Cinta Yang Tak Sama, Jangan Salah Mengartikan Perhatian dan Kenyamanan
Selalu Bersama Belum Tentu Memiliki, cerita terbaru
Cerlians - Gejolak kalbu terus mengguncang tanpa henti, lamunan akan dirinya terus menghampiri tanpa tepi, sebuah cinta tulus telah lama bersemi dan hingga kini. Masih saja menanti, gundah-gulana masih saja menyeram dalam keheningan malam.
Bersama derai air menetes membasahi guling, kala angkasa sedang terdiam cukup lama mendengar setiap keluhan, menilik masa kebersamaan terus terlalui hingga waktu terus berganti. Di mana hati itu berada?
“Ara” panggil Baim sambil menggedor-gedor pintu kamar, “Jam segini sudah tidur, temani gue makan di luar!”
“Ara.... Gue bukan pintunya!” suara pintu tak terkunci terbuka lebar.
Terdengar suara langkah sepatu mulai mendekati posisi Ara membelakangi pintu, tatapan mata berongga mengamati langit sepi. Di balik kaca jendela kamar cukup besar, dengan cahaya lampu kuning berada pada sudut teras.
“Lho nangis?” tanya Baim telah berada di depan, dengan wajah bingung mendapati kedua mata telah memerah usai menangis.
“Cerita sama gue, siapa yang buat lho kayak gini?” duduk di dekat kaki Ara sedang merebahkan tubuhnya.
“Ada yang buat lho sakit hati, bilang siapa orangnya? Biar gue marahi sudah buat lho menangis begitu....” tanya Baim memang perhatian dari dulu.
“Ra! Jangan bikin khawatir, cerita sama gue....” memegang lengan Ara lembut.
“Jadi ajak makan di luar, gue lapar?” kata Ara menyeka air mata.
“Kalau lho sedih dan butuh waktu sendiri, enggak jadi. Atau mau gue belikan makan di luar?” membantu Ara beranjak untuk berganti posisi duduk.
“Ikut. Gue cuci muka dulu!” kata Ara berjalan masuk ke dalam kamar mandi, membiarkan Baim masih duduk.
Usai dari dalam kamar mandi, “Mau makan di mana?” tanya Ara merapikan tatanan rambut.
“Lho mau makan apa?” tanya Baim selalu mengutamakan Ara hampir segala hal.
“Sate sama roti bakar rasa keju, minumnya jus melon!” jawab mengambil dompet di dalam laci.
“Bukannya makan sate pakai nasi, kenapa malah roti?” mengambil ponsel milik Ara di dekat bantal, karena selalu saja lupa membawa.
“Di rumah ada nasi, habis beli langsung pulang ya! Makan di rumah saja, dingin di luar!” melihat Baim menutup pintu kamar.
“Iya.” Mengikuti langkah keluar rumah, “Ra!” panggil Baim belum yakin dengan keadaan Ara saat ini.
“Lho kenapa, kelihatan beda hari ini? Sejak tadi di tadi, bawaannya murung terus, lagi pms ya?” memberikan helm.
“Suasana hati gue lagi kacau....” jawab Ara menaiki kendaraan usai Baim menaiki lebih dulu.
“Kacau kenapa? Selama ini gue lihat lho baik-baik saja, baru sekarang berubah. Gue enggak paksa buat cerita, tapi jangan terlalu larut sama perasaan, apalagi soal cinta!” mulai melajukan kendaraan.
“Gimana lagi, sudah terlanjur dalam” jawab Ara menahan air mata ingin menetes, “Jangan kencang-kencang tangan gue dingin!”
“Masukkan ke dalam saku jaket gue” tegas Baim melihat wajah Ara dari kaca spion sebelah kiri.
Hanya menuruti sebari menyandarkan kepala pada punggung ternyaman yang selama ini selalu menjadi sandaran, “Beli di tempat bisa ya!”
“Siap.” Mengambil jalur kiri menuju tempat yang sering didatangi.
Ikatan Cinta Antara Kita Berdua, Bisa Bertahan Berapa Lama?
“Iya, ma?” tanya Ara menerima panggilan.
“Mama sama Papa hari ini sama besok enggak bisa pulang, ada pekerjaan harus diselesaikan segera. Suruh saja Baim tidur di rumah, mama enggak tega tinggal kamu sendirian, apalagi pembantu juga belum dapat-dapat”
“Ini Baim ada di sini, habis beli makan di luar” jelas Ara melihat Baim begitu lahap makan sate.
“Berikan HP-nya, mama mau ngomong sebentar!” pinta Mama.
“Iya, Tante?” menyuruh Ara meletakkan ponsel di telinganya, karena tangan telah terkena bumbu sate.
“Baim, Tante titip Ara sama kamu, nanti kalau ada apa-apa langsung hubungi Tante ya! Oh iya, malam ini sama besok, kamu tidur di rumah saja. Tahu sendiri Ara itu anaknya penakut banget”
“Iya Tante. Ara bakal aman, Baim jagain terus!” jawab Baim melirik Ara sekilas, lalu melihat nasi tersisa sedikit pada piring.
“Ya sudah kalau begitu, Tante lanjut kerja lagi!”
“Iya, Tante.” Melanjutkan makan lagi.
“Akhirnya jadi juga gue nonton.....” sahut Ara mengambil sate di meja ruang keluarga.
“Nonton apa?” tanya Baim.
“Film horor, gue pengen banget nonton, tapi takut kalau sendirian. Temani ya!” bujuk Ara tak lagi bersedih.
“..... Iya-iya, awas kalau nanti teriak-teriak. Telinga gue bisa tuli gara-gara lho”
“Makasih” ucap Ara memeluk bahu Baim.
“Lepas, tangan lho kotor tahu! Mending sekarang pesan camilan sama minuman soda di minimarket depan”
“Eh kan, mulai. Bilang saja minta gratisan” mengambil ponsel di sofa.
“Ya sudah, kalau gitu gue pulang saja sekarang”
“Janganlah” mengedip-kedipkan mata, “Gue Pesan sekarang”
Kini Kenyamanan Sedang Memihak, Pertahankan!
Kesunyian malam telah datang terjemput, kala cahaya berasal dari penerangan rembulan cukup terang. Pepohonan tinggi nan lebar memenuhi seisi hutan berantara, suara hewan malam terdengar berkombinasi ikut meramaikan, pembuatan sebuah film horor Indonesia.
Samar-samar suara tawa teramat menyita perhatian untuk mencari tahu siapa pemiliknya, namun langkah kaki empat pemain film memilih untuk segera meninggalkan hutan. Beruntung kali telah melewati jalan yang sama, bahkan hawa dingin terus menembus kain tipis.
“Gue merinding, lho jangan jauh-jauh, nanti kalau hantunya keluar dari televisi gimana?” ucap Ara masih menatap layar berukuran sedang di depannya, sambil bersiap untuk menutupi wajah dengan bantal sofa.
“Penakut” kata Baim duduk di samping Ara sedari tadi.
Hanya dua pemain yang bisa melihat apa saja yang ada di sekitar mereka, namun mencoba untuk tetap tak peduli, apalagi dirinya juga takut. Berbagai macam makhluk halus serasa sedang mengintimidasi keberadaan mereka berempat, memberikan tekanan kuat hingga rasa takut berlebihan.
Perlahan adegan menakutkan dimulai. Ara seketika berteriak kencang memeluk Baim dengan erat, “Gue takut. Hantunya sudah pergi apa belum?” memejamkan dalam pelukan.
“Hantunya semakin dekat....” gurau Baim membuat Ara semakin erat memeluk, “Makin dekat, Ra!”
“Jangan gitu...” Ara melepas pelukan. Lalu kembali melihat film hantu, meskipun memiliki sikap penakut, tapi juga selalu penasaran.
Sayup-sayup mata terasa kantuk, meski pandangan masih saja memaksakan untuk tetap melanjutkan film lumayan lama, karena ini baru seperempat dari tayangan. Tiba-tiba kepala telah bersandar pada bahu, mengalihkan pandangan Baim untuk sebentar melihat wajah Ara.
Lalu menyisihkan rambut yang terurai menghalangi wajah Ara, “Cepat juga tidurnya!” ucap Baim tersenyum, membiarkan Ara tidur lelap dulu.
Rencana Menyatakan Perasaan, Tapi Hanya Sekedar Percobaan!
“Ada apa? Malam-malam telepon, tumben banget?” tanya Ara bangkit dari rebahan.
Masih terdiam, entah apa yang ingin diucapkannya, “Mmm, enggak ada apa-apa. Besok lho ada waktu, enggak?”
“Enggak ada, memangnya kenapa?” tanya Ara balik.
“Gini gue mau ajak lho jalan berdua, sekalian makan malam juga. Lho mau?” tawar Baim hangat.
“Iya, gue mau! Besok ketemu di mana?”
“Gue jemput ke rumah lho!”
“Oke.” Ara mengipaskan tangan dengan cepat menahan rona merah pada wajahnya.
“Selamat malam!”
“Ha. Iya, selamat malam juga.” Baru pertama kali ini Ara mendengar mengucap selamat malam, setelah sekian lama berteman dan sifatnya malam ini berbeda. Bahkan suaranya lembut banget, sampai meluluhkan hati.
“Aaaaaaa” teriak Ara setelah mengakhiri panggilan, sebuah rasa yang selama ini terpendam. Hanya bisa dekat tanpa bisa terucap lantang ‘Gue suka sama lho!’ Akankan dirinya mengetahui ada rasa, akankah cintanya akan segera terbalaskan?
Malam telah berganti pagi, tersemat rona merah juga bahagia tergambarkan jelas pada wajah Ara, dalam benak selalu bertanya. Apa yang sedang di rencanakan oleh Baim untuknya?
Kini dengan santai menunggu kedatangan sambil melihat taman di teras rumah, suara klakson mobil telah terdengar bersama laju kendaraan berhenti menghampiri.
“Makan di mana?” tanya Ara masuk ke dalam mobil.
“Lho pasti bakal tercengang nanti, makanya sekarang sengaja enggak gue kasih tahu” melewati perumahan menuju tempat yang telah dipesan sebelumnya.
Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai ke tempat yang di maksud, benar apa yang dikatakan olehnya. Pandangan mata seketika terfokus menatap mendekati apa yang tadi dikatakan, bagus banget!
Menarik kursi untuk Ara. Namun ekspresi wajah Baim terlihat berbeda, “Gue mau ngomong dari mana dulu ya!” kata Baim mulai grogi.
Ara mulai terbawa perasaan, “Ada apa? Ngomong saja langsung...”
“Oke. Kamu mau enggak jadi pacarku......” ketegasan itu seketika membuat Ara terbang melayang, “Dinar” tambah Baim menyebutkan nama berbeda.
“Dinar?” dalam sekejap perasaan itu telah remuk redam akan luka yang berhasil tertorehkan, “Jadi?.....”
“Iya, gue ajak lho ke sini buat latihan, bentar lagi Dinar akan datang ke sini. Menurut lho nanti bakal di terima apa enggak?” tanya Baim memegang masih menggenggam tangan Ara.
“Gue harap nanti lho diterima sama Dinar, kalau gitu gue pergi dulu!” melepas genggaman tangan.
“Mau ke mana? Gue mau lho saksikan momen gue sama Dinar, jadi jangan pergi dulu!” pinta Baim melihat Ara telah berpaling dari pandangan.
“Gue enggak bisa, sudah dulu ya!” segera Ara pergi dari tempat ini, perlahan sebening tirta telah membasahi tanpa jeda.
“Lho jahat banget, gue pikir selama ini lho suka sama gue. Ternyata lho sukanya sama cewek lain, sakit hati gue!” ucap Ara berjalan di pinggir jalan tanpa tahu akan ke mana.
Ketika dua lawan jenis telah menjadi teman atau sahabat, jangan pernah begitu berharap bisa lebih. Kecuali keduanya memiliki perasaan yang sama, mencintai sahabat sendiri itu wajar, tapi jika terluka oleh kenyataan itu sangat menyakitkan.
The End
Judul : Cinta yang tak sama
Titimangsa : Jawa Timur, 2 November 2021
Post a Comment for "Cinta Yang Tak Sama, Jangan Salah Mengartikan Perhatian dan Kenyamanan"