Aku, Kamu dan Dia, Selaras Yang Bertepi. Episode 34, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi
“Parah banget, elo tahu enggak waktu Ghazi rebut bola.....” tidak perlu Rendra menjelaskan secara rinci pasti semua sudah mengetahuinya, untuk saja wasit waktu itu cepat menghampiri kalau tidak sudah jadi perkelahian di lapangan.
Anggota futsal saling menimbrung obrolan sambil menikmati makanan, jangan heran kantin semakin gaduh, dengan berbagai macam canda dan tawa. Terutama beberapa meja dijadikan satu, agar dapat berkumpul sambil menunggu bel masuk berbunyi, meja terlihat penuh oleh makanan dan minuman berserakan.
Adik kelas yang datang hanya beberapa makan di kantin, mungkin karena tempat yang tersedia banyak digunakan, jadi mereka memilih untuk membawa ke kelas. Meski ada saja beberapa anggota futsal hobi menggoda cewek ketika mereka memasuki kantin, karena letak nongkrong kali ini dekat pintu masuk.
Hal begini memang telah menjadi kebiasaan, jangan heran jika cewek-cewek pemalu selalu putar balik beli ke koperasi sekolah daripada kantin, untuk menghindari godaan cowok. Berbeda dengan cewek bar-bar selalu saja memanfaatkan waktu untuk menarik perhatian, hanya saja itu akan menjadi bahan candaan.
Lain dengan Rendra, melihat teman-teman melempar gombalan yang kadang bikin tertawa, apalagi beberapa berasal dari pencarian internet atau media sosial. Kadang Ghazi selalu bilang ingin berbicara dengan Keisha sebentar, namun masih di kantin berbeda tempat duduk, sedikit menjauh dari keramaian.
“Maaf, aku ke kantin duluan sama anak-anak!” jelas Ghazi duduk di bangku berhadapan dengan Keisha, “Teman kamu mana?”
“Mereka pada beli online tadi. Tapi aku sudah janjian sama Elin di kantin, dia lagi antar buku ke ruang guru!”
“Kalau gitu aku temani bentar sambil Elin datang!....”
“Yakin, itu temanmu lihat ke sini terus...” tunjuk Keisha dengan bola mata hitamnya itu.
“Biarin. Mereka lagi bahas futsal”
“Mau tanding kapan?”
“Dua hari lagi, makanya aku mau izin ke kamu, kalau nanti enggak bisa pulang bareng. Habis ini, aku sama anak-anak mau latihan futsal di tempat biasanya sama guru olahraga. Kamu enggak pa-pa kan pulang sendiri?”
“Biar pulang sama gue!....” sahut Elin duduk di sebelah Keisha.
“Langsung pulang ya..!” Ghazi mengalihkan pandangannya pada Elin, memang keduanya kalau ada kesempatan pulang bareng, suka pergi ke kafe atau nonton bioskop.
“Ngapain lihat-lihat gue....” ucap Elin sewot, “Sana elo gabung sama geng elo!”
“Oke gue pergi.” Ghazi beranjak ke tempat semula, kembali membahas futsal yang belum selesai.
***
Suara klakson sepeda motor berbunyi dua kali, bersamaan Elin keluar rumah sambil membawa buah tangan yang tadi dibeli pulang sekolah. Karena udara cukup dingin, Elin mengenakan sweter abu-abu tua dengan celana jeans hitam, dipadukan sepatu putih dan tas selempang hitam.
Rendra mengenakan sweater abu-abu tua dengan celana kain cream, memakai sandal jepit putih dengan tali biru, kalau tidak salah itu beli di warung dekat sekolah. Elin mengenakan helm pemberian Rendra, sebelum akhirnya beranjak menuju rumah Darian.
Jarum jam menunjukkan pukul 18.20 wib. Bisa dibilang Rendra baru saja pulang dari latihan futsal, “Ren, yakin elo enggak capek?”
“Enggak, cuma bentar doang kan ke sana?” sebenarnya Rendra cukup lelah habis sekolah, latihan futsal sekarang malah mengantar Elin. Namun Rendra tidak ingin Elin beranjak sendiri, terutama malam hari, ada rasa khawatir.
“Iyalah, enggak enak bertamu ke rumah orang lama-lama. Lagian ke sana kan mau jenguk nenek Darian, sekalian ketemuan....” jelas Elin tertawa kecil, bagai pepatah mengatakan sekali mendayung satu-dua pulau terlampaui.
Rendra memilih diam, melihat sekeliling penuh dengan lalu lalang kendaraan satu arah, jalanan kota Jogja ramai seperti biasanya. Hari ini langit hanya memiliki dua bintang yang menghiasi sedangkan bulan terlihat setengah, karena tertutup awan kelabu.
“Rendra, lapar enggak?” Elin merasa lapar melewati jalan penuh dengan orang jualan, bau asap makanan bikin perut keroncong.
“Dikit”
“Habis dari Darian beli nasi goreng yang tadi ya, kayaknya enak!...” saran Elin melihat gerobak yang dipenuhi pembeli, memang di situ jarang sepi mesti antre kalau beli.
“Beli nasi goreng doang apa jajan lain?”
“Nasi goreng saja”
Terhenti di sebuah pelataran luas, Darian sudah menunggu di teras depan rumah sambil duduk di kursi, sebelum berangkat ke sini Elin sudah mengabari lebih dulu.
“Hai” tegur Elin sudah berjalan menghampiri, “Kamu tunggu aku di sini, nenek sama siapa?”
“Sama mbak, barusan habis makan, sekarang lagi istirahat di kamar” mengajak masuk ke dalam, “Ren ayo masuk!”
“Iya, maaf gue datang enggak bawa apa-apa!” jelas Rendra berjalan mengikuti, diletakkan kunci motor di saku celana.
“Elo datang saja gue sudah senang” Darian mengarahkan ke ruang tamu yang dekat kamar depan tempat tidur neneknya, “Duduk dulu!”
“Mbah elo sakit apa?” Rendra duduk berhadapan dengan Darian, sedangkan Elin masuk ke dalam kamar melihat keadaannya nenek yang tidur.
“Darah tinggi sama kecapean”
“Semoga cepat sembuh”
“Makasih” Darian menuangkan teh hangat yang memang sudah disediakan, jika ada orang yang bertamu terutama tetangga dan saudara, “Gue tinggal bentar!”
Darian berjalan masuk kamar menghampiri Elin yang duduk di bangku plastik dekat tempat tidur, “Kangen...”
“Darian, jangan bikin malu. Kalau Mbah kamu dengar gimana?”
“Mbah tidur, mana tahu... Emangnya kamu enggak kangen sama aku?”
“Kangenlah”
Pukulan bambu terdengar dari luar, seraya seseorang berkata, “Nasi goreng.... nasi goreng.....”
“Ayo beli nasi goreng, mumpung abangnya ada di depan!” ajak Darian berjalan mendahului, diikuti Elin beranjak dari tempat duduk.
Seperti biasa penjual nasi goreng selalu berhenti di dekat pos ronda, Darian menghampirinya, “Bang, nasi goreng tiga ya!”
“Makan sini apa di bungkus?”
“Makannya di rumah, tapi piring sama sendoknya pinjam, malas cucinya!”
“Oke siap, tunggu sebentar!”
Beberapa menit kemudian nasi goreng selesai dibuat, “tiga nasi goreng sudah siap!”
“Makasih bang” Darian membawa dua piring nasi goreng, sedangkan Elin membawa satu berjalan sejajar menuju rumah.
Darian memberikan nasi goreng satunya untuk Rendra, yang dari tadi di tinggal sendiri, “Makan, Ren!”
“Makasih”
Kali ini keberadaan Rendra hanya jadi penonton mereka berdua, jika boleh jujur kalau sekarang sedang cemburu, namun Rendra memilih untuk fokus makan. Tidak peduli apa yang mereka lakukan dan obrolkan. Jelas-jelas ingin sekali pulang duluan, tadi mana mungkin meninggalkan Elin sendiri, walaupun Darian mau saja mengantar pulang.
Rencana makan berdua nasi goreng di tempat tadi gagal, sekarang malah makan nasi goreng bertiga. Sepertinya keberuntungan sedang tidak memihak, untung saja sejak tadi bermain game online, sekedar mengusir rasa bosan.
“Kita sudah lama enggak makan bareng, jalan bareng!...” Elin bersikap manja, bukannya begitu jika sama pasangan rasa manja akan diperlihatkan.
“Kapan-kapan kita jalan, kan sekarang kita sudah makan bareng...”
Batin Rendra sudah komat-kamit ingin sekali melempar sendok, pikiran memanas mendengar obrolan mereka, kalau bukan demi Elin....
Sudahlah, tidak perlu dijelaskan lagi.
“Iya sih, cepat masuk sekolah ya. Biar bisa barengan terus...”
“Besok aku sudah masuk sekolah, aku jemput ya!”
“He’em. Aku tunggu!”
“Tapi pulang sekolah enggak bisa jalan-jalan, aku mesti jaga Mbah di rumah. Mbak besok ada keperluan....” selama neneknya sakit hanya mbak kerabat dekat yang selalu ada.
“Iya, ngomong-ngomong mbak ke mana kok enggak kelihatan lagi?”
Post a Comment for "Aku, Kamu dan Dia, Selaras Yang Bertepi. Episode 34, Novel Remaja Romantis "