Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Masih Tetap Sama, Selaras Yang Bertepi. Episode 39, Novel Remaja Romantis

What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi 



 Ini bukan pertama kalinya pertengkaran terjadi di siang hari, saling berargumen membenarkan pendapat masing-masing. Mengenai masalah sepele yang kini telah pecah bergaduh, untung saja tidak terdengar sampai luar.

“Kenapa enggak datang ke pengadilan?” Mama Bella berdiri di ruang televisi, masih sulit kalau disebut ruang keluarga, “Alasan apa lagi?”

“Kamu tahu kan, aku lagi enggak enak badan” jelas Ayah Ferry yang merebahkan tubuh di sofa sambil melihat tayangan televisi.

Keduanya saling egois, keras kepala dan ingin menang sendiri. Jika terus berlanjut tidak akan bertemu penyelesaian, saling membalas ucapan, meninggi lagi suaranya. Sejak Elin kecil selalu saja ada keributan, mengenai bergantian mengasuh ataupun menyisa waktu untuk keluarga.

Hidup di tengah kedua orang tua, keberadaannya memang ada, tapi perannya sudah lama hilang. Kadang Elin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi, walau sesekali saling berbicara, tapi kehangatan itu telah lama sirna.

Tidak dapat dibayangkan, bagaimana perasaan Rendra yang juga mengalami hal serupa. Bahkan Rendra sudah tidak lagi satu atap bersama orang tuanya, saling berbicara pun jarang, kecuali ada yang penting.

Awalnya Rendra sering menanyakan kabar atau sekedar ingin mendengar suara orang yang berharga dalam hidupnya. Namun, kesibukan orang tua yang sulit dihubungi, hingga timbul rasa enggan untuk berbicara lagi.

Bahkan lewat pesan suara sudah jarang dilakukan, walau begitu Rendra berharap terbaik untuk ke dua orang tuanya. Sikapnya dan emosi yang naik turun sering kali membuat Rendra berpikir buruk dan marah ke mereka.

Elin membuka pintu, hanya helaan nafas terlepas lelah. Mengenai apa yang sekarang ada di depan mata, kembali orang tuanya ribut. Bukankah mereka sudah memutuskan bercerai?

“Elin, tumben kamu pulang cepat?” tegur Mama Bella melihat kedatangan putri semata wayangnya.

“Iya, besok ada bazar, jadi pulangnya lebih cepat!” Elin menyalami tangan ke dua orang tuanya secara bergantian, apapun yang terjadi bukankah berbakti ke mereka diharuskan.

“Kamu sudah makan?”

“Sudah, aku mau masuk ke kamar!” berjalan menuju kamar yang tidak jauh dari ruang televisi, pintu ditutup rapat kembali.

“Cepat sembuh, aku enggak mau namaku terkenal jelek gara-gara kamu suka menunda datang ke pengadilan. Mulai sekarang urus hidup masing-masing, mengenai rumah aku minta bagi dua”

“Rumah ini punya Elin, terserah keputusannya nanti!” jawab Ayah mengambil teh di dekatnya, sebab tenggorokan terasa kering.

Elin yang berada di dalam kamar hanya terdiam, lagi-lagi harus mengalami. Terus mengapa waktu itu pernah bercerita, mengapa Mama Bella memutuskan hidup bersama, lalu dijawab karena cinta. Tetapi yang terjadi setelah melewati beberapa tahun bersama, malah sering ribut, itukah cinta?

Katanya dulu Ayah Ferry perhatian, romantis dan selalu manja. Ucapannya hangat, sering tersenyum seakan takut saling berjauhan. Terus terang pacaran yang mereka jalani kenapa begitu manis, bahkan saling mengalah, lihatlah sekarang apa benar begitu.

“Semua hanya kebohongan. Seperti apa yang aku alami, sebenarnya bersama itu apa sih?” gumam Elin merebahkan tubuh dari posisi duduk pada tempat tidur.

***

Selepas pulang dari rumah sakit, Darian sudah berada di dalam kamar mengenakan kaos putih polos dan celana kain pendek. Merebahkan tubuh dengan segala rasa yang sangat mengganggu, apa jujur pada Elin itu pilihan yang terbaik?

Walau sebenarnya menyesal telah menyakiti, kalau terus-terusan akan semakin tersakiti, hanya kata maaf yang terus terucap dalam hati. Sebab perasaannya pada Keisha tidak lagi bisa dibendung, bahkan semakin dalam cintanya. Tersadar itu tidak akan pernah mendapat balasan cinta yang sama, namun semua terasa sulit.

Teringat setiap kejadian yang pernah dialami ketika dekat dengan Keisha, apalagi bisa satu kelas. Kedekatan Darian hanya sebatas teman, tentang waktu bersama di perpustakaan.

Keisha mengajari bagaimana cara meletakkan stempel di buku, menyuruhnya untuk membantu menyampul buku, sederhana tapi sangat berkesan. Andai dulu lebih awal bilang tentang perasaan ini, mungkin saja bisa menjalin hubungan lebih dari teman, rasa takut ditolak malah menyiksa sampai sekarang.

“Keisha, aku harap kamu cepat putus dari Ghazi, aku selalu cemburu lihat kamu sering berduaan” monolog Darian seraya menguap, “Aku tidur dulu!”

***

Kemeriahan acara bazar sekaligus pertandingan futsal, meramaikan area sekolah, lawan dari sekolah lain juga hadir untuk memenuhi undangan. Pihak sekolah mengharapkan untuk mengenakan seragam sekolah, sebagai jalan pelaksanaan kegiatan hari ini.

Ada makanan tradisional, jajanan kekinian, berbagai macam minuman dijual. Ada juga pernak-pernik, kaos dan mainan lucu.

“Ren, gue ke toilet bentar” jelas Elin baru saja turun dari boncengan.

“Iya” kembali mengendarai sepeda menuju area parkir, jam segitu lingkungan sudah mulai ramai, Rendra bertegur sapa ketika bertemu temanya.

“Kenapa motor elo?” Rendra melihat Farrel mendorong dengan nafas lelah, masih mengenakan helm senada sepeda motor miliknya.

“Mogok di depan, Ghazi sudah datang?” memarkirkan bersebelahan, seraya meletakkan helm pada spion sebelum meninggalkan tempat ini.

“Dari tadi pagi, katanya mau pasang tenda buat jualan kopi”

“Elo sendiri kenapa berangkat agak siang, enggak bantuin Ghazi pasang tenda?”

“Dia bilang bisa pasang sendiri, lagi pula ada yang sudah bantu....”

“Keisha?”

“Siapa lagi. Gue mau ke tenda Ghazi, mau jadi pembeli pertama, elo ikut enggak?” keberadaan tenda hanya berjarak beberapa langkah dari sini.

“Ikutlah, sambil tunggu yang lain datang. Setengah jam lagi pertandingan dimulai, mereka kenapa pada molor gini?”

“Biar gue chat di grup futsal” Rendra mengeluarkan ponsel, menulis beberapa huruf, “Otw katanya. Ghazi, kopi elo sudah ramai ternyata!”

“Paling mereka lagi mandi, kalau enggak lanjut tidur...” Farrel sudah tidak heran dengan kebiasaan orang Indonesia, kata otw bukan berarti segera berangkat, melainkan masih bersantai.

“Yah, lumayanlah. Elo berdua mau kopi apa?”

“Apa saja...” jawab Farrel duduk di kursi yang memang tersedia di depan tenda.

“Elin mana?” Keisha memberikan kembalian uang pada pembeli.

“Ke toilet”

***

Elin yang baru saja keluar dari toilet, tidak sengaja berpapasan dengan Darian, memilih untuk berbalik badan mencari jalan lain. Sulit baginya untuk bisa menerima, karena hati ini terlanjur kecewa. Butuh waktu agar bisa melupa, sebab waktu yang pernah dilalui bersama, masih sering terlintas di benak.

Hampir semalaman menangisi, kenapa harus berakhir begini. Untuk apa dulu mengatakan perasaan, kalau harus berakhir menjadi saling asing. Sebenarnya buat apa perasaan diciptakan, jika hampir semua orang merasa sering terluka?

Entahlah, cukup rumit jikalau ada seseorang yang bisa memaparkan, tentang perasaan cinta, karena cinta memilih banyak pembahasan berbeda. Lewat sisi pandang orang yang tersakiti atau bahkan sedang menaruh hati!

Awalnya datang ke sekolah sebagai penyemangat, sekarang seakan enggan menapaki gerbang depan, masih sukar untuk dilupa kenangan yang pernah terlewati. Bagaimana awal pertemuan, canggung berbicara, menjadi anggota OSIS dan basket.

Apa yang akan terjadi, jika dipertemukan pada satu tempat yang sama, satu kelompok berkumpul. Yang jelas tidak akan pernah seperti sebelumnya, mengapa harus mengambil keputusan lebih dekat, harusnya tidak usah. Supaya asing tidak lagi terulang pada hubungan.

Darian masih tetap berada di posisinya, memandang punggung Elin yang perlahan memudar, hilang tertembus angin. Rasa bersalah masih ada, namun sedikit lega setelah memutuskan untuk jujur, walau sekarang berakhir saling tidak lagi memperdulikan.

***

Read More.....

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Masih Tetap Sama, Selaras Yang Bertepi. Episode 39, Novel Remaja Romantis "