Boleh Aku Rindu? Selaras Yang Bertepi. Episode 27, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi Terbaru
Tidak ada seorang anak bisa memilih dilahirkan oleh siapa!
Tidak bisa memilih kebahagiaan, jika sejak awal sudah disalahkan!
Lantas siapa yang salah?
Ibu, pergi bekerja menjadi TKW. Sejak umur Darian kurang dari satu tahun, bisa dibilang tidak menerima kehadiran, seorang bayi ada di dalam rahimnya. Namun hanya itu yang dapat diketahui, nenek merahasiakan semua dan bilang kamu anak baik yang sengaja Tuhan ciptakan untuk belajar banyak hal.
Kadang dalam benak sering bertanya, mengapa anak lain begitu bahagia bisa dekat dengan orang tuanya, walaupun itu tidak utuh. Iri, bagaimana rasanya disayang orang tua.
“Darian kok bengong?” tanya Elin duduk di teras melihat anak kecil bermain.
“Gimana sih rasanya dimarahi orang tua, kalau pas kita lagi salah?”
Pertanyaan itu membuat Elin menengok, namun memilih untuk merenung sejenak. Tidak tahu harus menjawab apa, sebab sudah lama komunikasi hangat di keluarganya berubah. Namun, tidak dapat disangka kalau Darian menahan air mata, saat seorang anak dimarahi tidak mau mengaji oleh ibunya.
Kena marah hanya karena kesalahan kecil, mendapat nilai jelek, bangun kesiangan pas mau sekolah. Menonton televisi bersama, jalan-jalan meski hanya ke taman, makan dengan lauk sederhana. Saling usil untuk menciptakan tawa, saling mengerti satu sama lain.
Teriak panggil orang tua, ketika ada orang yang jualan keliling depan rumah, merengek minta dibelikan mainan. Seperti itu sangat menyenangkan, selama ini hanyalah itu selalu berputar dalam benak, mengapa itu begitu mustahil terjadi?
“Aku iri.” Kata yang sama, Elin juga pernah mengalami apa yang dirasakan Darian, mengenai sebuah arti orang tua dan keluarga.
Tempat tinggal Darian memang banyak anak kecil, bahkan mereka berkumpul sambil main sepakbola, tidak peduli anak cowok maupun cewek. Tertawa bahagia, bagai berkata bahwa masa kecil jangan pernah disia-siakan. Sebab beranjak dewasa bukanlah hal mudah, ingin sekali mempunyai kenangan seperti mereka.
***
Mentari telah datang menampilkan cahaya tidak begitu terang, hawa sejuk hanya berasal dari pohon sekitar, udara sedang bercampur polusi kendaraan. Hanya segelintir burung-burung liar terbang, seakan berkata bahwa populasi akan menghilang, searah mengepakkan sayap beriringan.
Pintu rumah telah tertutup kembali, netra nampak berbinar-binar dengan bulan sabit sebagai pelengkap, pandangan menatap sekeliling tampak sepi. Walau hanya kendaraan silir berganti, rumah yang sering dikunjungi mungkin akan sulit dikunjungi kembali.
Mengenai sebuah hubungan baru antara dua insan saling mencintai, untuk saling percaya dan menjaga sanubari satu sama lain. Sebab kini Elin telah menjadi kekasih Darian. Rendra juga menyadari hal itu, walau harus menutupi rasa sakitnya.
Asing, ketika persahabatan yang telah terjalin lama, harus memberi garis sebagai batas ikatan, momen yang sering terlewati setiap kali berangkat sekolah sekarang sudah berbeda. Mengapa ini harus terjadi?
“Rendra” panggil Elin melihatnya baru keluar rumah sambil melihat layar ponsel, seperti sedang mengetik beberapa huruf sebelum akhirnya terkirim.
Pandangan beralih pada pemanggil, diam sesaat untuk memandang dalam kebisuan, “Belum berangkat?”
“Lagi tunggu Darian, tumben elo jarang hubungi gue lagi?”
“Enggak sempat, sudah jam segini enggak takut telat?” Rendra sejenak melihat jarum jam pada tangan sebelah kiri, lalu kembali melihat Elin yang berseberangan jalan depan rumah.
“Kayaknya bakal telat, tapi gimana lagi Darian belum datang!” celingukan mencari tahu mengenai kendaraan milik Darian yang belum kunjung datang segera.
“Dasinya ke mana?” Hal yang sering kali terucap, “Buruan dipakai daripada kena omel guru kesiswaan”
“Oh iya lupa, makasih Rendra!” diambilnya dari dalam tas bagian depan, “Maaf ya, beberapa hari ini enggak gue buatin bekal”
Menghembuskan nafasnya, “Enggak pa-pa!”
Meski sebenarnya itu kenapa-napa. Terasa aneh sudah beberapa kali tidak merasakan roti bakal bikinan, Elin. Tetapi, mau bagaimana lagi. Mau ngambek tapi bukan siapa-siapa, serba salahkan. Memang roti tidak membuat Rendra kenyang, melainkan bikin Rendra bahagia atas perhatian kecil itu.
Lima menit kemudian kendaraan berhenti pada pelataran, “Maaf aku telah, ayo masuk keburu terlambat sekolah!”
“Jangan ngebut!” Elin dan Darian telah pergi.
Rendra hanya bisa memandang dengan menyembunyikan cemburu yang teramat dalam, belum bisa menerima kalau Elin sudah tidak lagi bisa berangkat bersama, hanya karena salah satu memiliki kekasih. Ingin rasanya menanyakan mengenai perubahan yang telah terjadi, namun Rendra memilih untuk diam dengan ribuan pertanyaan menyakitkan.
“Gue cemburu, Ra!” gumam Rendra menaiki kendaraan bermotor yang dulu pernah digunakan berboncengan ke manapun, kini hanya meninggalkan kenangan yang teramat dalam berkesan di sanubari.
***
Semenjak Elin berpacaran waktu terlalu begitu sunyi, canda tawa seketika berkata untuk segera menyudahi, hingga omelan yang selalu terdengar tiba-tiba terpadam dalam kurun waktu cepat. Dulu memberi keceriaan hari-hari bersama, namun apalah daya ceria itu hanya sekedar saling memandang tanpa bicara.
Pandangan netra menatap lurus pada lapangan upacara, di mana barisan cowok jurusan IPS kelas dua belas tengah dihukum karena tidak mengerjakan PR. Memberikan hormat pada bendera merah putih, di bawah terik mentari yang perlahan mulai terang, namun tetap saja mereka berbicara agar bisa mengusir rasa bosan.
Netra ini tertuju pada Rendra, tanpa ada sedikit suara keluar dari mulut, berharap akan kuat di bawah terik mentari. Apalagi mengingat dirinya belum sarapan, sadar bahwa kini ada jarak, tapi hati Elin seakan ingin memberontak.
Sejak dari kelas benak sibuk dengan sendirinya, segala ocehan luar dari mulut Darian seketika hilang terbawa angin, Elin tetap melihat Rendra dan Rendra membalas tatapan itu. Tidak lupa memberi senyum hangat sebagai tanda bahwa dirinya baik-baik saja, tapi tetap khawatir, hanya kata maaf yang tidak bisa diungkapkan secara langsung.
“Lin, kamu dengar kan apa yang aku omongin?” tegur Darian yang dari tadi melihat depan, tapi belum juga mendapatkan sahutan lalu menengok keberadaan Elin di sebelahnya.
“Kamu bicara apa, maaf aku enggak dengar?”
“Kamu bisa enggak fokus sama obrolan kita, jangan fokus ke yang lain, apa kamu mikirin Rendra?”
“Maaf. Aku kurang fokus, kamu lanjutan mau ngomong apa, aku bakal dengerin!”
“Sudah enggak mood” menggandeng tangan Elin berjalan lebih cepat ke kantin, “Aku sudah lapar!”
Ghazi yang sedari tadi mengamati langsung tertawa dengan raut wajah Rendra, “Ada yang lagi cemburu”
“Berisik elo. Ketahuan bakal dihukum lagi mana itu guru enggak datang-datang, jam istirahat bunyi dari tadi, lapar lagi...”
“Lapar apa lapar...” canda Ghazi, “Kalau cemburu bilang saja, enggak usah cari alasan, gue sudah kenal elo lama. Darian tadi kayaknya marah!”
“Ha?”
“Kepo nih” pukulan mendarat pada lengan, “Iya gue cerita. Dari awal Elin turun tangga, dia lihat elo terus, sampai-sampai enggak peduli sama Darian yang ngajak ngomong. Makanya Darian marah, terus tangannya Elin ditarik pergi biar enggak lihat elo!”
“Berani-beraninya dia kasar sama Elin” itu saja sudah membuat Rendra marah, “Awas kalau ketemu sama gue, habis elo!”
“Kalau berantem sama Darian, Elin bakal makin jauhin elo, mending biarin saja dulu!”
Post a Comment for "Boleh Aku Rindu? Selaras Yang Bertepi. Episode 27, Novel Remaja Romantis "