Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Dukungan Untuk Perjodohan, Skenario Cinta, Episode 3

Cinta Romantis Pemuda terbaru

 

lianasari993 - Dalam relung hati ingin sekali menyudahi, tuntutan bukan kebaikan. Melainkan cara yang kerap kali dirasakan, layaknya membunuh secara perlahan. Bagaimana bisa menjadi diri sendiri, jika keadaan selalu berkata untuk mengikuti.

Tidak adakah sedikit rasa kagum dalam hati, akan setiap langkah untuk menyemangati. Merendahkan dengan tatapan atau perkataan pasti menyiksa kala sendirian, merenung apakah benar. Tolong, jangan terlalu menuntut atas hidup yang belum tahu nantinya!

“Justru akulah yang tahu mana terbaik untuknya, kalau bukan perintahku enggak akan mungkin jadi seperti ini. Sekarang bisa bekerja jadi sekretaris itu berkat siapa? Fasilitas yang selama ini kuberikan, apa masih kurang? Bisanya cuma menentang apa yang aku suruh.” Rasa jengkel mulai nampak dengan untaian kata.

“Kau yakin jadi sekretaris pilihannya, memang terbaik untuknya? Apa paham betul, mana kemauan dan tuntutan.” Tegas om Edi kerap kali berdebat dengan Papa dari dulu dan hingga sekarang dipertemukan.

“Seorang anak akan melakukan apapun permintaan orang tua, walaupun belum tentu itu yang diinginkan. Kau lihat saja anakku Kevin ini!”

Pandangan lalu beralih menatap Kevin sekejap, lalu memulai obrolan, lebih tepatnya perdebatan antara bapak-bapak saling membenarkan. Beralih pada Kevin hanya terdiam sambil melihat saja, meski dalam benak sibuk dengan hal lain, terpenting layaknya melihat sambil menyimak.

“Dulu aku menyuruhnya mengambil jurusan kedokteran, supaya bisa melanjutkan cita-citaku. Kenyataannya, malah membuat dia semakin menyendiri, tertutup dan kurang berinteraksi. Akhirnya malah sakit parah, karena terlalu banyak begadang, sulit makan pula....”

“Putriku enggak pernah begitu, diam nurut saja!” dugaan yang sebenarnya salah besar.

“Semoga saja cara berpikirmu benar.” Imbuhan belum meyakini bahwa jawab itu memang terbaik.

“Pasti. Gara-gara kebanyakan ngobrol lupa kasih minum” Papa Tyo melihat arah dalam tidak kunjung mendapati kehadiran asisten rumah tangga.

Bersamaan langkah kaki menuruni tangga, ingin mengambil minum juga makanan ringan di dapur. Pandangan Sara terhenti memerhatikan Papa melihat ke arahnya ,“...?”

“Siapkan minum buat tamu, sekalian camilan di meja makan!” pinta Papa Tyo kembali pada posisi semula, melanjutkan obrolan mereka.

“Putrimu?” tanya om Edi yang hanya mendengar suara dari dalam.

“Iya. Pembantu lagi keluar sama bini, belanja bulanan sampai sekarang belum pulang juga” tambah Papa Tyo membenarkan kacamata.

“Istrimu Ela kan? Pacarmu waktu SMA dulu, lucu banget kalau ingat momen itu” kedua tertawa bersama mengingat momen paling berkesan di masa lalu.

“Iya-lah. Aku ingat masa itu, kau yang dekati, malah aku yang pacari....”

Papa Tyo tertawa lepas. Tawa yang tidak pernah terlihat dan terdengar selama ini, tapi sekarang menampakkan kebahagiaan sedang terjadi, karena selama ini sisi tegas, keras kepala dan hanya tuntutan yang sering kali diperlihatkan.

Sekarang jauh berbeda, suka tertawa, banyak bicara dan terbuka. Kenapa tidak sejak dulu sikap itu hadir? Kenapa baru sekarang, apa hanya om Edi yang bisa menciptakan sisi berbeda dalam diri Papa? Jika benar, bisakah bertahan lama?

***

Genggaman erat pada kedua sisi nampan menjaga keseimbangan sembari melangkah menuju ruang tamu, kepulan asap samar tampak jelas keluar dari cangkir teh hangat bersama kue kering. Cocok untuk menemani kala obrolan santai malam hari.

Kini pandangan telah tertuju pada wanita sedang meletakkan teh pada meja dengan sopan. Begitu juga Kevin menatap wajah Sara hingga tidak berkedip memandang lama, saat itu Sara masih mengenakan baju rumah berwarna biru langit dan mencepol rapi rambutnya.

Kecantikan Sara sangat menyita perhatian, memiliki bentuk tubuh ideal, dengan tinggi wanita Indonesia. Mata yang sipit dengan bulu mata lentik, menampilkan sentuhan makeup tipis. Kala senyuman manis tercipta bisa menimbulkan sisi berbeda, berjejer rapi gigi seperti biji mentimun.

“Sara kenalkan ini sahabat Papa!” ucap Papa Tyo tidak membiarkan langkah segera pergi dari tempat sekarang.

Lebih dulu menundukkan kepala sebentar, bersamaan hadirnya senyuman hangat tanda menyambut baik tamu, “Selamat malam, saya Sara, om!”

Sara, wanita karier yang sukses, juga punya bisnis toko bunga. Masalah dalam hidupnya, tidak lain tidak bukan tentang percintaan, yang bikin ragu ketika ingin memulai cinta kembali. Selain itu tuntutan dari orang tua hingga beranjak dewasa.

“Malam. Saya Edi, sahabat lama Papamu, dan ini...” menyuruh putranya untuk memperkenalkan diri sendiri.

“Kevin. Nice too meet you!” Hanya senyuman yang diberikan Sara untuk membalas perkenalan malam ini.

Semenjak pertama berjumpa dengan Sara, tatapan langsung terpaku untuk terdiam sesaat memandang dari kejauhan. Tidak akan bisa terjelaskan apa yang sedang terjadi, Kevin mulai merasakan rasa berbeda, apa cinta dalam dirinya telah tumbuh dalam sekejap?

Bagaimana bisa, kalau perkenalan sederhana dalam waktu sebentar malah membuat sanubari tertahan pada pandangan pertama. Tanpa diduga bisa dengan mudah tumbuh, telah lama memandang dalam diam. Hingga pandangan ini di balas tatapan tanpa ekspresi.

“Pa, Sara mau lanjutkan menyelesaikan berkas. Kalau begitu saya permisi ke dalam, om!” jelas Sara beranjak dari tempat duduknya.

“Sopan sekali putrimu, pasti ini didikan dari Ela. Apa putrimu sudah menikah?” mengambil kue kering yang terletak di dekat cangkir miliknya.

“Belum. Dia itu sulit banget kalau di tanya soal pasangan, banyak tikungannya, ada saja alasan yang diucapkan. Padahal sudah waktunya menikah!” jelas Papa Tyo mengambil cangkir teh hangat di depannya, sebelum itu meniup lebih dulu.

“Ternyata bukan kau saja, anakku juga gitu. Padahal hidupnya sudah mapan, sudah punya pacar tapi belum nikah-nikah juga sampai sekarang. Enam tahun pacaran, kalau akan SD sudah dapat ijazah!” mengomentari sembari melirik anaknya lagi.

“Pas mau rencana tunangan malah putus” jelas om Edi lagi sambil tepok jidat mengetahui nasib yang tengah menimpa putranya.

“Pa!” tegur Kevin merasa malu kehidupan pribadinya malah diceritakan pada orang lain, “Malu.”

“Memang malu-maluin.” Canda, “Ternyata anak kita sama. Apa mereka berdua kita jodohkan, siapa tahu cocok?” saran itu telah berhasil menciptakan suasana berbeda.

“Bagus juga. Sara pasti senang bisa dijodohkan dengan Kevin, apalagi kita bisa jadi besan.” Harap Papa Tyo senang jika ini bisa terwujud.

Obrolan itu seketika menyita perhatian Kevin, yang tadinya sangat bosan langsung terlihat wajah senang, namun masih menjaga image tetap bersikap biasa meskipun dalam hatinya sedang kegirangan. Tidak menyangka bisa dijodohkan dengan Sara, wanita yang baru saja dikenal.

“Bagaimana Kevin, mau dijodohkan dengan Sara?” tawar Papa Tyo merusak bayangan wajah cantik dalam benak Kevin sirna.

“Iya.” Jawab Kevin singkat, gelora rasa dalam sekejap mulai menempatkan ruang rapi untuk mempersiapkan tempat menetap kala hadirnya cinta.

“Sepertinya sudah malam” melihat jam tangan, “Kapan-kapan kita sambung obrolan ini, sambil membahas soal perjodohan” beranjak dari tempat duduk nyamannya.

“Baru juga jam segini. Kalau ada kesempatan  aku akan ke rumahmu, tahu sendiri lagi sibuk sama pekerjaan, kalau kau butuh bantuan tinggal hubungi saja!” ucap Papa Tyo ikut beranjak mengantar keluar.

***

Segera Sara berjalan cepat menuju kamar dengan perasaan terluka, mengunci pintu agar tidak ada seorangpun datang atau mengganggu dirinya saat ini. Mulut telah terbungkam untuk berkata, detak jantung berdebar kencang penuh kekecewaan.

Musik yang sedari tadi berbunyi layaknya ikut terdiam sejenak, membiarkan semua ruangan terasa sunyi dengan hati penuh kekosongan. Begitu mudah keputusan tadi, tanpa berpikir lebih dulu apa itu memang terbaik?

Nyatanya itu bukan jawaban. Menghadapi cinta sangat meragukan, ada rasa takut terulang kembali, terlebih banyak keraguan sedang bersemayam dalam jiwa. Untuk menentang perjodohan, namun apakah bisa? Sejauh rangkaian kata terucap akan terkalahkan dengan tuntutan yang Papa berikan.

Tanpa sadar buih-buih bening telah menetes membasahi, ketika harus kembali berbicara soal pasangan, Sara tidak dapat mengerti apa yang akan terjadi nanti. Menilik pengorbanan cinta yang dulu pernah dilakukan hilang bersama harapan, tidak ada keinginan untuk dijodohkan.

Apalagi tahu kalau Kevin menerima perjodohan ini, entah apa yang tengah terpikirkan dalam benaknya, begitu mudah menerima tanpa memikirkan lebih panjang dulu. Ini soal masa depan nanti, bukan permainan cinta monyet anak kecil. Tapi jawaban yang terucap di bibirnya begitu mantap, tanpa ada keraguan sama sekali.

Sara membanting tubuh pada tempat tidur, menatap langit-langit hanya berhias lampu putih penerang keseluruhan ruangan. Mengunci suara tangisan agar tidak terdengar dari luar, bersama rasa sesak dalam dada terus menghunjam kuat.

Lembaran tisu terlempar pasrah usai digunakan, merubah kerapian menjadi berantakan pada lantai bermodel kayu, lemparan tidak terarahkan. Hingga timbul rasa lelah untuk segera menyudahi tanpa tersadarkan, sejak rasa kantuk mulai menyebar untuk menyudahi sesaat.

Pada kepekatan langit hanya menampakkan rembulan tidak utuh, memberi cahaya yang terang meski belum tentu bisa menerangi keseluruhan Pertiwi. Hadirnya cahaya buatan membantu penerangan lebih mendominasi keramaian mustahil berhenti, karena aktivitas yang tidak kunjung usai.

👉  Episode Selanjutnya

Penulis : @lianasari993

#puisi #sastra #prosa #quotes #diksi #literasi #kepenulisan #cerpen #novel #artikel #lianasari993 #cerlians #kata #pengkhianatan #cinta #ikatan #teman #perjanjian #perjodohan #tuntutan #kecewa #penyesalan #luka #cemburu #restu #tersakiti


lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Dukungan Untuk Perjodohan, Skenario Cinta, Episode 3"