Cerpen Horor : Rumah Angker, Sosok Penjaga Kamar Mandi
Cerpen Horor Terbaru
Rumah dengan model sederhana, berwarna putih sedikit memudar, pada bagian alas hanya campuran semen padat. Dua tangga untuk mencapai teras itu, hanya saja aku masih tidak ingin turun dari sepeda motor.
Sekeliling tampak begitu sunyi, pintu-pintu rumah sekitar tertutup, juga tidak ada seorangpun berlalu-lalang. Diambil segera ponsel dari dalam tas selempang dada, bergegas untuk menghubungi.
Bersamaan suara pintu rumah tersebut dibuka seraya berbunyi, embusan nafas letak tampak pada wajahku yang cemas. Hanya saja tidak ada seseorang di sana, lantas siapa yang membuka pintu itu?
“Aduh, seram banget sih. Apa gue mesti balik lagi?”
Gumamku celingak-celinguk mencari seseorang untuk diajak bertanya, mengenai rumah itu. Tetap saja hasilnya nihil setelah berada di teras kurang lebih sepuluh menit, sumpah aku benar-benar takut sekarang. Kenapa pemilik rumah kontrakan tidak kunjung datang, berkali-kali dihubungi belum juga ada jawaban.
Badan terasa lelah sejak perjalanan ke sini cukup memakan waktu, berkendara sendiri selama tiga jam bukanlah waktu sebentar. Bahkan aku selalu mengurungkan niat setiap kali ingin beristirahat, berharap sampai di rumah kontrakan tidak terlalu malam.
Jam menunjukkan pukul delapan malam lebih tiga menit. Tiba-tiba seseorang datang dari belakang menepuk pundakku, “Aaaww.....”
“Eh, maaf bikin mbaknya kaget. Sudah lama tunggunya?” ucap ibu-ibu berbadan gemuk mengenakan daster, pada tangan kanan memegang kunci.
“Lumayan, Bu. Saya berkali-kali telepon enggak diangkat, jadi saya tunggu di atas motor!” jelasku sudah turun dari kendaraan, “Dari tadi enggak ada orang, bingung mau tanya ke siapa!”
“Hp ibu lagi di cas kehabisan baterai, maaf ya. Kalau gitu mari saya antar masuk ke dalam.....” ibu itu berjalan terlebih dahulu, aku ikuti sambil mendorong motor sedikit lebih mendekati teras rumah.
Pintu terbuka lebar. Sekejap aku tercengang, kapan pintu itu tertutup, bukannya tadi sudah terbuka sendiri?
“Kontrakan ini sudah kosong tiga bulan lalu, tapi saya rajin bersih-bersih rumah. Jadi mbaknya enggak usah khawatir masa kebersihan, walaupun enggak ada kursi, tapi masih bisa dipasang karpet.” menunjukkan posisi karpet menggulung pada sudut dekat jendela.
Aku hanya menyimak sesekali mengaguk, “Orang yang sebelumnya sudah berapa lama Bu?”
“Lumayan lama, mereka sepasang suami istri. Tapi belum ada anaknya, katanya sih pengantin baru” pintu kamar depan di buka, “ Ini kamar depan cukup luas, yang sebelah kamar ke dua sedikit lebih kecil”
Ibu itu berjalan ke arah belakang di mana dapur dan kamar mandi berada, “Saya mau tanya, ini rumah ibu sendiri?”
“Bukan, ini rumah warisan dari keluarga suami. Karena sudah mertua meninggal, ibu memutuskan untuk dijadikan kontrakan. Daripada enggak ada yang tempati kan sayang, kalau gini bisa buat bayar sekolah anak....”
“Sebagian barang di sini punya orang yang sebelumnya tinggal, sengaja enggak dibawa. Jadi kamu bisa pakai..... mengenai pembayaran satu bulan sekali, mau bayar sekarang atau nanti?”
“Sekarang saja Bu, sebentar!” aku mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompet, menghitung kembali sesuai harga yang sudah disepakati sebelumnya.
“Terima kasih, semoga nyaman tinggal di kontrakan ibu. Kalau begitu saya pamit pulang, mau tidur, udah ngantuk.....” ujar ibu itu berjalan keluar dari rumah.
***
Beberapa kali aku menguap, tanda kantuk sudah datang. Tangan kanan memijat leher dan bahu karena pegal, usai berkendara lumayan jauh. Langkah kaki berjalan menuju kamar mandi, pintu terbuka lalu tertutup kembali.
Sengaja aku mencepol rambut karena ingin mandi sebelum tidur, rasa lengket sebab keringat cukup membuat risih. Aku menyalakan kran air sembari menunggu mengisi, diambil ponsel dari saku handuk mandi.
Tampak pesan singkat dikirim, ternyata dari teman yang menanyakan apakah aku sudah sampai, segera aku menjawabnya.
Hawa dingin nan merinding, itu yang sedang aku rasakan kini. Aku mencoba untuk tenang, mencoba melihat apakah air sudah pas untuk mandi. Entah mengapa tubuhku seakan waspada sejak tadi menginjakkan kaki, namun tetap saja mandi cepat adalah tujuanku sekarang.
Aku langsung keluar kamar mandi setelah bersih, tidak lupa mematikan kran air sebelumnya. Menutup pintu, bergegas masuk kamar tidur untuk berganti pakaian rumah. Walau sudah berada di dalam kamar, perasaan waspada masih tetap ada.
Cukup lama bunyi terdengar dari arah dapur, mungkin itu tikus yang selalu ada di rumah. Anggapku selalu begitu, namun bulu kuduk berdiri belum juga kunjung tertidur lagi. Ah, sungguh aku dibuat bingung dengan banyak pikiran negatif.
Jika teringat baru kemarin nonton film hantu di bioskop, setiap tayangan itu terus bergentayangan di dalam benak. Tidak ingin terus lama berpikiran, aku memutuskan untuk berbaring pada kasur yang telah disediakan.
Perlahan aku terbawa oleh mimpi, tertidur lelap karena lelah berkendara. Namun, aku cukup heran mengapa rasa ini cukup nyaman, walau tersadar kalau sekarang sedang ada di dunia mimpi.
Langkah kaki berjalan tanpa dapat dikendalikan, ringan ketika beranjak dari tempat tidur. Sama sekali tidak membuka pintu, namun mengapa bisa keluar dari kamar, aneh bukan. Walau sekarang aku merasa seperti nyata, tetapi tidak mungkin aku keluar tanpa membuka pintu.
Pintu kamar mandi terbuka sendiri, hanya rasa takut dapat aku rasakan sejak awal memasuki kamar mandi. Sungguh, aku ini kenapa?
Aku mendengar seseorang menyambut kedatanganku saat ini, hanya saja tidak dapat kutemui pemilik suara tersebut. Mana mungkin ada seseorang di dalam kamar mandi, karena aku sadar hanya sendiri menyewa rumah kontrakan. Lantas itu suara siapa?
Terdengar ayam jago berkokok lantang menjelang pagi. Dan herannya aku bisa terbangun di kamar mandi, apa mungkin semalam aku jalan sendiri. Berlarilah aku menuju ruangan depan, untuk mengambil ponsel di kamar.
Betapa terkejutnya, pintu kamar tertutup rapat. Terus bagaimana aku bisa keluar dari kamar? Untung saja ada kunci cadangan yang kemarin di berikan, sengaja aku simpan di lemari ruang tamu.
Kalau diingat-ingat bukannya sebelum tidur aku mengunci pintu, tapi mengapa aku bisa keluar tanpa membukanya. Heran, itu sedang aku pikirkan dalam rumitnya kebingungan.
***
Temanku tiba-tiba menghubungi lewat panggilan suara, “Halo?”
“Elo ada di kontrakan?” tanyanya dengan nada cukup tinggi, “Elo jadi kontrak di situ?”
“Iya, memang kenapa?”
“Buruan keluar dari sana, beresin semua baju sama apa yang elo bawa kemarin!”
“Kenapa?”
“Gue bilang buruan, beresin..... enggak ada waktu buat gue jelasin semuanya!” jelasnya semakin membuat suasana perlahan mulai merinding.
“Kenapa sih, cerita sama gue”
“Elo bisa enggak sih, dengar gue kali ini?” bentaknya cukup membuatku kaget, baru pertama kali ini aku mendengar teman dia berbicara kasar, biasanya selalu berkata tenang dan lembut.
“Iya, bentar” bergegas aku mengenas semua ke dalam tas ransel, membawa barang-barang hiasan yang bulan lalu sengaja aku beli di pusat perbelanjaan.
Kendaraan bermotor sudah ada di teras sejak semalam, aku melihat sekeliling masih sepi seperti yang aku lihat sebelumnya. Bersama aku menyalakan kendaraan bermotor untuk pergi meninggalkan rumah, tiba-tiba pintu rumah kembali terbuka sendiri.
Aku yang melihatnya langsung menancap gas lebih kencang, dengan perasaan campur aduk. Bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, tidak henti-hentinya menangis sambil berkendara.
Hingga aku berhenti di sebuah warung makan berjarak cukup jauh dari rumah kontrakan, tampak dua kendaraan bermotor juga terparkir di sana. Aku segera mengelap bekas menangis barusan, malu kalau dilihat orang.
“Bu, teh manisnya satu ya!” ucapku sudah duduk di kursi.
Ibu warung yang tahu aku baru saja menangis memberanikan diri bertanya, “Mbaknya kenapa?”
Aku bingung harus menjawab apa, terutama tentang kejadian barusan. Sejenak aku menenangkan diri, ternyata itu warung itu membuatku teh manis terlebih dahulu, tidak lagi bertanya.
“Bu....” aku mencoba untuk bertanya walau sedikit ragu, “Saya mau tanya sebentar boleh?”
“Tanya banyak juga boleh” diletakkan teh manis pada meja, “Diminum dulu, biar lebih tenang!....”
“Saya.....saya semalam kontrak rumah di ujung jalan sana. Tapi..... saya ngerasa ada yang aneh gitu.....” aku bingung harus menjelaskan seperti apa, mulut terasa sulit untuk bercerita kejadian itu.
Dua bapak-bapak yang sedang makan seketika menghentikan makannya, salah satu bapak berkumis berkata “Kontrakan dekat pohon pisang itu?”
“Iya” jawabku usai meneguk teh manis hangat, sedikit ada rasa lega sebab dari semalam belum minum air, seperti pernah melalui perjalanan panjang. Padahal semalam hanya tidur saja.
“Sudah bayar kontrakan penuh?” ucap bapak bertopi di arahkan ke belakang.
“Iya, ke pemiliknya”
“Mending jangan balik lagi deh ke sana, rumah itu agak angker, enggak ada yang kuat tinggal di sana. Rata-rata yang kontrak selalu di ganggu, terutama sama penunggu di kamar mandi...” jelas bapak berkumis itu mengambil kerupuk.
Aku mencoba untuk bercerita apa yang aku alami, “Sebenarnya semalam saya bermimpi, berjalan ke kamar mandi. Terus pintunya terbuka sendiri, saya juga dengar ada suara orang gitu, tapi orangnya enggak ada. Yang bikin saya heran, pas bangun sudah ada di kamar mandi...”
“Ceritanya sama kayak yang kontrak tahun lalu, cuma bertahan seminggu setelah itu milih pindah, padahal sudah bayar enam bulan ke depan.....” ujar ibu warung menyiapkan makanan pada piring.
“Lain kali kalau mau kontrak sama kos cari tahu dulu, jangan tiba-tiba datang langsung tempati, bahaya kalau terjadi sesuatu....” nasehat bapak berkumis itu.
“Iya pak, terima kasih sarannya. Saya bakal lebih hati-hati kalau mau cari tempat lagi, tapi setelah kejadian itu apa saya bakal baik-baik saja?”
“Coba datang ke ustadz atau pak yai, minta dibersihkan biar enggak ada yang ganggu. Takutnya masih ganggu, meski sudah pindah dari kontrakan itu” saran ibu warung memberikan sepiring makanan.
“Terima kasih, pak, Bu. Sudah kasih saya nasehat. Setelah ini saya mau ke rumah teman, biar diantar....” aku merasa perlahan tenang, “Saya makan dulu, mari!....”
“Silahkan.”
Kadang firasat itu datang untuk memberi kabar, tentang sesuatu yang belum aku tahu maksudnya. Namun, hadirnya firasat seakan mengatakan kalau perasaan kurang nyaman pada suatu hal. Hanya kurang kepekaanku, membuat sedikit penyesalan, karena tidak menyadari sedari awal.
Tetap saja kejadian yang pernah terlalui, seakan memberi jawaban. Untuk lebih berhati-hati dan pekat jika firasat memberi tanda. Kini aku memutuskan untuk pergi ke rumah teman, memintanya saran juga tempat di mana seseorang dapat membantu permasalahan ini.
Penulis : lianasari993
Cerpen Horor : Rumah Angker
#cerpen #horor #rumahangker #seram #sosok #hantu #teror #puisi #prosa #senandika #kisah #ceritahoror #novel #artikel #lianasari993 #cerlians
Post a Comment for "Cerpen Horor : Rumah Angker, Sosok Penjaga Kamar Mandi"