Katakan Kalau Kamu Memang Cinta, Jangan Biarkan Menunggu Lama
Cerita Romantis Bikin Baper Terbaru
Jiwa begitu bahagia tanpa sebab, semakin bertambah rasa nyaman,
tenang secara bersamaan. Lalu apa yang kini terjadi dengan relung hati, seperti
tengah mengembalikan kenangan masa lalu untuk terulang kembali.
Dalam benak terlintas sebuah wajah. Wajah yang dulu pernah ada
walau hanya sesaat, hingga waktu memisahkan. Tak terasa delapan tahun rasa itu tersimpan
rapi, hingga semesta selayaknya tau kapan rasa itu kembali dibangkitkan.
Sorot mata melihat sekeliling kafe yang hanya terdapat kumpulan
cowok-cowok dan terhenti pandangan pada cewek berambut hitam legam. Mengapa begitu
tak asing ketika melihat kedua matanya, layaknya sinar ketenangan sedang terpancarkan.
Hingga aku putuskan untuk menyapa dengan keraguan, langkah berjalan
menghampirinya yang tengah memainkan ponsel, “Nata?”
Dia langsung melihatku ang telah berdiri di depannya, sama sekali
tak pernah mengenal siapa yang kini menyapa, “Iya aku Nata. Tapi maaf kamu siapa
ya?”
“Riki. Satu angkatan waktu SMP, kelas X-B.” Berharap bisa mengenaliku,
karena sudah lama ingin sekali mendekati tetapi apalah daya ketidakmampuan. Ada
harapan akan hadirnya kembali meski sesaat untuk memberikan kenyamanan lagi.
Tampak wajah tengah mencari tau mengenai keberadaanku yang mungkin
pernah sekedar melewati secarik kisah hidupnya. Lalu senyuman manis itu nampak memukau,
hingga menciptakan suasana indah dalam hidupku.
“Aku ingat, kamu Riki yang duduk di belakangku? Kalau enggak
salah kamu dulu paling rajin di kelas, terus sering ikut lomba. Tapi jarang ngobrol
sama teman-teman yang lain”
“Iya.” Jawabku merasa senang ketika dia telah mengingat walaupun
hanya sekedar tau mengenai prestasi, tapi cukup bahagia tak terlupakan begitu saja.
“Kamu masih sama ya. Suka malu-malu, oh iya duduk. Maaf sampai
lupa!” ucap Nata ramah, senyuman manis itu telah diberikan dua kali sejak memutuskan
untuk menghampiri.
“Apa kabar? Udah lama kita enggak ketemu, terakhir waktu wisuda”
masih tetap sama, mengenai sikap yang telah lama dikagumi dalam diam kini malah
bisa berbicara di tempat duduk yang sama, apa sebuah keajaiban.
“Baik. Kabar...kamu gimana?”
Berdebar kencang detak jantung tanpa irama, ketika kumpulan rasa
gugup bersatu pada posisi yang belum tepat, hanya bisa mengalihkan pandangan ke
jidatnya. Jikalau ini cara untuk menetralkan ketenangan pada jiwa akan kulakukan
agar bisa lebih lama berbicara.
“Kamu gugup ya?” pertanyaan itu sontak membuat terdiam dengan
tatapan kaget, apa Nata bisa melihat jelas apa yang kini terjadi. Memainkan bola
mata cukup membatu walau sulit terkendalikan.
“Ini kamu minum dulu masih baru kok” menggeser gelas mengarah
padaku, bahkan waktu meminum tangan terus bergetar sulit terkendalikan.
“Riki. Hay. Tarik nafas dulu biar sedikit tenang!” kembali memberikan
senyuman manis, hal ini membuat hati tak bisa mengatur nafas dengan tenang.
Bergetar ponsel Nata tergeletak pada meja, lalu layar menunjukkan
pesan singkat yang entah apa itu, “Riki aku pamit ya, ada kerjaan yang harus diselesaikan
sekarang”
“Nata aku boleh enggak minta nomor kamu” ucapku cepat membuat
Nata tertawa kecil
“Itu nomorku kalau ada apa-apa tinggal kontak saja” meletakkan
kartu nama berwarna putih berhias warna gold pada bagian atas mengelilingi nama
panjangnya.
“Iya, Nata.” Kurasakan sedikit kelegaan melihatnya telah berlalu
pergi menghilang sudah dari pandangan
Bahkan detak jantung kian tentang selepas kepergiannya, hanya
saja rasa rindu belum terlunaskan, andai waktu mengizinkan lebih lama untuk berbicara.
Gambaran Penuh Cinta
Hamparan senja telah datang
tak membiarkan gelap malam hadir, usai bertemu dengannya sungguh aku tak bisa berhenti
memikirkan, mengapa baru sekarang pertemuan itu terjadi. Mungkin ini memang salahku,
yang tak ada keberanian untuk memulai.
Terhentilah pada sebuah pelataran rumah tampak sepi, kulangkahkan
kaki menaiki tangga bergegas untuk mengambil sebuah kerja polos, ingin rasanya menggoreskan
pensil untuk menampilkan keindahan ciptaan Tuhan.
Terbayang wajah Nata dalam benak hingga tersampaikan pada selembar
kertas, bahkan senyuman manis itu tetap tampak indah kala dipanggang. Aku hanya
bisa bersyukur atas nikmat Tuhan yang telah menemukan pada waktu sudah direcanakannya.
Sebuah suasana nyaman dalam obrolan sesaat, tapi cukup berarti.
Kuambil ponsel dari dalam jaket, nomor telah tersalin pada layar berukuran enam
inci. Mungkin inilah waktu yang tepat untuk bisa dekat dengannya.
“Halo” terdengar nada lembut diujung panggilan
“Ini aku, Riki” bergetar wajah hanya untuk menyapa, lalu mengapa
mendengar suara singkat begitu menenangkan. Apa benar aku masih tetap berharap cinta?
“Aku tau, soalnya suara kamu terpotong-potong”
“Boleh ketemu lagi?” hanya mengajak bertemu tanpa sadar bibir
tergigit, untung saja tak berdarah. Tapi nafas lumayan sesak seperti pertemuan tadi.
“Boleh. Kita ketemuan di kafe tadi, gimana kalau besok malam
jam tujuh” saran Nata dengan kehangatan lewat suara, berbicara langsung saja membuatku
gugup tak karuan, lalu bagaimana jika besok bertemu.
“Iya.”
“Ya udah. Kalau gitu aku mau kerja dulu ya, sampai ketemu besok!”
“Iya.” Seketika rasa lega selepas berkomunikasi. Kulangkahkan
lagi menggambar wajahnya sembari mendengarkan musik, berbagai kata yang ingin terlontarkan
untuknya, namun tapi begitu sulit untuk berucap.
Kalau Cinta Katakan Segera
Waktu yang telah ditunggu akhirnya tiba. Sebisa mungkin
untuk menjaga suasana agar tetap terkendalikan ketika bertemu nanti, namun mengapa
rasa gugup begitu mudah terpancing padahal belum juga ada tanda kehadirannya.
Benak terus berpikir tanpa henti untuk mencari berbagai macam
obrolan agar tak basi, terus cari-mencari hingga teguran dari Nata sama sekali terhiraukan,
“Hay”
“Riki” sudah tahu gugup ketika bertemu, Nata malah memegang tanganku
untuk membangunkan lamunan. Sama saja menambah keguguran, lalu aku pun semakin salah
tingkah oleh sikapnya.
“Maaf aku terlambat, kamu sudah lama nunggu?” sebelum duduk Nata
meletakkan tas mini pada senderan kursi, lalu duduk dengan posisi tegak.
Entah mengapa Nata semakin cantik ketika mengenakan dress putih
berlengan panjang, berhias kain brokat di bagian pinggang. Diuraikan rambut panjang
dengan hiasan japit pita senada, lalu tersenyum itu tetap sama.
“Iya.”
“Itu apa?” melihat paper bag berada di dekat kaki kursi, kulihat
lukisan pensil semalam sengaja kubawa untuk Nata, dengan harapan akan suka.
“Maaf, aku enggak berniat lancang menggambar wajah kamu. Tapi
entah kenapa tiba-tiba tanganku ingin...”
Belum usai menjelaskan, Nata mengambil paper bag tersebut, dilihat
lukisan wajahnya tergores begitu indah hingga mirip dengannya. “Aku suka, makasih.
Riki”
“Sekali lagi aku minta maaf”
“Kamu jangan minta maaf terus, aku jadi enggak enak. Kamu ajak
aku ketemu mau apa?” meletakkan paper bag di lantai tapi dekat kursinya.
“Aku mau jujur sama kamu, tapi tolong jangan marah soalnya. Mungkin
ini terlalu cepat, tapi aku udah memikirkan sejak SMP dulu, aku sudah lama suka
sama kamu. Tapi aku takut bilangnya, sekali lagi aku minta maaf!”
“Riki. Aku hargai keberanian kamu, terutama mengenai perasaan
kamu ke aku. Dan aku menerima kamu, kalau bisa temui orang tuaku!”
Berkaca-kaca mata mendengar jawaban, tak menyangka bahwa Nata
akan menerima perasaanku. Aku begitu terharu hingga kembali kesulitan untuk mengatakan
mengenai situasi saat ini, setelah sekian lama aku menunggu, akhirnya Tuhan telah
menentukan jalan yang tepat.
“Iya. Besok malam aku akan datang bertemu orang tua kamu”
Mungkin ini begitu cepat, tapi mendengar jawabanku terlihat raut
bahagia dari wajah Nata. Bahkan kulihat dinding kaca menampilkan ekspresi terharu
dari sorot matanya, aku bersyukur Nata cinta tak bertepuk sebelah tangan.
Judul : Cinta Yang Sama
Penulis : lianasari993
Titimangsa : Malang,16 April 2022
Post a Comment for "Katakan Kalau Kamu Memang Cinta, Jangan Biarkan Menunggu Lama"