Selamat Malam, Selaras Yang Bertepi. Episode 32, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi
Elin berjalan keluar kamar menuju koridor yang berhadapan dengan kamar milik Rendra, hanya saja tampak sepi sebab kehadirannya sedang menyelesaikan pekerjaan paruh waktu, sejenak amatan netra menatap lurus pada cahaya kecil berasal dari dalam kamar seberang. Mungkin itu pantulan cahaya dari aquarium ikan pada meja belajar milik Rendra.
Dari ujung panggilan telinga masih senantiasa mendengar segala ucapan yang terlontar dari mulut Darian. Meski hanya sekedar berbicara kurang penting, namun ada rasa nyaman setiap kali berbicara menjelang waktu tidur. Kadang hingga salah satu tertidur pulas, menyisakan video panggilan tersambung hingga pagi.
“Gimana keadaan nenek kamu?”
“Sudah mendingan, kata dokter kecapean mesti sering istirahat....” jelas Darian dari ujung panggilan.
“Syukurlah”
“Elin, maaf besok aku masih belum bisa masuk sekolah, mesti jaga nenek. Kamu enggak masalah kan?”
“Darian, sekarang nenek kamu membutuhkan kamu di sampingnya. Yang penting kamu jaga kesehatan juga, sekarang lagi musim hujan, jangan lupa pakai jaket!” tutur kata Elin perlahan mulai menenangkan, senyuman manis ini tidak dapat dilihatnya.
“Iya, makasih. Kamu juga, cepat tidur.... sudah malam!”
“Selamat malam” ucap Elin menunggu jawaban.
“Selamat malam.” Panggilan berakhir.
Kedua tangan berada di atas pagar besi setinggi pinggang, ponsel hanya digenggam tangan kiri. Lain dengan amatan netra menatap hamparan gelap berwarna hitam sedikit kebiruan, kehadiran bintang bertabur menghiasi, sedangkan rembulan bersinar terang meski setengah tertutup oleh awan.
Angin sepoi-sepoi menerpa anak-anak rambut yang sengaja terikat sembarang, kali ini rumah sedang sepi. Mungkin mereka sudah tidak, ini jauh lebih baik dari pada bertengkar, namun jika diingat bukankah kemarin habis ribut!
Hanya saja rasa sepi kini sedang terjalani, dikala masa bertemu dengan Rendra sudah tidak lagi seperti dulu, jika boleh bilang sekarang sedang rindu. Tetapi teringat kalau ada perasaan yang harus dijaga, Darian.
Dilihat jarum jam pada kamar tidur menuju pukul sebelas malam, namun mengapa netra sulit sekali untuk merasa kantuk. Terdengar suara kendaraan bermotor milik Rendra memasuki teras rumahnya, Elin hanya dapat melihat dari kejauhan.
“Elo belum tidur juga?” panggilan Rendra mendongak melihat wajah Elin sedang mengamati dari balkon kamar.
“Belum”
“Turun, gue barusan beli lalapan, mau enggak mumpung masih hangat?” menunjukkan keresek putih ke arahnya.
“Maulah, gue turun!”
Kini Elin sudah berada di ruang keluarga, menyalakan televisi sambil menunggu Rendra ganti baju, diletakkan ponsel ke meja. Tidak heran jika suasana rumah sunyi, bersih dan terasa sedikit dingin. Sebagai gambaran kalau rumah jarang dipengaruhi.
“Lama banget sih....” omel Elin sudah merasa lapar, apalagi melihat lalapan kesukaannya, “Elo mandi?”
“Enggak. Malas, besok saja pas mau sekolah”
“Kebiasaan malas mandi dari dulu.....”ejek Elin memberikan piring berisi nasi, “Lelenya kecil banget...”
“Tinggal itu doang, kalau enggak mau makan ayam kampung saja, biar lelenya gue yang makan”
“Mmm, enggaklah. Gue sudah lama enggak makan lalapan”
“Darian enggak kasih elo makan?” belum juga selesai berbicara langsung diserobot biar tidak salah paham.
“Ya makanlah, tapi bukan lalapan” pandangan beralih melihat pesan masuk, “Ren. Ada transfer masuk dari orang tua elo!”
“Gue enggak butuh. Buat apa uang sebanyak itu, kalau yang selama ini gue butuhin enggak pernah ada waktu buat gue. Tanya kabar saja enggak pernah, malah kemarin marah-marah gara-gara nilai gue turun!” tambah Rendra tersenyum kecewa.
“Gue masih dianggap anak apa bukan sama mereka, setelah gue tahu ada pengganti gue yang sekarang ada di dekat mereka?”
“Lo punya adik?” pandangan Elin kini lebih fokus pada obrolan kali ini, mengenai cerita keluarga Rendra yang tidak pernah dibicarakan.
“Gue lihat di media sosial ibu, itupun enggak sengaja pas lagi cari akun lamanya. Anak baru yang sangat disayangi, enggak terasa sudah gede!”
“Maksudnya?”
“Adik baru gue, sudah umur dua tahun, tapi gue baru tahu sekarang. Sudahlah, enggak penting juga!....”
“Ren” Elin mengerti perasaan Rendra, kehadirannya memang ada hanya saja sama sekali seperti tidak dianggap, sedikit memberikan semangat lewat senyuman.
“Pantas, setiap gue suruh ke sini selalu banyak alasan, ternyata gue sudah dibuang. Kayaknya gue enggak bisa diharapin lagi sama mereka, makanya mereka udah enggak peduli!”
“He, jangan asal ngomong, mending tanya langsung biar jelas”
“Sudahlah, Lin. Enggak usah dibahas lagi”
“Maaf.” Elin beranjak untuk merapikan bekas makan.
***
Udara rumah sakit terasa mengganggu, apalagi Darian tidak begitu suka bau obat-obatan. Neneknya telah tidur sejak minum obat dari resep dokter, mungkin mencari udara segar merupakan pilihan, walau sudah hampir tengah malam. Langkah kaki terus berjalan melewati bangsal, ada saja lalu lalang keluarga pasien maupun dokter yang bertugas.
Dilihat sebuah taman tampak sepi, hanya beberapa lampu kuning sebagai pencahayaan, juga bangku besi yang memang sudah ada. Suara air mengalir berada di taman tersebut, lumayan ada katak kecil sebagai penghuni selain ikan.
Hawa dingin membuat Darian memutuskan untuk menutup badan, dengan jaket yang sedari tadi ditenteng. Air mineral juga roti tawar guna pengganjal lapar, gara-gara terlalu sibuk mengurus hal lain, hingga lupa untuk mengisi perutnya.
Jarum jam menunjukkan pukul 11. 42 WIB. Angin malam tiba-tiba membawa rasa kantuk, satu kali menguap seraya memejamkan mata sesaat. Kadang sering berpikir mengenai keadaan neneknya, yang sering dirawat di rumah sakit.
Apalagi usia yang sudah renta, rasa takut jika terjadi sesuatu yang buruk, karena dalam satu bulan dua kali masuk rumah lagi. Takut kehilangan orang yang selama ini mengurusnya hingga sekarang, kasih sayang yang diberikan jauh lebih berharga, bahkan tidak ada harapan lagi bertemu orang tua.
“Mbah, cepat sehat! Darian enggak mau sendirian” gumam Darian menahan air mata yang akan menetes.
Panggilan masuk terpampang jelas pada layar ponsel, “Kamu belum tidur?”
“Belum” jawab Elin diujung panggilan, kini berada di atas kasur sambil melihat langit-langit kamar.
“Kenapa, kamu ada masalah sini cerita!”
“Enggak ada. Kamu belum tidur juga?” Elin bertanya kembali, biasanya sebelum tidur memang suka telepon hingga salah satu tertidur.
“Belum, aku sekarang duduk di taman rumah sakit. Enggak tahu mau apa, lagi bosan!”
“Jangan lama-lama, udaranya dingin. Sudah makan? Apa mau aku pesan online biar diantar ke sana?”
“Enggak usah, lagi pula ini juga sudah malam. Aku barusan makan roti beli di kantin rumah sakit!”
“Emang kenyang makan roti?”
“Enggak. Tapi buat sementara makan roti....”
Belum selesai ngomong langsung diserobot, “Aku beliin online ya?”
“Enggak usah, besok pagi aku langsung beli di warung depan rumah sakit. Kata dokter besok siang nenekku juga sudah boleh pulang!” jelas Darian merasa bahagia, berharap ini yang terakhir kalinya ke sini.
“Syukurlah. Kalau sudah pulang kabari ya! Kalau gitu aku mau tidur, sudah jam segini takut kesiangan masuk sekolahnya!”
“Iya, makasih”
“Buat?”
“Perhatian kamu, selamat malam!”
“Selamat malam.” Panggilan diakhiri oleh Elin.
***
Post a Comment for "Selamat Malam, Selaras Yang Bertepi. Episode 32, Novel Remaja Romantis "