Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Kita Sudah Mulai Dekat, Apa Ini Keberuntungan? Cerpen Remaja Terbaru

Cerpen Remaja SMA Terbaru

 

Cerlians - Hari senin tampak cerah dengan hadirnya mentari, juga beberapa dahan pohon mulai dirapikan sebelumnya. Selepas upacara bendera, siswa-siswi berjalan memasuki kelas masing-masing, sebab ini hari pertama berada di kelas sebelas.

Dapat dipastikan kalau siswa-siswi akan di acak setiap kali naik kelas sebelas, walau sebenarnya ada rasa kurang nyaman, namun mencoba membiasakan diri akan membantu dalam perjalanan satu tahun ke depan. Meski begitu masih ada beberapa yang berasal dari kelas sepuluh, terutama teman baik yang sejak awal duduk satu bangku.

Tanda masuk memang sudah terdengar, tetapi masih saja ada lalu lalang juga obrolan yang sengaja tidak diusaikan, biasanya akan bubar jika guru pengajar datang. Pada pelataran teras depan juga ruang kelas memang selalu gaduh saling melepas obrolan juga candaan, memang ini yang setiap hari dilakukan, selain datang ke sekolah untuk belajar.

Masa remaja memang akan diukir sejak menginjak sekolah menengah pertama, lalu akan semakin banyak pengalaman baru ketika sekolah menengah atas, yang akan menjadi kenangan berharga suatu saat nanti. Tidak akan pernah bisa terulang kembali, walaupun itu suka maupun duka, belajar sebanyak mungkin itulah kunci.

Namun ini juga menjadi alasan yang bisa bikin Perubahan, ketika di masa remaja harus mengenal cinta, yang kadang sulit diterjemahkan. Banyak rasa pasti akan terjadi dalam menjalin masa itu, sebab sikap labil sering kali mendominasi, hingga mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.

“Widia!” panggil salah satu cewek dari luar kelas membawa topi upacara, duduk tepat di sampingnya.

“Lo enggak kenalan sama anak-anak, kita mesti akrab sama mereka...” tambahnya melambaikan tangan pada salah satu cewek yang duduk di bangku paling depan.

“Nanti aja kalau istirahat, bentar lagi masuk juga” Widia meletakkan ponsel yang sedari tadi dimainkan.

“Ternyata cowok yang pernah gue ceritain satu kelas sama kita!” kata Fera sebelumnya membaca daftar anggota kelas baru pada mading depan kelas.

Widia masih berpikir tentang cowok yang dimaksud, “Cowok yang mana, bukannya hampir tiap hari Lo suka cerita cowok ke gue?”

Fera tertawa mendengar penjelasan tersebut, memang apa yang dikatakan benar kalau selama ini banyak sekali cowok yang disuka, “Itu... cowok yang pernah Lo tabrak pas lari dari ruang pramuka”

“Oh dia...” jawab Widia santai meski dalam hati merasa senang bisa satu kelas bareng, bagaimana bisa cowok yang sejak kejadian tabrakan itu membuat keduanya sering bertemu.

“Kayaknya gue suka deh sama dia...”ucapan itu membuat Widia langsung bermuka datar, ketika tahu memiliki perasaan yang sama pada cowok.

Pemilihan Posisi Di Kelas Baru

Kehadiran guru pengajar menghentikan obrolan, begitu juga ada hal yang membuat tercengang melihat cowok yang dimaksud duduk tepat di depan Widia, bagaimana bisa?

Apa yang akan terjadi jika selama satu tahun harus berdekatan begitu, tidak-tidak? Takut, yang akan menjadi jawaban di saat ini. Ketakutan akan perasaan itu semakin besar, padahal tahu bahwa Fera juga memiliki perasaan itu juga.

Untuk kegiatan pagi ini memang hanya digunakan perkenalkan satu sama lain, juga obrolan ringan dari wali kelas baru. Biasanya sangat mudah untuk ikut berbicara dengan yang lain, tetapi dengan kehadiran cowok itu berasa terbungkam mengurangi suara.

Hal ini memang pernah terasakan, ketika awal mengenal cowok yang kini telah menjadi kenangan dan harus satu kelas lagi selama satu tahun. Apakah tahun depan akan mengalami hal yang sama, tiga tahun bersama cowok yang pernah menjadi bagian penting sebelumnya.

“Widia?” kata cowok itu membalikkan badan ke belakang.

“Iya” hanya bisa memperlihatkan wajah tenang demi menjaga agar rasa canggung tidak dilakukan, walau dalam hati berdetak kencang.

“Gue Desta”

“Gue Fera teman Widia” secepatnya Fera langsung membalas jabatan tangan, tidak mempedulikan ekspresi bingung dari wajah lawan bicara.

“Iya” jawab Desta mengalihkan pandangan pada Widia, “Gue enggak nyangka kita satu kelas. Oh iya, gue minta maaf dulu enggak sengaja nabrak Lo, gue waktu itu buru-buru ke toilet...”

“Gue juga salah tabrak Lo gara-gara takut ketinggalan kumpul di aula” Widia merasa kalau itu juga salahnya, sebab ada rapat yang akan dilakukan semua anggota ekstrakurikuler pramuka.

“Sama-sama salah lebih tepatnya...” Desta tertawa ringan, namun pandangan selalu berganti sebab yang sedang berbicara bukan hanya berdua melainkan bertiga.

“Mohon perhatiannya anak-anak!” wali kelas mulai beranjak dari tempat duduk.

“Hari ini kita akan melakukan pemilihan ketua kelas sekaligus wakilnya, sekretaris, bendahara, dan yang lainnya. Siapa yang ingin menjadi ketua kelas kita, butuh tiga orang lalu membuat voting, pokoknya setiap bagian harus ada tiga calon...”

“Yang dulu pernah di kelas sebelumnya boleh mencalonkan diri, yang belum pernah bisa mencoba, karena kita di sini sama-sama belajar. Jangan ada yang merasa takut atau kurang percaya diri, silahkan maju tulis nama!”

Widia berjalan ke depan untuk menulis namanya pada calon bendahara, karena sebelumnya pernah menjadi bendahara di kelas. Bahkan sebentar lagi disuruh untuk menggantikan menjadi bendahara di ekstrakurikuler pramuka, karena punya cita-cita menjadi pegawai bank.

Ketika kembali menuju tempat duduk, Desta memberi senyuman tipis sambil beranjak dari tempatnya menuju depan. Mengambil posisi untuk menjadi ketua kebersihan di kelas, karena sebelumnya juga mengambil posisi itu, sikap tegas membuat anak-anak setuju Desta jadi ketua kebersihan.

Dengan begitu kelas akan tetap terjaga kebersihan, juga disiplin dalam membuang sampah pada tempatnya dan tidak mengotori lingkungan kelas. Apalagi kelas lagi juga sering memasuki tetangga kelas tanpa membersihkan alas kaki, bukankah itu menjengkelkan kalau kotor?

Nongkrong Di Kantin Sekolah

Perkenalkan membuat kita semua satu kelas berangkat ke kantin bersama, untuk merayakan perkenalan, dengan begitu akan menjadi lebih akrab dan saling memahami. Hal ini membantu mengurangi rasa tidak nyaman ketika ingin berinteraksi atau sekedar ingin basa-basi. Melatih kekompakan satu kelas dalam berbagai hal, terutama kegiatan di dalam maupun luar kelas.

Walau pesanan beragam, cara berpendapat berbeda tapi tetap satu anggota keluarga ke dua yang harus dijalin kebersamaan. Sebab semasa sekolah hampir sepuluh jam bersama, dan akan dilalui selama SMA.

“Enaknya bayar kas sebulan berapa kali?” Widia mulai membahas selagi masih berkumpul dalam tempat yang sama.

“Dua kali, harus bayar tepat waktu setiap senin. Kalau enggak buat denda yang terlambat, biar kita semua disiplin dan tahu tanggung jawab” Fera langsung nyerobot ucapan yang sebelumnya ingin diucapkan ketua kelas.

“Setuju gue, apalagi uang kas buat jalan-jalan kalau kita mau naik kelas, jadi enggak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak. Setuju enggak kalian?” kali ini ketua kelas langsung berbicara sebelum diserobot yang lain.

“Setuju”

“Oke”

“Ini baru gue suka”

“Mau ke mana?”

“Luar kota selama dua hari atau tiga hari!”

“Widih oke juga...”

“Gue mabuk darat woy”

“Tenang, gue bakal sedia obat, sama keresek hitam...” tambah Desta sebagai ketua kebersihan.

“Sekalian ajak wali kelas gimana?” Widia meminta persetujuan dari yang lain, karena bagaimanapun juga beliau memiliki peran penting dalam menjalankan tugasnya.

“Bakal seru nih”

“Nanti pas di kelas kita lanjutkan obrolan, sekarang waktunya makan” Widia melihat penjual membawa nampan pesanan kami semua.

Perlahan Mulai Dekat

Pagi-pagi sekali Widia telah duduk santai di dalam kelas sendiri, mungkin karena tadi sengaja ikut bareng ayah berangkat kerja, yang biasanya selalu naik kendaraan umum. Suasana terasa begitu sepi, bahkan terlihat dua siswa yang datang, itupun kelas lain.

Mungkin dengan bermain ponsel bisa membantu mengusir rasa bosan sembari menunggu jam siswa-siswi berdatangan, apalagi Fera tidak mengangkat panggilan sedari tadi, begitulah kalau hobi tidur tidak mengingat kalau waktunya sekolah harus bangun pagi.

“Tumben berangkat lebih awal?” tegur Desta memasuki ruang kelas dengan mengenakan hoddie berwarna hitam.

Widia melihat arah suara tersebut, “Iya, tadi berangkat sama ayah, ternyata masih sepi”

“Kelas belum bikin grup ya?”

Teringat kalau harusnya kemarin bikin selagi berkumpul di kantin, “Gue lupa, bentar gue bikin”

“Jadiin gue admin juga, sekalian save nomor gue” diletakkan ponsel pada meja depan Widia sedang duduk, “

Diketik beberapa angka pada layar miliknya, untuk beberapa anggota grup bisa ditambah nanti jika mereka semua sudah datang, sekaligus menambah nomor milik wali kelas. Guna untuk informasi penting, terutama yang berhubungan dengan tugas dan kegiatan sekolah.

Kembali suasana menjadi hening, seperti telah habis topik obrolan, biasanya banyak bicara. Namun ketika dengan Desta malah canggung begini, apalagi posisinya saling berhadapan hanya terhalang jarak meja. Untung saja Fera sudah membalas pesan akan segera datang, kalau tidak malah bikin bingung harus bagaimana.

“Chat sama siapa?” Desta mulai berbicara sebab itu yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa sunyi di antara keduanya.

“Fera”

“Gue pikir rumah kalian berdua kedekatan, soalnya sering lihat berangkat bareng...”

“Enggak, rumah Fera agak jauh dari rumah gue, kalau berangkat bareng biasanya dia yang jemput.”

“Tumben Lo berangkat pagi, biasanya sering telat”

“Kok Lo tahu gue sering telat?”

“Iyalah, hampir tiap hari gue sering lihat Lo lari di lapangan, dihukum guru kesiswaan!” kata Widia sedikit menertawakan, apalagi setiap hukuman yang diberikan guru kesiswaan selalu menjadi pusat perhatian buat tontonan pagi.

“Rumah Lo jauh ya?” tambah Widia sudah tidak lagi memainkan ponsel yang sebelumnya tidak bisa berjauhan.

“Jauh banget, depan sekolah sebelah toko sembako”

“Ha....” Widia terkejut dengan jawabannya, karena rumah yang dimaksud hanya beberapa langkah dari gerbang sekolah, “Rumah depan? Gerbang sekolah?”

“Iya, itu rumah orang tua gue. Jauh kan?” Desta tertawa melihat wajah Widia yang belum bisa percaya kalau jarak rumahnya begitu dekat.

“Kalau lapar bisa langsung pulang”

“Iya sih, asal enggak ketahuan guru aja. Apalagi guru biasanya belanja di warung orang tua gue, kena marah melulu gara-gara telah sama bolos...”

Widia menertawakan kelakuannya, “Resiko punya rumah dekat sekolah, ribet kalau ada apa-apa, apalagi Lo suka telat...”

“Apa rumah orang tua gue dipindah aja kali ya?...”

“Lo pikir itu rumah keong bisa dipindah ke mana-mana...”

Sejak satu kelas Widia dan Desta semakin dekat, memiliki kebiasaan yang suka saling bercanda, membuat siswa-siswi yang lain sering ikut bergabung ketika sedang tidak ada pelajaran. Bahkan ketika ada kerja kelompok sudah pasti akan gabung, terutama Fera yang sudah menyadari kedekatan mereka.

End

Titimangsa : Malang 20 Oktober 2022

Judul : Semasa Naik Kelas

Penulis : lianasari993

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Kita Sudah Mulai Dekat, Apa Ini Keberuntungan? Cerpen Remaja Terbaru"