Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Terlalu Bodoh Sampai Bisa Bertahan Lama, Hanya Karena Mencintaimu!

Kisah Cinta Manis di Awal Terbaru

 

Cerlians - Aku tetap bahagia telah menjadi milikmu, berulang kali torehan tak acuh terus merebak luas dalam relung hati, saat dua memaksa untuk pergi. Namun, aku memilih masih bertahan, bagaimana bisa diriku pergi darimu.

Kurangkah perhatian dariku, akan kuberikan segalanya untukmu, karena cintaku begitu tulus dan sayang padamu! Bila waktu memihak apa kita bisa bersama?

“Makan ya! Kamu sudah dari tadi pagi belum makan, setelah itu minum obat” kataku menghembuskan nafas dengan bujukan sama sekali tak mempan.

“Pahit” jawab Fian selalu saja cuek.

Perhatian, romantis, dan kehangatan telah pudar sejak menginjak tiga bulan berpacaran. Hanya menyisakan sikap tak acuh dan segala cuek perlahan muncul, mungkin sulit bagi sebagian cewek harus bertahan, tapi berbeda denganku masih berharap lebih darinya.

“Tapi harus tetap makan, biar cepat sembuh!” Bujukku menyuapi Fian dengan lembut.

“Buka mulutnya, sayang!” Pintaku lagi masih menatapnya, begitulah diriku ketika berpacaran pada cowok yang tak pernah menganggap keberadaanku di dekatnya.

Jika memang bukan karna cinta, raga ini telah pergi sejak lama, tahukan saat dua orang menjalin hubungan. Tapi hanya satu yang berjuang, lelah bukan?

“Yana sudah kenyang”

Fian tak pernah lagi menyebut panggilan sayang seperti dulu, kenapa? Apa cintamu telah hilang atau hatimu tak lagi berisi diriku? Aku capek, tapi terus berjuang untuk mendapatkan perhatian yang dulu pernah ada, meski kusadari semua hanya sekedar mimpi.

“Baru beberapa suap. Makan lagi ya, biar cepat sembuh” tak mau menerima suapan lagi.

“Sudah, aku bilang sudah ya sudah” bentakan Fian membuatku terdiam, “Aku mau istirahat, pulang sana!” usirnya tak memedulikan perasaanku sama sekali.

“Ya. Jangan lupa minum obat, aku pulang!” kataku tak ada jawaban darinya, melainkan tatapan mata melirik memaksa pergi cepat.

Masih saja datang ke rumah

Tampak beberapa kendaraan bermotor terparkir pada teras depan rumah, langkahku terhenti sejenak, mendengar suara keramaian canda dan tawa dari dalam. Bahkan tawa Fian cukup menyita perhatianku saat ini, aku rindu!

Kenapa tak ada sedikitpun tawa saat bersamaku, begitu tak berartinya diriku bagimu, lalu mengapa tak kau sudahi hubungan ini! Sakit, ketika menempati sebuah ruang ramai tanpa terasa terasingkan. Itulah diriku di dalam hatimu!

Saat kedatangan langkah memasuki ruang tamu, tawa itu seketika hilang padam dalam pendengar juga bayangan, “Hai” tegurku tersenyum manis.

Terlintas senyuman tipis dari wajahmu, tapi lihatlah semua temanmu, mereka membalas senyuman dengan hangat. Tampak bahagia mendapati aku datang, sementara dirimu berbeda, bilang sejak awal jika hadir saat ini bukan waktu yang tepat. Tapi sampai kapan waktu tepat itu?

“ Kemarin sore ke mana? Aku hubungi enggak di angkat” tegurku duduk dekatnya.

“Tidur” jawab Fian cuek

“Masa seharian tidur terus, sampai enggak ada waktu buat kabari sebentar, aku terus tunggu telepon dari kamu sampai ketiduran” jelasku memaafkan untuk kesekian kalinya.

“Aku kan sakit!”

“Jawabannya klasik banget. Tapi masih bisa main game seperti biasa, buat kabari saja banyak alasan, tapi selalu online terus. Teruskan saja, nanti kalau ada waktu kabari!” kataku meninggalkannya.

“ Sebenarnya lho niat enggak sih pacaran sama Yana? Jangan kayak gitu sama dia, ditinggal baru tahu rasa lho....” kata Bagas menghentikan bermain game.

“Ya niatlah.” Jawab Fian kembali bermain game.

“Ada baiknya selalu komunikasi sama Yana, walaupun cuma sebentar. Tanya sudah makan belum? ucap selamat pagi, selamat malam. Sederhana, tapi itu berarti banget buat cewek, jangan awal-awal pacaran saja manis, terus hambar” nasehat Bagas selalu kasihan pada Yana selalu diperlakukan cuek.

“Dia butuh perhatian lho, bukan sikap cuek! Sudah berapa kali gue kasih tahu, masih saja kayak gini, kalau lho sudah enggak suka sama dia bilang. Jangan gantung hubungan enggak jelas ini, hati cewek mudah rapuh, jangan semakin membuat rapuh lagi” tambah Bagas mengambil ponsel dari tangan Fian masih bermain game.

“Nanti gue kalah...” berusaha mengambil ponselnya.

“Benar-benar kelewatan lho, lebih mementingkan game daripada Yana” kata Bagas.

Derai air mata telah terbiasa

Dibalik kokoh dinding bata berukuran kecil, segala rasa terus tercurahkan beriringan dalam jiwa dan raga, begitulah cinta. Aku masih tetap di sampingmu, tapi apa masih ada di dalam relung hatimu yang terdalam?

Seperti janjimu dulu, kini sanubari tak lagi sedang baik-baik saja, tamparan setiap ucapan terus terngiang menciptakan duka terus bersemayam tanpa bisa berkesudahan. Iya, untuk kesekian kalinya! Tak tahu seberapa sering sebening tirta menetes pasrah, yang jelas saat ini sedang terjadi.

Lihatlah layar ponsel masih menunggu namamu terlintas memanggil meski hanya sebentar, tapi hingga kini belum kunjung terdengar bunyi. Ingin sekali untuk mengabari tapi takut kau marah tersebar panggilan dari merusak permainan favoritmu.

Ketika cinta telah berlebihan sampai terdalam, perjuangan tanpa henti terus bertahan akan setiap mimpi bisa tercipta menjadi nyata, sudah lelah berdoa mengulang dalam keheningan. Harapku untuk membuat lebih baik hanya menjadi angan-angan, tapi tak pernah aku berpikir untuk pergi atau hanya hilang sementara.

“Yana!” suara ketukan pintu memaksa air mata untuk menyudahi.

Tak mungkin diriku keluar dalam keadaan menangis, segera mengambil bedak untuk menyamarkan, lalu bergegas membuka pintu. “Ada apa ya, Bu?”

“Ada Fian di teras, barusan ibu suruh masuk enggak mau! Sana temui kasihan sudah menunggu” jelas Ibu berlalu.

Ibu, begitu sayangkah dirimu pada Fian! Sampai-sampai setiap kali ke sini selalu berharap bisa jadi pendampingku kelak, tapi aku tak bisa yakin soal itu. Karena inginku memiliki pendamping seperti almarhum ayah, selalu perhatian, mengutamakan wanitanya, dan tak pernah membuatku terluka sama sekali.

Tapi Fian, jauh dari kata itu. Jauh dari sikap ayah waktu dulu dan tak akan bisa sama. Aku memang tak pernah menuntut untuk menyamakan atau membandingkan, tapi jika hidupku kelak bersamanya, seberapa banyak luka yang akan diciptakan olehnya.

“Sayang! Tumben ke sini, ada apa?” tegurku mendapati dirinya masih sibuk bermain game.

“Tadi habis dari rumah teman, sekalian mampir. Sudah tiga hari ini kenapa enggak datang ke rumah?” tanya Fian tampak biasa.

“Enggak pa-pa. Lagi pula kamu juga sibukkan, main game terus! Aku datang juga enggak pernah dianggap, menunggu pesan atau telepon dari kamu juga enggak pernah ada!” jelasku duduk pada kursi tersenyum dalam kecewa.

“Oh gitu.” Jawab Fian mematikan ponsel sebelum memasukkan ke saku celana.

‘Oh? Sebegitu singkatnya jawaban darinya?’ batinku menutup mata menghembuskan nafas panjang.

Aku memilih untuk menyerah, bukan berarti lemah!

“Fian!” Kataku tak kuasa untuk mengatakan, “Fian. Aku capek!”

“Ya sudah. Kalau gitu kamu istirahat saja, biar aku pulang!”

“Bukan itu maksudku. Aku lelah dengan hubungan kita, aku juga lelah berjuang sendiri, mencintai tanpa tahu apa dicintai kembali? Sikapmu sudah membuat luka cukup parah bagiku, bahkan air mata juga terasa kering, karena terlalu sering menangis.” Menyeka air mata yang ingin menetes membasahi pipi.

“Game lebih penting daripada keberadaanku, jadi buat apa selalu berada di sisimu? Hadirku juga enggak berguna bagimu, makasih sudah mengajarkan untuk bertahan, memahami sikapmu yang beku terhadapku.”

“Yan....”

“Cinta ini begitu tulus, apa cintaku memang sebuah kebodohan?” kataku tersenyum tipis, “Aku mencintaimu, tapi tak lagi bisa bersamamu”

Fian terdiam tak berkata-kata, mulutnya seketika terbungkam akan sikap dan ucapannya sendiri, sekarang posisiku dalam hidupmu telah mundur tanpa ragu.

“Karena itulah maumu, sekarang aku memilih untuk pergi, jangan takut! Aku tak akan kembali kok” kataku meninggalkan masuk ke dalam rumah, bersama sebening tirta tak lagi bisa tertahankan lagi, pecah sudah bersama langkah kaki sedikit berlari memasuki tempat semula.

Begitulah cinta, ketika sudah terlalu dalam pada seseorang, akan tetap bertahan meski sangat menyakitkan. Tapi jangan bodoh, dia sudah tak lagi membutuhkanmu, kenapa masih tetap bertahan? Pergi saja sana, cari seseorang yang bisa menghargai dan mencintaimu.

The End
Judul : Hanya karena mencintaimu
Titimangsa : Jawa Timur, 23 Oktober 2021
lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Terlalu Bodoh Sampai Bisa Bertahan Lama, Hanya Karena Mencintaimu!"