Salahkah jika aku diam-diam mencintai, Walau Mustahil Untuk Memiliki?
Cerpen Sedih Terbaru
Cerlians - Waktu telah berlalu dengan cepat, rasa sesak yang pernah teralami perlahan memudar seiring berjalannya waktu, berusaha bangkit dari luka menyakitkan walau sendirian. Kadang merasakan lelah akan rasa yang pernah ada dalam relung sanubari terdalam, semakin kesini meninggalkan kenangan atau malah kebodohan?
Dulu berharap cintanya bisa membalas memiliki selamanya,
lucu bukan! Dan bego banget jika harus mengingat masa-masa awal mulai tertarik
hingga candu dalam mencari tahu tentangnya, rasa kagum adalah awal dari
perasaan itu terbentuk. Penasaran akan setiap hal bisa mudah bikin konsentrasi sulit
terkendalikan, inilah kebodohan yang pernah terjadi dan berharap tidak terulang
lagi.
Bayangkan rasa itu semakin hari semakin bertambah besar,
juga semakin tambah stres pada hidup yang tidak bisa lagi menahan perasaan,
kalau tidak salah hampir empat tahun sering bertemu walau hanya memandang dari
kejauhan. Mengagumi setiap senyuman dengan orang lain, berharap senyuman itu
bisa didapatkan secara langsung, tetapi itu hanyalah harapan tidak
tersampaikan.
“Gue cari di kelas enggak ada ternyata di sini!” teguran Tia
seketika bikin tangan refleks hampir memukul ke arah belakang, untuk saja
dengan cepat langsung menghindari.
Hesti hanya melihat sekilas lalu kembali melihat arah depan
di mana ada anggota paskibra sedang latihan untuk acara tujuh belas agustus nanti,
lain dengan Tia malah melanjutkan menyeruput teh kemasan sambil memastikan
kursi paten bersih. Mencoba mengamati latihan yang sedang berlangsung di depan
mata, namun Tia lebih fokus melirik wajah Hesti.
“Sudah enggak usah berharap lebih, dia sudah punya pacar,
lagi pula apa pernah dijawab panggilan Lo selama ini!”
“Kapan ya dia bisa suka sama gue?” Pandangan Hesti kini
beralih pada obrolan tidak lupa mengambil minuman kemasan dari tangan Tia, lalu
meminumnya hingga tandas.
“Kapan-kapan” dengan santai jawaban itu keluar dari mulut
Tia, “Tapi gue enggak tahu pasti kapan!”
“Berarti emang enggak mungkin...” jawab Hesti tanpa sadar
mengatakan yang sebenarnya, sudah pasti kecewa atas apa yang dilakukan hanya semu
untuk membahagiakan diri, bukankah kebohongan akan mempengaruhi alam bawah
sadar.
Kini alam bawah sadar sekan berhasil disugesti dengan
berbagai macam kata-kata mengenai cinta yang akan segera dimiliki, walau
nyatanya hingga kini belum juga kunjung terjadi, lalu siapa yang bersalah?
Bersalah karena tidak sadar diri malah berpikir untuk
menyabarkan diri sendiri, jahat banget kan!
Rela mencintai seseorang yang tidak mencintai kembali itu
sakit, terlebih-lebih mencintai dalam diam di waktu lama, itulah yang
sebenarnya sangat menyakitkan. Tetapi mengapa hingga kini memilih untuk tetap
bertahan, walau tahu dia sudah punya orang yang disayangi.
“Sudahlah ayo masuk kelas, sudah bel dari tadi. Lo mau
tunggu dia sampai kapan?”
“Sampai selesai latihan” jawab Hesti mengembalikan minuman
kemasan yang telah habis ke tangan Tia, sambil tersenyum tipis menandakan agar
tidak perlu khawatir dengannya.
“Lo masuk sekarang atau gue seret dari sini?” pilihan itu
sudah jelas akan bergegas masuk kelas, seperti Tia memang benar jangan
mengagumi lama-lama takut telat masuk kelas bakal kena hukuman guru pengajar.
Empat Tahun Kemudian
Kegelapan tengah malam kian terasa sunyi dari kebisingan
suara manusia, amatan netra tetap menatap telepon genggam tarik-ulur sosial
media bagai detektif cinta, ketika itu ibu jari terhenti ketika melihat foto
cowok yang selama ini disukai. Senyuman itu begitu menyihir seakan berkata
untuk tetap bertahan sejenak mengaguminya, tatapan kesejukan yang diperlihatkan
walau hanya hasil jepretan.
Butiran bening kristal mulai menetes pada kedua pelipis
mata, entah apa yang telah terjadi hingga sulit untuk menahan, perasaan sakit
yang teramat sangat hebat. Begitu menyakitkan jika harus tetap bertahan dalam
ketidakpastian pada penghujung hubungan, lelah itu sudah pasti.
Dinding tebal berwarna abu-abu berhasil menyembunyikan isak
tangis kekecewaan, yang sudah tahu bahwa semua memang salah sendiri, namun
apalagi daya jika cinta tiba-tiba tumbuh tanpa bisa ditentang kehadiran. Apa
salahnya jika jatuh hati?
Mencoba berusaha untuk menjauh darinya bukanlah hal mudah,
apalagi hampir setiap saat bertemu, ingin sekali pergi jauh dari bentak akan
tentangnya. Ternyata diri ini tidak kuasa menahan kerinduan, untuk mencoba
melupa harus mencari ketenangan jiwa juga menerima apapun sebentar lagi akan
terjadi.
Bukan ingin mencintai kekasih orang lain, hanya saja hati
tidak pernah bisa dibohongi, maka harapan cuma satu lupakan!
Memang tidak gampang, tapi yakinlah bahwa semua bisa
terjadi, biarkan derai air mata menetes lebih lama sebagai pereda lara. Jikalau
ini bisa menjadi yang terakhir, bukankah itu sesuatu usaha.
Semenjak kelulusan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan
ke tanah perantauan, memulai kembali hidup baru juga pengalaman baru, harus
berjuang sekuat tenaga dan batin. Karena hanya diri sendiri yang akan bisa
memahami, apa itu layak atau malah tidak perlu!
Hari-hari dilalui hanya untuk belajar, belajar dan belajar.
Sebab ada impian yang harus segera diwujudkan, dalam diam tetap berdoa kepada
Tuhan, karena hanya Tuhan-lah maha segalanya. Jika bukan begitu mungkin Hesti
tidak akan bisa sekuat hingga detik ini, tapi restu orang tua adalah keutamaan.
“Hesti Lo kapan pulang, sudah dua tahun kita enggak ketemu,
Lo enggak kangen sama gue sama keluarga?” kata Tia dari telepon genggam yang
menampakkan wajah masing-masing.
“Jelas kangelah, tapi mau gimana lagi. Gue bakal cari waktu
buat pulang setelah skripsi” Hesti masih sibuk dengan laptop di depan mata,
sedangkan telepon genggam disederhanakan pada dinding dekat laptop.
“Ya sudah, semangat kuliahnya!”
“Thank, Tia.” panggilan terputus.
Pertemuan Cinta Yang Telah Berlalu
Sengaja pulang tidak memberitahu pada Tia untuk memberikan
sebuah kejutan di hari ulang tahun yang akan didatangi keluarga besar dan
saudara-saudaranya. Namun Hesti akan tetap datang jika nanti bertemu cowok yang
pernah disukai, karena perasaan ini sudah tidak sama seperti dahulu.
“Tia happy birthday” ucapan itu berhasil mengambil alih
perhatian Tia saat berbicara dengan saudara cewek seumuran.
“Hesti” teriak Tia memeluk erat, “Akhirnya Lo datang juga,
gue pikir enggak bisa!”
“Gue pasti datang, sahabat gue sudah bertambah umur, semoga
sehat selalu. Semakin dewasa dan impiannya bisa terkabul, doa gue selalu
terbaik buat Lo!”
“Thank you, Hesti. Sekarang Lo makan-makan sana, Lo pasti
kangen sama masakan ibu gue...”
“Tahu banget sih...” Hesti mencubit pipi Tia sebelum pergi
pada arah sudut letak berbagai jenis makanan dan minuman, diambil puding coklat
di dekat es cendol berada, sambil melihat makanan yang sebentar lagi akan
diambil.
Ketika berjalan tiga langkah ke depan tidak sengaja
bertabrakan kecil mengenai dada bidang, lalu pandangan mata beralih menatap
siapakah orang itu? Betapa terkejut mendapati bahwa orang itu adalah cowok yang
dulu pernah dicintai, keduanya saling terdiam dalam beberapa saat, hanya
embusan nafas samar-samar masih terdengar.
Dalam sekejap pandangan itu telah sirna untuk segera
menyudahi, karena semua sudah berubah tidak ada kata mencoba berbicara yang
pernah dilakukan dulu, sebab telah berakhir setelah memutuskan melupakan segala
tentangnya. Awalnya mencintai dalam diam itu menyakitkan, tetapi kalau sudah
bisa melupakan semua terasa biasa saja.
Jangan pernah takut mengambil keputusan untuk melupa, walau
harus menahan sakit atas cinta sepihak setidaknya pernah merasakan bagaimana
mencintai seseorang, tidak ada yang perlu untuk disesali. Bukankah semua bisa
saja terjadi!
Judul : Mencintai Dalam Diam Itu Pilihan
Penulis : lianasari993
Titimangsa : Malang 25 Juli 2022
Post a Comment for "Salahkah jika aku diam-diam mencintai, Walau Mustahil Untuk Memiliki?"