Malah Aku Yang Terluka Olehnya, Selaras Yang Bertepi. Episode 46, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi
Waktu sepulang sekolah, ojek online menghentikan pada pelataran rumah, tampak tertutup rapat.
Ketukan pintu mendapat jawaban untuk tunggu sebentar, Elin merindukan suara itu, dia Darian.
“Elin?” Darian mengerutkan kening sebelum mempersiapkan untuk masuk ke dalam, radio pada pojok ruangan masih terdengar seperti biasanya.
“Aku ganggu ya?” entah mengapa Elin menyadari bahwa kehadirannya tidak diinginkan, “Maaf”
Tersenyum dengan embusan nafas panjang, “Lin, boleh enggak sementara waktu kita jangan komunikasi dulu. Aku butuh waktu sendiri, aku sekarang juga butuh istirahat”
“Kenapa?”
Darian tidak menjawab.
“Maaf, kalau selama ini bikin kamu enggak nyaman, aku pamit” Elin beranjak dari tempat duduk, setelah menatap wajah Darian.
Bukan ini yang di mau, tapi Darian yang menginginkan. Rindu yang tertumpuk dalam sekejap terasa hilang, menyisakan luka atas ucapannya. Padahal kesini ingin sekali untuk berbicara atau sekedar menemani saja, ternyata Darian memutus keinginan itu sepihak.
Pulang dengan segala pertanyaan, mengapa tiba-tiba berubah, mengapa Darian tidak ingin bertemu. Dari cerita yang Elin tonton, bukankah jika sedang sedih suport orang yang dicintai memberi energi positif?
Namun itu bukan! Keisha, entah mengapa nama itu muncul dalam benak, apa Darian masih mencintai Keisha?
***
Bisa dibilang kebetulan, kabar rapat para guru membuat siswa bahagia. Bagaimana tidak, pulang lebih awal tentu saja bisa jalan-jalan atau nongkrong mumpung hari Sabtu.
Ghazi memarkirkan kendaraan, “Elo yakin mau bantuin gue, ada angin apaan nih?”
“Elo enggak mau dibantuin gratis, ya sudah gue pulang” kata Elin ingin membalikkan badan.
Ghazi seketika menghentikan langkah Elin, “Ya-ya enggak gitu maksud gue...”
Pintu telah dibukanya lebar, tidak lupa membuka tirai jendela. Elin hanya diam melihat pergerakan Ghazi, kalau begini mending duduk santai sambil bermain ponsel, begitu pikirnya.
Aroma khas dari kopi terasa menenangkan, mesin pembuat kopi juga sudah dinyalakan. Netra ini terasa kantuk, sudah beberapa kali menguap. Hari terasa membosankan tahu begitu tadi mending beli jajan terlebih dahulu, tiba-tiba Ghazi mengeluarkan bungkus minuman rasa dari dalam laci.
“Daripada elo nguap terus mending isi wadah ya kosong, sekalian bantuin gue!” Ghazi menyalakan musik, “Elo mau beli makanan online apa?”
Elin menerima ponsel untuk memilih menu, “Yang pedas-pedas enak nih”
“Pilih saja sendiri” Ghazi berjongkok mengikat kresek hitam dengan tali rafia, “Gue mau buang sampah dibelakang”
Elin mengangguk. Minuman bubuk dengan berbagai macam rasa mulai dari coklat, matcha, red velvet, leci, dan taro. Diletakkan kembali ke tempat semula pada rak, lalu Elin mengambil panci berukuran kecil pada lemari bawah meja barista, tidak lupa gula satu kilogram.
Memasukkan gula terlebih dahulu diikuti air kran banding 1:1. Suara kompor gas berbunyi, cekrek....
Diaduk hingga gula larut dengan air, kembali scroll media sosial seraya menunggu mendidih. Bosan dengan kegiatan yang monoton, tetapi bingung mau ngapain.
Selang satu jam pesan singkat dari ponsel Ghazi, ternyata ojek makanan online sudah sampai di depan, “Gue ambil dulu...”
Ghazi memberikan selembar kertas uang warna biru, “Pas kan?”
Hanya uluran jempol tangan kanan, Elin menghampiri seorang bapak-bapak membawa pesanannya, “Makasih pak”
“Iya mbak”
Hampir setiap hari makan pedas, Elin mencoba melarikan diri dari perasaan miliknya. Benar, melupakan Darian bukan hal mudah. Tentu setiap saat akan bertemu di sekolah, bertahan untuk beberapa bulan ternyata merepotkan. Untung saja sebentar lagi lulus sekolah, kuat? Mungkin!
Seminggu berlalu, tidak ada kelanjutan dalam hubungan ini. Darian masih belum menghubungi. Beberapa kali melihat layar ponsel, berharap Darian menghubungi.
“Elo kenapa dari tadi di sekolah ngelamun terus, kalau ada masalah cerita, Lin!...” tegur memberikan segelas coklat panas, lalu kembali mengelap gelas yang sudah di cuci.
Farrel datang langsung duduk di sebelah Elin pada meja barista, “Darian lagi?”
Elin hanya mengangguk.
Farrel menghembuskan nafas menatap wajah Elin dengan ekspresi kasihan, “Mau sampai kapan elo nunggu, Lin. Gue tahu sejak awal dia enggak ada perasaan sama elo, tapi dia kasihan sama elo....”
Ghazi yang mendengar itu langsung menghentikan mengelap, “Eh bentar, maksudnya gimana?”
Kembali menghembuskan nafas, “Darian itu suka sama cewek elo, Keisha”
Ghazi melempar lap, “Gila eloo...”
Beberapa detik terdiam dalam situasi membingungkan ini, Elin mulai mengambil alih, “Farrel bener, Darian suka sama Keisha bukan gue”
“Elo enggak cerita sih sama kita, dan elo Rel. Sejak kapan elo tahu ini?” Ghazi bernada emosi, “Kenapa pada diam???”
“Dulu gue pernah lihat Darian nembak Keisha waktu kelas dua, kebetulan pas gue mau ambil obat diare di uks. Gara-gara itu, gue langsung ke kantin beli teh sepet(teh tanpa campuran gula, biasanya teh 999 atau teh gambar naga)”
“Terus gue tahu elo jadian sama Darian, gue sempat ragu” menatap Elin, “Gue takut elo dibikin pelarian gara-gara dia enggak bisa jadian sama Keisha”
“Kalau Rendra tahu, bakal berantem sama Darian.....” Ghazi tidak melanjutkan ucapannya.
“Elo masih komunikasi sama Rendra?” pertanyaan itu mengunci pembicaraan, “Kalian jujur sama gue, kalian masih komunikasi sama Rendra?”
Suara lonceng pintu mengalihkan perhatian, “Selamat datang kak”
“Kak mau pesan coklat panas dua, roti coklat satu sama kentang goreng satu” Ghazi mencatat pesanan menggunakan buku nota, “Kak, bayarnya Qris ya”
Setelah pembayaran, “Ini nomor mejanya, sebentar lagi saya antarkan!”
Tersedak pedas membangunkan Elin dari lamunan, “Lagian makan pedes pakek ngelamun”
“Minum-minum....Gha buruan tenggorokan gue... minum....” kata Elin batuk beberapa kali, “Panas...”
“Sudah tahu gue baru bikin teh,elo seruput gitu saja ya panaslah ditiup dulu, Lin”
“Namanya juga kepedesan pikiran gue hilang sesaat” menatap Ghazi dan Farrel secara bergantian, “Elo masih saling kabar sama Rendra?”
***
Kehidupan Elin perlahan mulai mengalami perubahan, kehilangan Rendra jauh lebih menyakiti. Bahkan perpisahan dengan Darian tidak sampai begini, walau setiap kali bertemu, selalu mengambil jalan lain saat di sekolah.
Rendra, apa memang tidak akan pernah kembali? Perasaan terasa disiksa oleh kerinduan, pada setiap momen bersama, dilalui dengan canda dan saling memberi ketenangan. Sekarang sudah hilang tinggal kenangan, sakit namun tidak pernah tampak.
Bahkan kaki seakan enggan untuk berpijak pada balkon, tempat yang sebelumnya menjadi alasan Elin menikmati udara malam, kini hanya menyisakan sunyi. Bisa dibilang tanaman dekat pagar pembatas seperti ingin marah tidak disiram pemiliknya, untung saja hujan senantiasa mengerti situasi.
Hari minggu, terasa enggan untuk bangkit dari kenyamanan. Hangat selimut seperti mengikat agar tidak pergi meninggalkannya, suara alarm sudah berbunyi sejak tadi, panggilan masuk tidak dihiraukan.
Kejengkelan sudah berada diambang ingin melempar ponsel, sungguh berisik mengganggu waktu istirahat. Elin meraih dengan posisi tertidur, berusaha tangan meraih ponsel tersebut.
“Halo...” suara khas bangun tidur dengan mata masih terpejam.
“Masih tidur?” suara yang tidak lagi asing terdengar, Rendra langsung mematikan panggilan.
Post a Comment for "Malah Aku Yang Terluka Olehnya, Selaras Yang Bertepi. Episode 46, Novel Remaja Romantis "