Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Mau Kamu Apa?, Selaras Yang Bertepi. Episode 40, Novel Remaja Romantis

What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi 



“Hai” sapa Elin menghampiri mereka, “Gue bantu apa?”

“Bantuin gue bikin es cappucino” Keisha meletakkan es batu pada setiap gelas sekali pakai.

Elin menuangkan capuccino ke gelas satu persatu hingga penuh, setelah itu memberi tutup perapat dan sedotan. Tiba-tiba mulut enggan untuk berbicara, tidak dapat dibayangkan kalau seseorang yang dicintai Darian, kini berada di sebelahnya.

Keisha memang cantik, mudah akrab dan selalu menjadi pusat perhatian. Elin penasaran, apakah Darian pernah membahas tentang perasaannya? Jika dilihat memang Keisha begitu mencintai Ghazi, entahlah kadang seseorang memutuskan bersama bukan hanya karena cinta, pasti ada saja alasan yang sengaja dirahasiakan.
Jiwa dan raga. Kadang sulit ditebak, jiwanya mencintai seseorang yang tidak bisa dimiliki, tapi ragu memilih bersama seseorang yang dipilih. Sedikit heran, tetapi hampir semua orang pernah mengalaminya, ada yang berakhir menyerah atau malah bahagia.

“Darian...!” panggil Keisha melihat keberadaan Darian tidak jauh dari tenda, melainkan sedang berdiri membeli bakso bakar.

“Bentar” ucap Darian tersenyum tipis.

“Lin, kopi kesukaan Darian apa?"

“Robusta”

“Kalau gitu, elo bikinin, gue mau antar ini ke depan!” Keisha membawa nampan terbuat dari kayu.

“Tap....”

“Elo kan sudah sering bantuin di kafe, jadi tahu kan takarannya” dengan ringan Keisha berbicara itu, seraya melihat Ghazi dan yang lainnya sedang sibuk berbicara.

Hanya menghela nafas, bagaimana bisa! Kenapa Keisha memanggil untuk datang ke sini, apa yang harus dilakukan. Elin mulai membuat kopi robusta, walau dalam benak banyak sekali berpikir, apa Darian meminum kopi bikinannya.

“Tumben sendiri, teman elo mana?” ucap Ghazi menyuruhnya duduk bersebelahan.

“Ada di kelas....” papar Darian mengenai teman satu bangku dengannya, memang terkenal pendiam dan paling malas jika datang ke tempat ramai.

“Kabar-kabarnya tim basket putra bakal tanding dua bulan lagi, emang iya?” Farrel ikut nimbrung, sebab punya teman yang ikut basket.

“Iya, saingannya agak berat. Lawan tim basket dari sekolah unggulan” posisi Darian duduk memang menghadap meja, jadi bisa melihat Elin sedang menyiapkan kopi.

“Yang pernah ke Jakarta itu kan? Gila sih, gue pernah lihat permainan basket mereka”

“Kopi robusta” tangan kanan Elin meletakkan kopi di depan Darian.

“Makasih”

Rendra dan Ghazi melempar kode lewat pandangan mata, seakan keduanya saling bertanya apa yang sedang terjadi. Tidak seperti biasanya Elin bersikap dingin jika berada di luar rumah, Rendra beranggapan kalau mereka sedang bertengkar.

“Ayo, ganti baju sekarang. Bentar lagi tanding dimulai” ajak Ghazi melihat jam tangan, “Yan, temani Elin jualan, elo free kan?”

“I-iya...”

“Makasih” Ghazi kembali berbalik badan, “Barusan Keisha chat gue, katanya ada yang mau diurus bentar, nanti balik lagi!”

Darian hanya mengangguk. Diambil gelas berisi kopi masih penuh, sebelum minum dihirup lebih dulu aromanya, sangat menenangkan. Suasana terasa canggung, ketika harus berduaan dengan Elin, Darian mencoba untuk memanggil.“Lin” panggilan itu membuat Elin melihatnya, “Aku mau ngomong sebentar sama kamu!”

Berjalan menghampiri seraya menarik kursi duduk berhadapan, “Apa?”

“Maaf..”

“Untuk apa?”

“Semuanya, aku minta maaf...”

Elin mengalihkan pandangan sesaat, “Aku kecewa!”

“Maaf” berkali-kali kata maaf Darian ucapkan, meski semua itu akan sia-sia, “Aku minta maaf!”

Elin beranjak pergi, mencari tempat lain untuk meredam emosi. Percuma tetap berada di sini, jika kejadian kemarin terus terngiang. Mulut seakan terbungkam kalau harus membahas ini, sekarang jiwa dan raga terasa lelah.

“Elin ke mana?” Keisha datang menghampiri, diletakkan nampan pada meja sebelum duduk di depan Darian.

“Pergi barusan...”

“Paling lihat futsal” jelas Keisha mendengar suara guru olahraga sedang MC kegiatan selanjutnya.

“Elo enggak lihat?”

“Enggak, aku kurang paham tentang futsal, jadi mending di sini saja. Elo sendiri enggak lihat ke sana?”

“Enggak.” Darian teringat kalau tadi beli bakso bakar, untung saja masih sedikit hangat, “Mau?”

“Enggak usah, aku enggak suka pedas”

“Oh, gitu ya”

“Iya” datang dua cowok untuk beli kopi, “Bentar ya, gue layani dulu!”


***

Bendera logo dua sekolah berada di kedua sisi lapangan futsal, pembagian tempat penonton sudah terisi penuh, antusias terdengar suara riuk menyemangati pemain.
Bersyukur alam mendukung acara, terlihat dari sinar mentari tidak mendung juga tidak terlalu terik. Hamparan luas awan mendominasi, kicauan burung peliharaan sekolah sudah bersuara ikut memeriahkan.
Pertandingan terbagi menjadi 2 babak yang masing-masing durasinya 20 menit. Di antara dua babak ada waktu istirahat selama 15 menit. Selama pertandingan berjalan 20 menit bisa berhenti kalau ada pelanggaran.

Tiba-tiba Rendra mengalami cedera pada bagian lulut, membuat Ghazi yang ada di dekatnya segera menghampiri. Rasanya lumayan sakit hingga Rendra mengerutkan kening, dengan mengatur nafas agar tetap stabil.

“Ren, elo enggak enggak pa-pa?”

“Lutut gue sakit banget....”

Pergantian pemain harus dilakukan dengan cepat mengikuti peraturannya, pemain pengganti boleh mengambil langkah masuk ke lapangan saat pemain yang akan digantikan sudah melewati garis pembatas.

Elin yang melihat hal tersebut segera menghampiri, untung saja ada orang yang sudah ahli mengatasi cedera saat olahraga, siapa lagi kalau bukan guru pengajar dari sekolah ini. Dengan menahan sakit Rendra mencoba untuk mengikuti apa yang diucapkan, jelas-jelas sedikit khawatir mengenai kakinya yang pernah begini sebelumnya.

“Rendra....” ucap Elin mendekat, Rendra yang tahu hanya melihat wajah khawatir yang terpampang jelas di depannya.

“Cuma cedera, enggak usah khawatir”

“Enggak khawatir gimana, muka elo kesakitan gitu!...”

“Rendra, kamu istirahat dulu. Jangan banyak gerak, soalnya sebelumnya kamu sudah pernah cedera...” tutur guru olahraga pergi menuju lapangan futsal kembali.

“Iya, pak.”

“Nah, minum dulu!” kata Elin membuka segel botol air mineral, “Mau gue beliin makan?”

“Enggak usah, nanti saja. Gue mau lihat futsal...”

“Apa? Lutut elo lagi cedera, enggak usah banyak gerak, nurut kenapa?” omel Elin, Rendra hanya diam mendengarnya.

“Iya.”

***

Guru olahraga memberi izin untuk Rendra pulang lebih awal, walaupun tadi menolak karena ingin tahu mengenai informasi futsal. Tetapi tim futsal juga menyarankan hal serupa, berjanji akan memberi tahu setelah pertandingan selesai.

Pintu kamar terbuka, “Gue beli salad buah, mau?”

“Beli di mana?” Rendra menyender pada bantal dipunggungnya, “Coba dikit...”

“Pesan online” Elin memberikan salad buah pada wadah mangkuk plastik ukuran sedang, begitu juga sendok plastiknya.

Rendra mencicipi krim putih sedikit, “Ini apa sih, kok aneh rasanya?”

“Namanya juga salad buah, kalau enggak suka makan salad sayur....” Elin memberinya di tempat wadah yang serupa, hanya saja untuk makan menggunakan garpu kecil.

“Kayak kambing, enggak ada makanan yang bikin kenyang?”

Elin mengambil bubur ayam dari keresek sebelahnya, “Bubur ayam sama usus”

“Ini baru makan, elo mau enggak?” Rendra enggan untuk makan lebih dulu, sebab Elin terus menatap bubur ayam yang dibeli hanya satu.

“Nyicip...” Elin mengunyah secara perlahan, “Enak”

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Mau Kamu Apa?, Selaras Yang Bertepi. Episode 40, Novel Remaja Romantis "