Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Posesif, Selaras Yang Bertepi. Episode 29, Novel Remaja Romantis

What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi Terbaru 



Terhenti kendaraan pada halaman restoran lumayan luas. Pintu transparan berasal dari kaca memperlihatkan isi ruangan area dalam, bergaya klasik namun sangat terlihat berkesan oleh bahan dasar kayu jati. Sambutan hangat seorang pelayan mengarahkan pada tempat yang berada di bagian dalam, dekat taman sekaligus kolam ikan emas, udara sejuk tetap terasa nyaman.

Meja berbentuk kotak dengan ukuran sisi sama, tampak tisu kecil juga tanda pada nomor meja tersebut, angka tiga sebagai pengingat ketika pelayan mengantar makanan.

“Kamu suka kan makan di sini?”

“Suka banget. Aku enggak pernah datang ke sini, makasih sudah ajak makan di sini!”

“Justru aku senang kamu suka tempatnya, lain kali kita bisa datang ke sini lagi...”

“Iya, makasih.”

Dikeluarkan benda pipih dari dalam saku jaket, sidik jari telunjuk berhasil membuka layar ponsel tersebut, teralih ibu jari sebelah kanan mendarat pada aplikasi kamera. Dalam sekejap ponsel beralih pada tangan kiri sedangkan tangan kanan menggenggam hangat tangan milik Elin, diabadikan momen penting pada jepretan beberapa kali hingga tersimpan pada galeri.

Tidak lupa keduanya foto bersama sebari menunggu pesanan datang, gaya manis hingga meringis terabadikan, saling melempar canda akan kekocakan yang dihasilkan.

Kini ponsel telah tergeletak pada meja, basa-basi untuk menjadi agar hubungan tetap terbawa santai, “Elin, aku boleh enggak lihat hp kamu?”

“Buat apa?” bertanya sembari memberi ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja depannya, tidak lupa membuka layar dengan sidik jari telunjuk pula.

“Aku kan pacar kamu, boleh enggak nomor cowok-cowok di hp, aku hapus?”

“Boleh, tapi kalau punya Rendra sama Ghazi jangan, kalau ada perlu bakal ribet!”

“Kan ada aku, boleh ya aku hapus...!” kembali membujuk supaya boleh dihapus terutama Rendra, karena bisa saja sewaktu-waktu memberikan kabar jika tidak diketahui olehnya.

“Iya deh hapus saja, emang kenapa sih? Lagi pula aku, Rendra sama Ghazi teman doang, terus kalau tanya tugas gimana?”

“Elin” tutur Darian lembut sambil menggenggam tangan, “Aku enggak mau pacar aku simpan nomor cowok lain”

“Tapi...”

Belum usai berkata sekejap terpotong dengan tatapan yang diberikan Darian, “Lin, cuma aku yang boleh hubungi kamu, jangan ada cowok lain. Kamu paham kan?”

“Iya aku paham”

“Sekarang kita makan” jelasnya melihat pelayan tadi menghampiri membawa nampan terbuat dari kayu dengan polesan halus juga mengkilap, diikuti pelayan satu lagi membawa minuman.

“Terima kasih” kata Darian ketika pesanan sudah diletakkan pada meja.

“Sama-sama” jawab salah satu pelayan menunduk sejenak lalu pergi.

“Selamat makan” ucap Darian mengambil garpu dan pisau yang terbungkus tisu berwarna putih pada meja bersebelahan steak dihidangkan, sedangkan minum terletak di depan piring.

“Selamat makan” Elin tersenyum lalu mulai menikmati makanan sambil merasakan udara sejuk melewati lengannya.

Tempat makan ini lebih banyak disewa oleh siapapun yang ingin mengadakan dinner, rapat, pesta, bahkan tunangan. Jangan heran beberapa spot menarik pada setiap sudut ruangan cocok sekali untuk diabadikan oleh kamera ponsel maupun kamera digital, lihat saja taman pada sudut dekat kolam ikan, tampak cewek-cewek bergantian foto.

***

Hubungan komunikasi perlahan mulai merenggang, timbul rasa khawatir setiap waktu kurang bertemu, kadang muncul rasa cenburu saat melihatnya bahagia dengan yang lain. Rindu seakan berkecamuk setiap waktu, kebersamaan yang dulu sudah tidak lagi terlalui, namun mengapa perasaan cinta itu begitu tulus menunggu.

Ini tentang kisah cinta dalam diam, diam-diam menyembunyikan perasaan juga menyimpan ribuan kata tanya yang belum tahu akan diucapkan kapan! Padahal sudah lama saling memahami, lewat amatan netra tetap memantau segala keadaan, berandai-andai sambil tersenyum bahagia dibalik persembunyian.

Apa kabar? Rindu ini telah lama ingin bertemu dengan jarak seperti dulu, bukan hanya sekedar berpapasan tanpa suara, melainkan saling melempar canda dan tawa. Apa tidak ada rindu? Jelas-jelas hingga kini masih menjadi misteri asmaraloka atau sekedar harapan yang tidak bisa dimiliki?

Entahlah, sekali lagi kata ini akan terucapkan kembali. Apa kabar, adakah rindu? Jangan biarkan cinta terlalu lama menunggu, bukankah itu sangat menyakitkan. Dari sekian banyak ciptaan hanya satu yang membuat sanubari memutuskan untuk setia menanti waktu dipersatukan kembali.

Dari balik kaca jendela kamar, angkasa berhias bintang gumpalan awan masih tampak cantik, cahaya rembulan teramat tenang setiap kali mata memandang. Langkah kaki berjalan menuju balkon depan kamar, menatap wajah ceria yang sebelumnya selalu terpampang dengan panggilan ternyaman.

Namun, Elin kini sudah jarang duduk bersantai depan teras setiap malam menunggu penjual nasi goreng, saling memiliki kesibukan masing-masing. Elin dan Rendra sudah merenggang, saat ini hanya kenangan terindah sedang bergentayangan mengarungi lautan benak, Rendra tetapi memilih membisu sejak pulang bekerja.

Dan kembali terulang luka hati harus bergejolak dalam sekejap, ketika melihat Elin datang berboncengan dengan Darian. Hanya melihat, senyuman yang dulu sering dimiliki, tapi mengapa senyum itu perlahan berkurang. Ingin tanya mengapa, tapi Rendra urung lagi!

Yang sekarang terjadi hanya cemburu dari jauh, mengapa tidak terima ketika Elin bisa mendapat kebahagiaan dari cowok lain, beredar emosi tertahankan lagi. Embusan nafas panjang sedikit meredakan lara pada batin Rendra, yang terlihat hanya Elin masuk ke dalam rumah setelah memastikan kepergian mobil tersebut.

“Kapan kita bisa bersama lagi, Lin? Gue kangen banget sama elo......” monolog Rendra berbalik badan kembali masuk ke dalam kamar, karena mata terasa kantuk butuh istirahat hingga menanti kehadiran sang fajar.

***

Kini kehadiran sang fajar telah menyambut hangat. setiap hari selalu bersama, hampir segala aktivitas Darian ingin mengetahui. Hanya di dalam kelas ketika pelajaran Elin sesekali berbicara dengan Rendra dan Ghazi, walaupun tangan sibuk mengetik obrolan pada layar ponsel untuk Darian.

Lagi apa? Jangan suka ngobrol kalau di kelas, fokus sama penjelasan guru dan masih banyak lagi. Apa mungkin itulah yang dilakukan ketika menjalin hubungan dengan seseorang?

Saling mengirim stiker sebagai pengganti obrolan, hingga melupa bahwa obrolan yang sedang nyata di depan mata malah dihiraukan. Ternyata benar, yang ada di dekat terasa jauh, sedangkan yang jauh terasa dekat.

“Terus saja main hp” sindir Farrel yang duduk di dekat Ghazi, melihat wajah Elin sulit berpaling dari layar ponsel.

“Bentar gue balas dulu....”

“Nanti malam ngumpul di kafe gue, bisa enggak?”

“Gue enggak bisa janji, takut enggak dapat ijin Darian”

“Ya elah, cuma nongkrong di kafe kayak biasanya, masa enggak boleh...” jawab Ghazi sedikit sebal, “Orang tua elo saja enggak ngelarang”

“Nanti gue tanya ke Darian dulu, boleh apa enggak!”

Datanglah guru pengajar sejarah memasuki kelas, seperti biasa pelajaran kali ini masih ada hubungannya dengan kegiatan yang dilakukan di museum. Hasil foto telah di edit sebelum digunakan mengajar, jadi sekarang waktunya membahas materi tersebut.

Read More.....

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Posesif, Selaras Yang Bertepi. Episode 29, Novel Remaja Romantis "