Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Ngedate Nuansa Tradisional Jogja, Selaras Yang Bertepi. Episode 20, Novel Remaja Romantis

Novel What Really Is Our Relationship Terbaru



Jl. Sriwedani No.1, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tempat pemberhentian kendaraan bermotor, kala itu sekeliling telah ramai kedatangan orang-orang, yang akan menyaksikan langsung pentas seni. Cuaca begitu sangat mendukung, kala hamparan hitam berhias gemintang.

Bersama musik gamelan sebagai salam pembuka pada acara malam ini. Pertama-tama bonang mulai ditabuh, salah satu instrumen dalam gamelan yang mengeluarkan suara yang sangat khas. Terdapat benjolan di atas permukaan bonang yang berada di tengah bundaran atau pencon.

Diikuti saron, instrumen musik yang hampir sama, namun bentuknya lempengan persegi panjang yang melengkung yang disebut wilahan. Masih keluarga balungan, terdapat 4 buah saron yang semuanya termasuk dalam versi pelog dan silendro. Cara di tabuh yang terbuat dari bahan kayu dengan bentuk menyerupai palu.

Samar-samar kenong dipukul dengan kayu yang dililit kain, sebagai penentu batas gatra atau penegas irama. Jika saron dan kepung dimainkan bersamaan, sudah jelas bahwa kepong akan ikut mengiringi.

Perlahan kepung ikut terdengar, perangkat gamelan yang menjadi satu perangkat dengan gong, memiliki bentuk lebih kecil dan di gantung menggunakan tali. Semakin kecil ukuran kempul maka suara yang dihasilkan semakin tinggi.

Kalih yang besar juga ikut mengiringi meski hanya pukulan pelan, selang beberapa menit kebar berukuran sedang dipukul lebih banyak dan cepat. Lain dengan ketipung berukuran kecil masih belum berbunyi, tiga nama itu masuk dalam jenis kendang.

Demung termasuk keluarga balungan, seperti saron. Terdapat dua buah demung yang mempunyai versi pelog dan slendro pada satu set gamelan, menghasilkan nada oktaf terendah, memiliki wilahan lebih tipis tetapi lebih besar dibanding saron.

Gender juga ikut menyertai, alat musik yang termasuk dalam kategori metalofon menjadi bagian dari gamelan Jawa dan Bali. Nada yang dihasilkan berbeda-beda tergantung pada tangga nada yang digunakan. Gender memiliki 10 sampai 14 bilah logam yang bernada, logam ini biasanya terbuat dari kuningan.

Semua alat musik dimainkan, ketika suara tembang diucap lantang. Sekitar beberapa menit saja, hingga hening sesaat. Kebar berukuran sedang (kendang) mulai dipukul bersamaan dengan biola, diikuti rebana samar-samar terdengar. Tidak lupa seorang sinden berdandan cantik mulai menunjukkan suara, diiringi gamelan.

Alat musik yang dimainkan terdiri dari gong, kenong, saron, bonang, demung, peking, gender, slenthem, biola, gendang,rebana,suling, cengceng kricik atau kecrek. Lagu daerah Jawa Tengah dinyanyikan diiringi gamelan.

Kehadiran dua pembawa acara sebagai tanda, bahwa permainan gamelan tradisional akan ditunda sejenak. Tersebab acara kedua sudah waktunya untuk ditampilkan, bahkan tepukan penonton menggema mengiringi antusias pertunjukan selanjutnya.

Tidak mau kalah dengan yang lain Elin dan Darian bertepuk tangan juga. Hawa Jogja malam ini memang tidak begitu dingin, mungkin karena sekeliling dihiasi lampu kuning pada setiap sudut, begitu pula hiasan lampu lad ikut memeriahkan.

Getaran benda berukuran pipih pada tas mini, “Habis ini langsung pulang ya, aku dicariin!”

“Enggak lihat-lihat di dalam?” kata Darian yang sebelumnya ingin mengajak melihat koleksi seniman.

“Lain kali saja, aku enggak boleh pulang terlalu malam”

“Ya sudah, kalau kamu ngantuk bilang!”

“Iya. Aku sudah lama enggak nonton ketoprak, sayang banget kalau buru-buru pulang” hanya anggukan dan senyuman yang diberikan Darian bersama suara musik terdengar.

Ketoprak merupakan pertunjukan rakyat yang memiliki gabungan unsur-unsur tari suara, musik, sastra, drama, dan lain-lain. Diperkirakan lahir di daerah Jawa Tengah termasuk Yogyakarta, kapan dilahirkan, di mana, dan siapa penciptanya tidak dapat dinyatakan dengan pasti.

Di Yogyakarta, jenis ketoprak dari daerah ini mempunyai gaya khas yang dinamakan ketoprak Mataram, lawannya adalah ketoprak pesisir yaitu, ketoprak yang tumbuh di luar Yogyakarta. Pada mulanya, ceritanya diambil dari kehidupan para petani dengan maksud untuk memajukan pertanian, cerita lainnya berlatar belakang sejarah.

Ketoprak Mataram telah menyatu dengan kehidupan, adat istiadat, bahasa, dan kejiwaan masyarakat. Unsur tradisi yang tidak bisa terlepas dari perkembangan di antaranya ontowecana, unggah-ungguh, tembang, keprak, serta iringan unsur busana atau kostum yang dipakai pemeran ketoprak juga mengandung ajaran watak dan kedudukan seseorang.

Adegan pakem yang selalu ditampilkan dalam setiap pertunjukan adegan perang, adegan lawakan, dan adegan percintaan. Di samping adegan pakem yang selalu ada dalam pertunjukan ketoprak, ada empat unsur penting yang ada pada struktur dramatik Ketoprak, yaitu; tema, alur/plot, penokohan/karakteristik dan konflik.

Sebagai pembawa acara, sambutan penutup mulai dilontar, dengan susunan pada kertas dipegangnya. Kembali musik gamelan terdengar, tidak lupa suara merdu dari seorang sinden, dari kelihatannya masih tampak muda. Tetapi dalam membawakan tembang begitu indah.

“Darian, pulang sekarang ya!” Elin sudah merasa kantuk, dilihatnya Darian lebih dulu beranjak.

“Enggak makan dulu, di dekat sini?”

“Boleh deh”


                             ***


Terdengar suara bel masuk pelajaran pertama akan segera dimulai, ruang kelas yang tampak beberapa siswa kini telah terpenuhi, hiruk-pikuk mengisi ruangan berukuran 6m × 4m. Diikuti langkah kaki sepatu kulit terdengar berjalan menghampiri ruang kelas, sudah pasti itu guru pengajar sejarah, karena pada ketukan langkah sedikit menyeret.

“Selamat Pagi!”

“Pagi”

Rendra mengangkat tangan kanan, ketika guru pengajar duduk pada kursi, “Pak, saya boleh kasih saran enggak?”

“Saran apa?”

“Gini loh pak, selama ini kita semua belajar sejarah itu terlalu berdiam diri di ruang kelas, gimana kalau cara belajarnya keluar kelas gitu. Biar kita enggak bosan, contohnya ke tempat bersejarah yang ada di Jogja”

“Setuju pak” sahut Farrel sekejap mengikuti saran yang dikatakan Rendra, karena untuk bisa keluar kelas di waktu pelajaran yang membosankan bikin mengantuk, sebab guru sejarah menjelaskan selalu saja lambat seperti menidurkan.

“Ide bagus” sahut salah satu cowok sudah pasti ikut-ikutan.

“Bilang saja elo malas pelajaran” bisik Ghazi sudah tahu maksud dari awal jika mengatakan beberapa tempat wisata, “Mending ke mana ya?”

“Lo tahu saja” jawab Rendra tersenyum, sedikit mengeraskan suara untuk mencari dukungan dari yang lain.

“Bapak akan membicarakan ini ke kepala sekolah, jika mendapat izin, bakal bapak kasih tahu lewat grup kelas. Karena besok masih hari biasa, mending ke Benteng Vredeburg Yogyakarta.”

“Makasih pak” serentak.


                           ***

Read More.....

Judul : Selaras Yang Bertepi 

Karya : lianasari993


Woww...


Memilih jalan berdua dengan nuansa tradisional sangatlah jarang ada di era modern, justru tempat nongkrong kekinian lebih banyak di minati. Maka dari itu izinkan aku sebagai penulis, menambah kesan romantis dengan cari ini.

 Ini bukan hanya kisah cinta yang dibikin novel, tetapi juga memberi edukasi lewat pesan tersirat juga tersurat. 

Semoga pembaca tidak bosan menunggu karya selanjutnya, tetap ikuti chapter terbaru. Selain itu, agar bisa kenalan langsung aja samperin Instagram-nya di @lianasari993

Selain itu ada juga puisi terbarunya  


lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Ngedate Nuansa Tradisional Jogja, Selaras Yang Bertepi. Episode 20, Novel Remaja Romantis "