Toleransi Antar Jurusan, Selaras Yang Bertepi. Episode 33, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi
Alarm jam sudah dua kali berbunyi, namun Elin masih tidur nyenyak di bawah hangatnya selimut. Bunyi panggilan masuk berhasil bikin terbangun, dilihat panggilan tersebut dari Mama Bella, dengan malas menjawab nada khas bangun tidur.
“Ada apa, Ma?”
“Kamu belum berangkat sekolah?” ucap Mama Bella yang sudah berangkat bekerja sejak tadi.
“Belum, emang kenapa?” Elin masih memejamkan mata ingin kembali tidur lagi.
“Astaga” terdengar menghembuskan nafas, “Ini sudah jam tujuh, kenapa belum berangkat, jangan bilang kamu masih tidur?”
“Haa” teriak Elin meraih jam beker di meja sebelahnya, “Astaga, aku kesiangan. Ma, aku mau mandi dulu, setelah itu berangkat sekolah”
“Iya, mama sudah siapkan bekal dua jangan lupa dibawa ya!”
“Iya ma, makasih.” Elin mengakhiri panggilan, bergegas untuk mandi lebih cepat, untung saja seragam sekolah sudah disetrika semalam.
Sepuluh menit kemudian, Elin sudah menaiki boncengan ojek online menuju sekolah. Biasanya kalau mandi butuh waktu lama, namun kali ini harus buru-buru, sudah dapat ditebak kalau terlambat.
Jalan raya cukup macet, memang bukan alasan anak berangkat sekolah, namun lebih banyak orang-orang berangkat kerja, untung saja abang ojek online memberi saran untuk lewat rute lain. Panggilan masuk juga pesan terus dilayangkan Rendra, menanyakan kenapa belum berangkat sekolah, lalu Elin hanya menjawab dalam perjalanan ke sana.
Akhirnya sampai gerbang sekolah yang terkunci dengan penjaga ada di pos, “Selama pagi pak, boleh masuk?”
“Enggak bisa, sesuai peraturan dari sekolah”
“Ya elah pak.”
Ketika membujuk pak satpam depan, bersama pesan masuk berasal dari Rendra. Mengatakan kalau datang saja ke arah samping, “Kalau gitu saya pulang!”
Elin mengikuti arahan dari Rendra, memang harus berhati-hati agar tidak ketahuan sama guru kesiswaan, jarang antara gerbang depan dan samping sekolah hanya 50 meter. Di sebelah situ ada jalan yang biasanya dipakai lalu lalang siswa terlambat maupun kabur di jam sekolah.
“Ren, ada guru enggak?” bisik Elin sudah masuk di area sekolah, “Gue takut kena hukum, sudah kelas tiga lagi!”
“Enggak ada...”
“Kalian lagi ngomongin siapa?” sahut guru piket yang sedang menyenderkan punggung pada dinding kelas, “Rendra. Katanya tadi mau ke toilet, kenapa di sini, toiletnya pindah?”
“Eh, bapak....” jawab Rendra cengengesan, “Maaf pak!”
“Elin, kenapa terlambat?”
“Maaf pak, kesiangan!” jawaban Elin menunduk sebab tahu kalau dirinya sekarang salah.
“Kamu sudah tahu kan, peraturan jika terlambat lebih dari sepuluh menit dilarang masuk sekolah, tapi kenapa masih berusaha masuk?”
“Tahu pak. Habisnya kalau pulang ke rumah enggak ada kegiatan, jadi minta tolong Rendra jemput di sini....”
“Oh, di rumah enggak ada kegiatan? Kalau begitu kalian berdua bapak hukum menyapu dan mengepel lab IPA....”
“Kita berdua bukan anak IPA, kita anak IPS....” Elin sedikit heran dengan hukuman yang diberikan, biasanya dihukum membersihkan toilet, menyapu halaman atau membantu di perpustakaan.
“Anggap saja toleransi antar jurusan” guru kesiswaan menjawab santai, “Buruan!...”
“Iya pak!” jawab Elin dan Rendra hanya menuruti.
Berhentilah di sebuah ruangan yang terkenal bersih, tetapi saat pintu ruangan dibuka, betapa terkejutnya melihat seiri ruangan kotor dan berantakan. Elin yang selalu beranggapan, kalau ruangan ini selalu rapi dari segala ruangan yang lain, ternyata jauh dari anggapannya.
“Pak, lab IPA habis kerampokan apa gimana, buset berantakan banget?” ucap Rendra yang selalu berbicara seenaknya, “Oh ternyata, mesti di foto ini, biar anak IPS pada tahu!”
Tanpa ragu beberapa jepretan kamera ponsel dilakukan, bahkan Rendra langsung mengirim ke grup kelas, coba bayangkan bagaimana pendapat yang lain. Berbagai macam komentar meramaikan grup di pagi hari, karena grup akan ramai jika ada tugas maupun hal penting. Sebenarnya ini juga penting!
“Sudah selesai upload di grup? Sekarang kalian berdua bersihkan lab, bapak mau keliling sekolah, nanti jam istirahat bapak kembali harus bersih!”
“Iya pak” jawab Elin meletakkan tas di kursi, begitu juga jaket yang tadi dikenakan dari rumah, “Ren, elo sapu sebelah kiri biar lebih cepat”
“Iya” Rendra mengambil sapu yang ada di bagian pojok belakang, “Tumben telat masuk sekolah?”
“Kesiangan. Oh iya, mama tadi buatin bekal dua, habis bersihin makan bareng di kantin ya!”
“Bilangin makasih ke tante Bella!”
“Iya.”
Elin lebih dulu merapikan peralatan lab yang berantakan, ditata kembali pada lemari maupun meja. Sambil melihat beberapa wadah yang sebelumnya tidak diketahui, “Anak IPA ngapain saja sih di sini? Wadah apa lagi ini?”
“Ini malah kayak cobek!....” Rendra menunjukkan barang yang tergeletak di meja, depannya menyapu lantai, “Buat apaan nih?”
“Mana gue tahu....”
“Elo berdua ngapain di sini” suara itu mengalihkan pandangan, tampak Keisha memasuki lab dengan sendal yang sudah disediakan, jika memasuki lab harus melepas sepatu.
“Dihukum, elo sendiri lagi ngapain?” Rendra melanjutkan menyapu bagian tengah, Elin baru saja selesai merapikan barang.
“Ngecek lab, bentar lagi mau di pakai praktek. Ini pasti ulah anak IPA sebelah, kebiasaan banget, habis pakai enggak mau bersih-bersih!” jelas Keisha membantu menghapus papan tulis.
“Keisha, sekalian bantuin Rendra sapu lantai” Elin mencuci wadah kotor pada wastafel belakang.
“Tinggal sebelah ini doang?” berjalan mengambil sapu yang berada di belakang. Bagian meja sudah dibersihkan Elin sejak awal masuk ruangan, agar ketika menyapu tidak mengulangi kembali.
“Iya” Elin membiarkan wadah kering, “Ke. Darian sudah izin kan enggak masuk hari ini?”
“Sudah, tadi pagi di grup kelas. Gimana kabar neneknya?”
“Katanya sudah mulai membaik, nanti siang sudah boleh pulang”
“Anak-anak di kelas ngajak patungan buat jenguk neneknya, paling ke sana besok, soalnya nanti pulang sekolah pada enggak bisa. Bilangin ke Darian ya!”
“Iya. Paling gue nanti malam ke sana sama Rendra.....”
“Ha?” Rendra langsung nyerobot, “Kok gue?...”
“Masa gue berangkat sendiri, temani ya, Rendra!”
“Iya deh, nanti gue izin ke Ghazi dulu...”
“Makasih, Rendra. Elo baik banget sih......”
***
“Kapan latihan futsal lagi?” Ghazi mengambil botol kecap manis di depannya, seraya menambah dua sendok kecil cabai yang telah digiling halus dari wadah mangkuk kecil.
“Gue sih ngikut yang lain, tapi jangan besok, setelah magrib gue ada acara tahlilan di dekat rumah gue” sahut Farrel melihat anggota futsal sedang berkumpul dalam satu meja kantin.
“Cari waktu sengganglah, biar semua bisa ikut latihan, lawan kita sekolah ujung. Tahu sendiri permainan futsal mereka enggak bisa diremehin, ingat harga diri sekolah kita. Elo ingat enggak waktu futsal satu tahun lalu, gara-gara sekolah kita kalah!” Rendra masih dengan segala rasa marah atas perkelahian yang terjadi sehari setelah pertandingan terakhir.
“Gila, gue masih belum terima sama kelakuan mereka, gara-gara itu kita hampir di keluarin dari sekolah” Ghazi tetap menikmati makan sambil ikut obrolan.
“Mereka kalau main selalu curang, kenalan gue di sekolah lain juga bilang gitu, kali ini kita mesti hati-hati jangan sampai meleng!” kata Farrel mengambil gorengan di piring.
Post a Comment for "Toleransi Antar Jurusan, Selaras Yang Bertepi. Episode 33, Novel Remaja Romantis "