Aku Sudah Lama Menyukaimu, Emang Boleh?
Cerita Remaja Bikin Baper, Emang Boleh?
Namun ketika pemain utama itu memerankan karakter cowok, dengan bahasa lembut nan perhatian, batin merasakan iri dengan lawan mainnya. Entah apa yang sudah terjadi selama dua tahun ini, yang jelas tokoh utama itu telah menjadi alasan mengapa aku bisa mencintainya.
Dari balik pintu tertutup rapat, terdengar panggilan dari luar, “Dira, Dira keluar sebentar!”
Beranjaklah tubuh dari balik selimut hangat, terdengar suara pintu terbuka lebar, melihat keberadaan ibu telah menunggu dengan membawa sepiring brownies coklat. Kepalaku miring ke kanan melihat brownies masih mengeluarkan asap walau hanya samar-samar.
“Tolong antarkan kue ini ke rumah sebelah, sepertinya ibu Santi belum tidur!”
“Dira sudah pakai kaos sama celana pendek, masa keluar pakai ini?”
“Enggak masalah, lagi pula cuma sebentar, setelah itu kamu boleh main hp!” menyerahkan sepiring brownies pada tangan Dira sebelah kanan, setelah itu bergegas untuk kembali menuju dapur menyelesaikan membuat kue.
Tidak ada cara lain agar membuat celana ini bisa menutupi dengkul, karena memang ukurannya kecil dengan menggunakan kaos oversize, apalagi panjangnya sama seperti celana. Netra melihat sekeliling sudah sepi tidak ada satupun orang lewat, jadi aku berjalan mempercepat langkah supaya sampai.
Cewek Malu Jika Dilihat Banyak Cowok, Lalu Harus Gimana?
Karena rumah ibu Santi terletak di sebelah, pagar depan rumahnya masih tertutup walaupun tidak terkunci, aku mendorong menggunakan tangan kiri. Tetapi saat menutup pagar kembali seketika tubuh terdiam dalam beberapa menit, pasalnya keadaan sekarang sudah berbeda.
Di mana teras yang tadinya disangka sepi ternyata ada beberapa cowok sedang duduk sambil bermain game online, tidak heran jika terlihat sunyi, “Mas Beno....”
Panggilan itu seketika langsung membuat cowok-cowok tersebut melihat arah suara, terutama Beno juga tercengang melihat wajahku sekaligus pakaian pendek yang sedang digunakan, bergegas Beno beranjak dari kursi menghampiri.
“Ini ada kue dari ibu” menyerahkan brownies coklat, “Dimakan ya!”
“Makasih” Beno menghembuskan nafas sambil menggelengkan kepala, “Lain kali kalau keluar jangan pakai pendek”
“Tadi aku rebahan di kamar, terus disuruh ibu kasih brownies coklat mumpung masih hangat”
“Kenapa enggak telepon mas Beno, kan bisa mas Beno ambil, daripada kamu keluar rumah pakai pendek gini....” tutur kata Beno mengakibatkan detak jantungku berdegup kencang, nafas terasa sesak bersama kedipan mata sulit dikendalikan.
“Ya lupa, aku pulang dulu ya mas Beno malu dilihat teman-temannya....”
“Iya hati-hati” tersenyumlah keduanya, “Dira, besok berangkat bareng mas Beno!”
“Emang boleh?” aku tidak menyangka bahwa malam ini menjadi hal penting baginya, karena selama bertetangga baru pertama kali berbicara dengan Beno lebih lama.
“Bolehlah, kan aku yang ajak, mau kan?”
“Iya” aku membalikkan badan untuk pergi dari teras, “Bay mas Beno”
Aku! Kenapa aku harus berkata begitu, tanpa sengaja perkataan itu begitu mudah terlontarkan pada Beno. Sekarang seakan diranda malu tanpa henti, terutama posisi sekarang sedang dilihat cowok-cowok yang sedang mengamati diam-diam di teras, tidak lagi melanjutkan bermain game online.
Beno hanya melihat sesaat, setelah itu kembali ke posisi semula sambil meletakkan piring brownies pada meja dekat teko kopi hitam. Tidak lupa mengambil kue tersebut sambil bermain ponsel, melanjutkan game online.
Berangkat Sekolah Berdua, Kenapa Hati Deg-degan?
Seperti janji semalam, terdengar klakson sepeda motor milik Beno sudah menunggu dengan pagar rumah, bergegas aku keluar dari dalam setelah berpamitan pada ibu. Ketika membuka pagar Beno memberikan helm senada miliknya.
“Pakai biar kepalanya aman”
“Tapi kalau bonceng jangan kencang-kencang, aku takut!” bilangku mengenakan helm seraya menaiki boncengan miring sebab mengenakan rok pendek, “Sudah mas Beno”
“Pegangan biar aman!”
“Harus ya?”
“Iya, Dira....” menarik tanganku lalu meletakkan pada pinggang sebelah kanan miliknya, “Sekarang berangkat!”
Aku diam-diam mencuri pandang pada sebelah bahu kiri untuk melihat wajah Beno dari dekat, karena selama ini tidak pernah ada keberanian, apalagi posisi aku hanya adik kelas yang sekedar mengetahui dari balik kaca rumah maupun ruang kelas.
Tetapi pada pagi hari nan cerah, seakan diberikan kesempatan untuk bisa lebih dekat, tidak akan pernah aku melewatkan momen penting ini, hanya berharap Beno tidak merasa risi dengan tingkah laku yang sedang mencuci pandangan padanya.
Sudah dua tahun pula aku dan Beno bertetangga, sejak kedua orang tuaku berpindah tugas, jadi mau tidak mau harus ikut kemanapun ayah pergi. Kali ini harus terdampar pada sebuah kota yang cukup terkenal, hanya saja belum sempat untuk jalan-jalan, ibu bilang kalau ada waktu akan pergi bersama tapi hingga kini belum kunjung tiba.
Terhenti sepeda motor pada area parkir khusus pelajar, “Bentar tunggu mas Beno parkir sepeda, setelah itu bareng masuk kelas!”
“Bukannya kelas mas Beno ada di depan?”
“Iya” dimasukkan kunci sepeda motor pada saku celana sebelah kiri, lalu berjalan sejajar meninggalkan area parkir yang terletak di belakang dekat gudang peletakan barang rusak dan tidak digunakan lagi.
“Aku enggak pernah lihat kamu ke kantin sekolah selama ini, bawa bekal ya?” mulailah Beno untuk berbicara sambil berjalan menuju kelas belakang untuk pelajar kelas sepuluh, sedangkan kelas sebelas ada di lantai dua dan kelas dua belas di depan.
“Enggak. Aku lebih suka beli di kopsis (koperasi sekolah) lebih cepat enggak begitu ramai, mas Beno sering ke kantin ya?”
“Selalu, pantas saja aku enggak pernah lihat kamu di kantin. Kamu sudah sarapan apa belum?”
“Belum, tapi, tadi pagi sebelum berangkat makan brownies. Jadi belum sarapan!” jawabku melihat sekeliling perlahan mulai ramai dengan kehadiran pelajar masih mengenakan seragam juga menyelempangkan tas pada bahu.
“Mau sarapan di kantin sama aku?”
“Emang boleh?”
“Siapa yang larang, kan yang ajak makan di kantin aku...” jelas Beno tersenyum lebar ketika melihat wajahku yang memilih untuk melihat arah lain, karena posisi sekarang cukup berdekatan sekali.
Ketika ingin duduk Beno sudah terlebih dahulu memanggil, “Ibu kantin pesan sate ayam...”
Belum usai dilanjutkan sudah terpotong cepat, “Pagi-pagi pesan sate ayam, ya nanti kalau sudah istirahat, ini saja masih bikin bumbunya...”
“Terus adanya apa?”
“Mie instan sama telur ayam ceplok...” jawab ibu kantin memperlihatkan mie instan yang baru saja diambil dari dalam etalase kaca.
“Itu doang” melihatku untuk meminta pendapat, “Gimana, mau mie instan?”
“Iya, disamakan punya mas Beno saja!”
“Mie instan telur ayam ceplok sama lemon tea, es batunya yang banyak!” ujar Beno pada penjual dengan nada sedikit keras, karena berjarak tiga meter dari posisi duduk sekarang.
“Kalau setiap hari berangkat bareng, kamu mau enggak?” sejenak perkataan itu keluar dari mulut Beno dengan sedikit rasa gugur tetapi masih bisa terkendali bersama tatapan netra begitu tenang.
“Emang boleh?”
“Sangat-sangat boleh” jawab Beno tertawa kecil setiap kali aku berkata begitu, “Mau apa enggak?”
“Mau” jawabku malu-malu, entah semalam mimpi api bisa-bisanya Beno mengajak berangkat bersama, coba bayangkan bagaimana yang akan dirasakan jika setiap hari harus dekat selalu.
Tetapi aku merasa senang bisa mendapatkan kesempatan yang selama ini pernah menjadi bayangan, mengenai sejenak waktu untuk bisa lebih lama bersama, namun demikian bahwa bayangan itu telah menjadi kenyataan. Hanya bisa terdiam untuk menyembunyikan kegirangan, karena tidak pernah terbayangkan kalau itu akan terjadi.
Judul : Emang Boleh?
Penulis : lianasari993
Titimangsa : Malang 2 Agustus 2022
Post a Comment for "Aku Sudah Lama Menyukaimu, Emang Boleh?"