama aku?” pinta Alvina melihat Farhan meletakkan gelas di meja dapur.
“Selama ini kamu suruh orang lain buat ganti posisi kamu, kalau enggak mau ketemu lagi bilang, enggak gini caranya! Aku kecewa sama kamu, dengan mudahnya permainan perasaanku” ucap Alvina pada Farhan yang asli.
“Terus dia siapa? Sudah aku duga sebelumnya, kalau Farhan yang selama ini denganku bukan kamu, tapi orang lain. Dan aku mulai sadar sejak awal Farhan mau makan coklat, suka bebek bakar pedas lagi. Kebalikan darimu” tambah Alvina mulai mengatakan apa yang tadi terjadi saat sedang berdua.
“Jangan marah-marah dulu, aku mau jelaskan semuanya” kata Farhan mendekat ke arah Alvina berjarak beberapa langkah dari posisi berdiri sekarang.
“Jangan marah-marah kamu bilang, jelas aku marah itu karena kamu, pakai bohong segala, kenapa?”
“Aku enggak ada niat bohong sama kamu, aku suruh Fandi buat jadi diriku sebentar, karena aku enggak mau. Kamu sendirian, selama ini Fandi bilang kebersamaannya ketika bersama kamu. Aku dua minggu ini masih di rumah nenek, aku rindu dengannya!”
“Kamu kan bisa bilang, kalau kamu bilang dari awal. Kenapa harus bohong segala, aku pasti bisa mengerti!” tegas Alvina berkaca-kaca.
“Maaf ya?” hanya anggukan untuk jawaban, “Aku tahu, aku memang salah. Aku janji akan selalu bilang sama kamu” ucap Farhan menggenggam tangan Alvina.
“Gue minta maaf sama lho, selama ini sudah menggantikan posisi Farhan” ucap Fandi memasuki ponsel ke dalam celana, dengan raut wajah sedikit menyesali perbuatannya.
“Iya, makasih juga sudah mau temani gue!” jawab Alvina menghembuskan nafas lega, "Lain kali jangan diulangi lagi!"
Hati tak akan bisa dibohongi, meski secara fisik seseorang memiliki wajah yang sama, tapi perasaan tak akan bisa sama. Ketika sebuah kenyamanan telah tercipta dalam ikatan, segala rasa akan tercipta dan akan bisa membedakan meski mata terpejam.
Kunci sebuah hubungan adalah saling percaya, keyakinan, setia, jujur dan komunikasi. Meski hanya sekedar ucapan, semua itu sangat berarti dalam sebuah hubungan cinta.
Judul : Salah paham, bukan begitu caranya!
Titimangsa : Jawa Timur 29 Maret 2021
Post a Comment for "Salah Paham, Bukan Begitu Caranya! Cerita Cinta"