Friendship Always, Selaras Yang Bertepi. Episode 18, Novel Remaja Romantis
Novel Selaras Yang Bertepi Terbaru
Dimulailah film terputar dengan suara cukup mencekam, karena suasana yang sekarang ditampilkan seperti pada sebuah tempat di tengah hutan berantara, hadirlah sebuah gerombolan anak muda sedang berjalan membawa tas selempang punggung. Nada suara semakin mengendali netra untuk tetap terpaku menatap setiap kejadian yang terjadi, walau sisi mistis mulai bisa terasa.
Segera menyelesaikan makan supaya bisa fokus melihat tayangan film hantu tersebut, seraya tangan meraih sate usus pada piring di depan, meski hanya berdurasi satu setengah jam setiap adegan sangat seram. Bahkan Elin lebih banyak memejamkan mata untuk menghindari melihat hantu.
Tanpa terasa makanan seketika tandas tanpa sadar, apalagi Rendra akan banyak menerima makanan dari Elin yang tidak habis, kadang-kadang momen ini yang akan terus dirindukan setiap saat. Karena kebersamaan sudah lama terlewati berdua, walau kadang sering berbeda selisih atas ucapan.
“Rendra, gue sudah ngantuk....” menutup mulut ketika menguap, “Tapi gue takut di rumah sendirian, mama belum pulang lagi!”
“Gue bakal di sini tunggu Tante Bella pulang, elo tidur saja sana, sudah malam juga. Kalau tante datang, gue bakal pulang!"
“Gue tidur di sofa saja enggak berani di kamar” berjalan mengambil bantal juga selimut dengan ragu-ragu, apalagi film hantu belum selesai.
“Jangan lupa gosok gigi sekalian cuci muka!” kata Rendra sedikit teriak agar Elin yang masuk ke dalam kamar mendengar ucapannya.
Kini Elin sudah tertidur lelap pada sofa belakang Rendra menyenderkan punggung, terdengar suara pesan masuk pada ponsel milik Elin, ketika dilihat itu berasal dari Darian. Sudah jelas langsung dibuka, apalagi Rendra tahu password membuka ponsel tersebut, hanya sekedar pesan ucapan selamat malam juga selamat tidur.
Tetapi Rendra memilih untuk membacanya tanpa membalas pesan, karena tahu itu tidak harus dilakukan, apalagi dari beberapa pesan obrolan Elin dan Darian begitu banyak. Tiba-tiba timbul rasa tidak suka jika itu terus-menerus terjadi, tetapi Rendra memilih untuk diam, karena yang selama ini diharapkan Elin untuk menjadi pacarnya hanya Darian.
Namun itu terasa sangat menyakitkan, diletakkan kembali ponsel pada posisi semula, terdengar seseorang memasuki rumah. Rendra menoleh ke belakang lalu beranjak dari tempat duduk, “Eh, Tante Bella!”
“Ada Rendra ternyata” berjalan lebih mendekat, “Elin sudah tidur ternyata, tante boleh minta tolong enggak?”
“Minta tolong apa tante?”
“Tolong bopong Elin ke dalam kamarnya ya, kasihan tidur di sofa!” jelas Mama Bella duduk pada kursi, yang satu tempat dengan ruang keluarga sebelah televisi, juga lampu hias berdiri kokoh berwarna kuning.
“Iya tante” dengan perlahan Rendra mendekat pada posisi Elin agar tidak terbangun ketika dibopong olehnya, walau situasi sekarang seakan sangat tidak menentu sebab detak jantung berdebar kencang, baru pertama kali ini bisa merasa dekat.
Rendra berjalan dengan hati-hati memasuki kamar juga meletakkan tubuh Elin yang sudah tertidur pulas, sejenak ingin sekali memerhatikan wajahnya ketika sedang tertidur terasa sangat menenangkan, ditarik selimut untuk menutupi tubuh agar tidak kedinginan.
“Selamat malam, Elin. Gue pulang dulu ya!” jelas Rendra mengecilkan suara seraya menjauhkan anak rambut yang menutupi wajah manis miliknya, tidak lupa memberi senyuman bahagia sebelum keluar kamar.
“Tante, Rendra pamit pulang!”
“Iya, terima kasih sudah mau jaga Elin!”
“Iya, tante.”
***
Terdengar langkah kaki memasuki kelas, sudah jelas itu Rendra dan Ghazi, dengan santai memasuki kelas tanpa rasa bersalah. Melihat sesaat keberadaan guru, melihat langkah kaki mereka menuju tempat duduk, sejenak Rendra malah berbicara kecil pada Ghazi sebelum mendaratkan pada kursi.
“Cepat duduk!”
“Iya Bu” jawab Rendra duduk dekat Elin, tidak ada saling menegur yang selalu dilayangkan untuk menghapus rasa sepi, apalagi tadi bagi Rendra berkata tidak bisa berangkat sekolah bersama.
“Kumpulkan tugas di meja depan segera!” diambil buku pelajaran pada meja di depannya, “Buka halaman selanjutnya kerjakan, nanti kita bahas bersama-sama, kalau ada yang kurang paham coba cari tahu hingga menemukan jawaban.”
Rendra akan mengambil buku bahasa Inggris dari dalam tas, ketika resleting dibuka hanya ada dua buku tulis di mana buku tersebut hanya mata pelajaran lain, dicari kembali buku yang akan segera dikumpulkan namun tidak ada sama sekali.
Bisa dikatakan kalau buku bahasa Inggris sepertinya tertinggal di rumah, apalagi bukan hanya buku miliknya sendiri, tetapi buku milik Elin yang dua hari lalu dipinjam setelah sampai di rumah.
Rendra mengangkat tangan kanan, “Bu, buku saya tertinggal di rumah, punya Elin juga”
Mendengar penjelasan itu Elin baru teringat kalau buku miliknya dipinjam, “Kok bisa ketinggalan?”
“Kemarin gue ngerjain tugas di meja kamar, tapi lupa gue taro di tas!”
“Kalian berdua berdiri di belakang sampai jam istirahat!” kata guru pengajar beranjak dari tempat duduk, “Kenapa baru ini yang dikumpulkan, ayo anak-anak cepat. Saya kasih waktu sepuluh menit kalau enggak kalian berdiri di belakang juga!”
“Bentar Bu tinggal dikit” ucap salah satu cowok sedang menyalin jawaban begitu juga dengan beberapa cowok terkenal bandel, sedangkan siswa cewek-cewek sudah pasti rajin-rajin karena takut dihukum berdiri, bukan karena pintar bahasa Inggris.
Pelajaran di dalam kelas lebih tenang dari biasanya, pasalnya Rendra seakan membungkam semenjak berdiri di belakang, karena sedang bertengkar antara hati dan logika. Sebenarnya ingin bertanya, mengenai obrolan kedekatan Elin dengan Darian yang hampir setiap malam berkomunikasi lewat ponsel.
Tetapi Rendra memilih untuk urung, semua itu dilakukan agar tidak terlalu merasa sakit hati, walau pesan semalam hanya singkat. Namun itu sangat luar biasa kecemburuan dalam relung jiwa, seakan benak selalu berpikir yang bukan-bukan.
Amatan netra menatap lurus papan tulis berwarna putih bersih, hanya ada goresan tinta hitam pada ujung kanan atas sebagai penentu tanggal pembelajaran. Mengamati seberapa lambat jarum jam dinding berganti posisi memutari bentuk lingkaran, walau tahu ini masih jam pelajaran pertama, tetapi mengapa begitu terasa lama.
“Ren, tumben elo diam terus. Lagi ada masalah?” berbisik dengan kepala sedikit mendongak melihat wajah Rendra yang terus datar menatap ke depan.
“Enggak ada.”
“Elo marah sama gue, bukannya semalam enggak ada apa-apa, kenapa sekarang muka elo cemberut gitu?”
“Gue lagi enggak mood.”
“Kalo ada salah gue minta maaf, tapi jangan diamin gue kayak gini, enggak enak tahu!”
“Elo enggak salah, Ra!” sejenak terdiam, “Gue yang salah!”
“Soal buku bahasa Inggris, elo enggak salah kok. Masih ada waktu buat kumpulin minggu depan, hari ini gue enggak bawa buku catatan sejarah, biasanya elo selalu ingatin gue!”
“Makanya sebelum berangkat di cek, ada yang tertinggal apa enggak, pakai buku punya gue saja di dalam tas!” kalau sudah nyerocos begitu Rendra sudah tidak lagi cuek padanya, hal itu membuat senyuman tipis setelah diperhatikan walaupun kena omelan.
“Nanti pelajaran sejarah di perpustakaan, di suruh merangkum....”
Belum selesai berkata langsung diserobot, “Elo saja yang rangkum di buku catatan, gue mau lanjut main game...”
Judul : Selaras Yang Bertepi
Penulis : @lianasari993
Post a Comment for "Friendship Always, Selaras Yang Bertepi. Episode 18, Novel Remaja Romantis "