Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Kamu dan Segala Perhatiannya, Selaras Yang Bertepi. Episode 31, Novel Remaja Romantis

What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi 




“Kamu sering datang ke sini?” Darian mulai berbicara setelah kepergian Rendra dari pandangan, beralih netra saling menatap satu sama lain, jelas raut cemburu itu ada.

“Iya, sejak awal kafe ini ada. Biasanya kalau bikin tugas suka datang ke sini, biar bisa bareng Rendra sama Ghazi”

“Mulai sekarang kalau kerjain tugas di rumah ya.... Aku enggak mau kamu sering keluar malam, apalagi di sini terlalu gaduh ...”

Jika boleh berkata jujur, sanubari hanya terdiam mendengar pinta, tentang segala ucapan atau apalah itu. Sebenarnya mengerjakan tugas di rumah benar-benar melelahkan, karena hanya sunyi yang akan terasa, tetapi Rendra masih sering datang untuk mengajak mengerjakan tugas bersama.

Belum saatnya, Darian tahu apa yang terjadi di dalam keluarga juga masalah yang selama ini terjadi. Ada rasa takut, tapi tidak jelas kenapa?

“Aku malah suka di sini, kalau di rumah enggak ada temannya”

Terutama ketika orang tua lebih sibuk bekerja, pulang untuk tidur dan bangun untuk pergi bekerja. Begitu saja seterusnya, Elin suka keluar rumah, mencari peran yang tidak didapatkan dalam ruangan di sebut keluarga.

“Kalau kamu mau keluar izin dulu ke aku, kalau mau jalan-jalan harus sama aku. Karena kamu itu pacar aku!”

Perkataan Darian meluluhkan hati, ingin sekali mendengar itu setiap hati. Apa benar selama ini haus kasih sayang? Hanya mendengar kalimat singkat, namun hati terasa tenang.

“Iya aku tahu kalau kamu pacar aku, makanya tadi pas mau ke sini aku ajak kamu!” terlihat Ghazi berjalan menghampiri membawa pesanan yang sudah siap dengan kepulan asap samar-samar.

“Thank, Gha!”

“You’re welcome. Enjoy.”

“Setelah ini kita langsung pulang” Darian meminum kopi robusta, “Kok bengong?”

“Enggak kok” segera diminum capuccino perlahan sebab masih hangat.

“Aku senang kamu perhatian gini, makasih ya sudah perhatian”

Elin meminum hingga habis, lalu beranjak pergi meninggalkan cafe. Teras sekeliling masih tetap ramai, jangan pernah tanya kapan Jogja bisa sepi. Hampir 24 jam Kota Jogja ramai.

Elin meminta untuk jalan-jalan sebentar, menikmati suasana meski polusi udara samar-samar tercium. Kecuali polusi aroma makanan pada setiap tempat masih bisa dimaklumi, kacang rebus menemani obrolan randem.

Pastikan jangan buang sampah sembarang! Sayang jika tempat harus banjir di kala hujan, saling perduli bukan tentang seseorang. Alunan musik pengamen di trotoar menghentikan langkah sejenak, dua lagu bolehkah?

Bolehkah waktu jangan berputar sebentar, ingin menikmati momen lebih lama. Terus merasakan apa yang disampaikan, bebas untuk berekspresi tanpa ditentang, Elin benar-benar bahagia.

Ada kala terus bahagia tanpa dikekang, binar netra terpaku pada setiap lirik lagu. Mereka tampak menikmati enggan untuk berbincang, yakin bahwa nanti akan ada momen untuk temu.

                                   ***

Ketika itu jam istirahat berbunyi, langkah kaki memasuki ruang kelas saat sepi, hanya tersisa Elin sedang menunggu kehadiran seorang. Sedangkan Rendra mendapatkan tugas guru pengajar barusan untuk menghapus papan tulis telah digunakan proses pembelajaran.

Suara langkah kaki berhasil menyita perhatian, “Hai!”

“Hai, Darian. Jadi ke kantin sekarang?”

“Em. Maaf, aku enggak bisa ke kantin sekarang....” jelas Darian tidak melanjutkan ucapan, melainkan jalan menghampiri tempat duduk Elin yang sebelumnya masih berhenti ketika memasuki ambang pintu.

“Kenapa?”

“Barusan aku dapat telepon dari orang rumah, katanya nenekku masuk rumah sakit, jadi aku harus pulang sekolah lebih awal. Kamu enggak pa-pa kan pulang sendiri?”

“Iya. Semoga nenek kamu cepat sembuh, titip salam buat nenek kamu!”

“Iya, aku sampaikan.” Setelah itu Darian keluar dari kelas, terdengar samar-samar langkah kaki berlari menjauh.

Elin mengambil kotak bekal dari dalam tas, “Ren....”

Rendra berjalan menghampiri tempat duduk ketika tahu Elin meletakkan kotak bekal yang selalu dibawa, “Pulang sekolah sama gue saja!”

“Iya” Melihat Rendra telah duduk di sampingnya, “Elo sakit ya?”

“Enggak, gue sehat!”

Dilihat pesan masuk di grup kelas, “Bentar lagi olahraga lompat jauh, katanya disuruh kumpul lebih awal....”

“Yang lain masih ada di kantin, enggak usah buru-buru makannya.....” tegas Rendra sering kali melihat Elin mempercepat makan jika ada pengumuman begitu.

“Iya-iya.”

                                 ***

Terbentang luas angkasa tanpa batas, pantulan sinar jingga juga kuning menghiasi, bersama awan membentuk gumpalan putih bergerak searah. Ketika itu, senja seakan ingin berbagi cerita, bahwa kehadirannya kerap kali dihiraukan.

Padahal ingin sekali memperlihatkan bahwa keindahan semesta kali ini bersifat sementara, bahkan belum tentu terulang lagi dengan lukisan yang sama, jika memang besok senja kan datang pasti berbeda dari sekarang. Namun, senja selalu memberi senyum walau sama sekali belum tentu diperhatikan.

Bagai perasaan yang tengah terjadi kini, kehadirannya memang tidak begitu spesial, hingga menganggap bakal sia-sia. Apa ini yang disebut persahabatan? Kenapa bisa persahabatan ini ada?

Sakit, namun tidak berdarah. Memang, tapi sulit untuk disembuhkan bahkan butuh waktu lama. Ini tentang luka hati yang disimpan rapi dalam waktu lama, kadang luka itu berasal dari rasa cemburu, perhatian mulai pudar. Berharap bahwa suatu saat nanti akan ada keajaiban, tapi tersadar kalau ini dunia nyata, bukan fantasi maupun dunia karya fiksi.

“Rendra....” panggil Elin setelah lama duduk terdiam pada pelataran kafe sekitar Jogjakarta, di mana pemandangan senja dapat terlihat dengan jelas dari ketinggian.

Hanya sorotan netra menatap wajah Elin dengan tenang, “Fotoin gue dong bentar, mumpung senjanya lagi bagus, pakai hp elo!”

Rendra beranjak dari tempat duduk berjalan menuju spot yang diinginkan, “1 2 3”

Beberapa jepretan kamera ponsel terdengar, juga pose menikmati keindahan pemandangan juga senja dari sini. Hampir setiap seminggu sekali selepas pulang sekolah Mereka akan datang ke sini untuk bersantai.

Awalnya ini adalah tempat yang direkomendasikan oleh Rendra ketika ingin menikmati senja, sekaligus tempat untuk anak-anak bolos sekolah, jarak antara sekolah memang cukup jauh. Guna untuk menghindari guru-guru maupun satpol PP setempat.

“Bagus-bagus enggak?”

Menerima pemberian ponsel yang disodorkan ke arahnya, sudah dapat ditebak sandi yang selalu digunakan oleh Rendra, “Foto gue belum elo hapus juga?”

“Belum” diseruput green tea, “Tahu sendiri gue punya hp cuma buat urusan sekolah, sama chat doang!”

“Padahal kamera elo bagus, sayang banget enggak ke pakai”

“Pakai saja”

“Bentar lagi pulang ya, sudah jam segini belum selesai bikin tugas kemarin!”

“Sama.” Pesan singkat muncul di layar ponsel milik Rendra, mengenai kerja di kafe, sudah pasti harus segera datang.

“Bentar lagi kerja?”

“Iya, barusan Ghazi bilang kalau kafe buka lebih awal. Ada anak SMP booking buat acara ulang tahun gitu!” diletakkan ponsel pada meja kayu yang menghadap ke pemandangan, jadi bisa melihat Kota Jogja dari sini, walaupun hanya sebagian.

“Enggak istirahat dulu, habis sekolah malah langsung kerja, pasti capek. Ingat kesehatan elo!” cerewet Elin selalu begitu jika waktu istirahat Rendra sering berkurang karena kegiatannya.

“Enggak enak di rumah, sepi. Elo kan tahu sendiri....”

“Gue tahu itu. Oh iya, vitamin bulan lalu masih ada, kalau habis sekalian beli sebelum pulang ke rumah?”

“Ada kok. Lin.....” Rendra terdiam sejenak, “Beberapa hari ini kepala gue sering pusing, kenapa ya?”

“Kurang istirahat, kurang minum air putih, sering telat makan, kebanyakan begadang. Kurangi ya, enggak baik buat kesehatan!” perhatian Elin tersenyum manis.

Read More.....

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Kamu dan Segala Perhatiannya, Selaras Yang Bertepi. Episode 31, Novel Remaja Romantis "