Perpustakaan, Selaras Yang Bertepi. Episode 37, Novel Remaja Romantis
What Really Is Our Relationship, Selaras Yang Bertepi
“Untuk kelas dua belas tidak di wajibkan, jika ada yang ikutan boleh” wali kelas langsung teringat, “Jangan bilang kamu mau ikutan bazar? Terus yang main futsal siapa?”
Ghazi tersenyum cengengesan.
“Biar saya saja pak” sahut Elin yang dari tadi memilih diam, “Apa boleh?”
“Boleh saja. Asal jualan kopi yang buatnya mudah, jangan bawa alat pembuat kopi, ribet!”
“Elo yakin, Lin?” Ghazi langsung mengalihkan pandangannya ke Elin, “Elin?”
“Yakinlah, pokoknya gue besok terima beres, semua sudah ada di sekolah” Elin tersenyum manis. Rendra yang tadinya diam, seketika merasa lega melihat senyuman itu.
“Besok habis selesai futsal kita bantu jualan....” ucap Rendra bernafas lega, berharap dengan kegiatan ini bisa sedikit menghilangkan rasa sedih dihati Elin.
“Pokoknya kalian harus semangat, menang atau kalah!”
“Siap...” jawab Rendra, Ghazi, dan Farrel.
“Oh iya, Elin. Bapak hampir lupa, mengenai rangkuman sejarah peninggalan kerajaan sudah kamu selesaikan?”
“Ahh... saya lupa bawa, tertinggal di rumah, pak!” balas Elin memohon maaf atas kecerobohannya.
“Begini, bapak kasih izin kamu untuk pulang ambil rangkumannya” pandangan beralih, “Rendra, tolong kamu antar Elin pulang”
“Iya pak”
“Untuk yang lain, kalian bersih-bersih area sekolah. Sebaiknya dimulai sekarang supaya cepat selesai, kalau terlalu siang panas! Kalau begitu bapak balik ke ruang dulu, masih ada yang harus diselesaikan!”
***
Para siswa sudah mulai kerja sama, mulai dari ruang kelas, lapangan, taman hingga sekitar gerbang sekolah. Karena kelas dua belas jurusan IPS bersih, maka guru pendamping meminta mereka untuk mencabuti rumput dan membersihkan sekitar lapangan.
Darian datang menghampiri Ghazi yang sedang mencabut rumput liar, “Gha, Elin ke mana?”
Ghazi beranjak dari posisi jongkok, “Pulang, disuruh ngambil rangkuman sejarah!”
“Sama siapa?” walau sebenarnya Darian bisa menebak siapa yang akan mengantar Elin pulang, sedikit marah. Tetapi Darian mencoba untuk tenang.
“Rendra”
“Kalau sudah balik suruh kabari gue...” Darian beranjak pergi menghampiri teman satu kelas yang sedang bersihkan teras ruang guru.
Sejak tadi pagi ponsel Elin sulit dihubungi, padahal Darian ingin memberitahu mengenai alasan mengapa tidak bisa jemput. Ada sedikit rasa takut jika Elin marah padanya, karena pagi tadi harus antre bubur untuk nenek.
“Darian!” Keisha melambangkan tangan, agar Darian segera datang menghampirinya yang sedang membawa buku.
“Apa?...”
“Bisa bantu gue enggak, bawa buku ini ke perpustakaan. Katanya Bu Ifa disuruh balikin...” menunjukkan tumpukan buku tebal jurusan IPA, sekaligus guru pengajar mereka.
“iya” Darian mengangkat tumpukan buku yang ada di kursi depan teras guru, karena keberadaannya barusan menghampiri Ghazi.
“Gimana keadaan nenek elo, sudah mendingan?...” Keisha berjalan sejajar, namun pandangan tetap melihat arah depan.
“B-baik, sudah baikkan. Makasih kemarin sudah jenguk ke rumah sama anak-anak” ucapan terima kasih, sebab teman satu kelasnya datang ke rumah demi melihat keadaan nenek.
“Sama-sama”
Darian memilih diam sambil berjalan menuju perpustakaan, memang sekeliling sedang ramai para siswa bersih-bersih, jadi tidak heran cukup gaduh suasana pagi menjelas siang.
Pintu perpustakaan masih tertutup. Karena ruangan selalu dijaga kebersihan dan ketenangan, siswa yang datang harus melepas sepatu sebelum masih juga mengecilkan suaranya.
“Keisha..” tegur penjaga perpustakaan yang duduk dekat pintu masuk.
“Iya, Bu?”
“Ibu, mau minta tolong sampulkan buku yang baru datang kemarin, sekalian di stempel juga!” menunjuk pada sebuah tumpukan buku paket sebelah rak.
“Iya Bu” Keisha berjalan menuju rak untuk meletakkan buku yang dibawanya, “Darian, gue minta tolong, bantu stempel bukunya biar cepat selesai!”
“Tapi gue enggak pernah...” menata buku pada rak, setelah itu ikut Keisha menghampiri buku yang dimaksud tadi.
“Gue kasih contoh. Jadi stempel buku di bagian depan halaman, tengah sama belakang. Habis itu gue sampul, bisa kan?” Keisha memberi contoh lebih dulu, setelah itu menggeser stempel dekat Darian duduk.
“Kayak gini?”
“Iya, enggak perlu lama-lama tempelnya, biar enggak ketebalan”
“Oh, maaf!”
“Bisa tolong ambilin gunting itu!” menunjuk tempat peralatan sekolah yang ada di dekat tembok, masih satu meja.
Keisha menerima pemberian, “Makasih.”
Ruang perpustakaan terasa harum jeruk lemon, hawa dingin dari AC pada sudut kiri, berdekatan dengan rak buku mata pelajaran sejarah dan bahasa. Hari ini suasana sedang sepi, si kutu buku pasti sedang ikut bersihkan area sekolah, sebab acara besok tinggal menghitung angka.
Ketika buku telah tertumpuk sepuluh, Ghazi datang menghampiri Keisha. Sebelumnya memang sudah dikasih tahu lewat pesan singkat, memang jam istirahat sudah berbunyi.
“Aku lapar, ayo ke kantin, nanti itu disambung nanti!” ajak Ghazi berjalan masuk ruangan, di saat itu penjaga perpustakaan sedang izin sebentar ke ruang guru, untuk memberikan buku bahasa.
Keisha beranjak, “Darian, mau ke kantin bareng enggak!”
Darian melihat Ghazi yang menunggu di dekat tempat pendaftaran dekat pintu, “Enggak usah, masih belum lapar!”
“Kalau gitu, gue ke kantin dulu. Habis ini gue langsung balik, mau titip minum...?”
“Enggak usah”
“Ayo, keburu ramai...” Ghazi keluar lebih dulu, mengenakan sepatu yang dilepas dekat pintu masuk, padahal itu dilarang.
***
Elin mencoba menghubungi Darian, “Kamu di mana?”
“Aku ada di perpustakaan, ke sini saja!”
Suara pintu terbuka, Elin sudah lebih dulu meletakkan sepatu di rak. Jelas kehadirannya mengambil alih pandangan Darian yang sedang stempel bagian belakang buku.
“Enggak ke kantin?” berjalan menghampiri, duduklah di sebuah kursi yang sebelumnya dipakai Keisha.
“Tinggal dikit nanggung. Kenapa kemarin malam sama tadi pagi, aku coba hubungi kamu enggak diangkat, aku chat enggak dibalas. Kamu marah gara-gara aku sibuk urus nenek?”
“Enggak”
“Bahkan kamu enggak hubungi aku sama sekali, sebenarnya kita ini apa?”
“Kamu kok ngomong gitu!” Elin sedikit heran mengapa Darian mempertanyakan hubungan ini, bukankah sejak awal sudah berpacaran.
“Terus aku mesti gimana?...”
“Aku minta maaf, akhir-akhir ini aku lagi ada masalah....”
“Kenapa enggak cerita, kamu enggak percaya sama aku?”
“Bukan gitu, Darian....”
“Terus apa? Kamu lebih milih cerita ke orang lain, Rendra kan?” Darian memotong penjelasannya, dapat ditebak kalau Elin lebih dekat dengan sahabatnya daripada pacarnya sendiri.
“ Maaf, aku enggak bermaksud. Tapi ini soal orang tuaku, aku enggak mungkin cerita ke orang lain...”
“Jadi aku, kamu anggap orang lain?....”
“Darian, tolong ngertiin perasaanku......” Elin tidak bisa lagi menahan air mata, “Maaf!”
“ Jangan nangis, malu kalau ada yang lihat!” diambil tisu di dekatnya, lalu memberikan pada Elin, yang menunduk menahan agar air matanya tidak jatuh lagi.
“Maaf, aku enggak bermaksud bikin kamu sedih. Kalau gitu setelah pulang sekolah kita makan, kamu mau kan?”
“Iya, aku juga minta maaf.”
Penjaga perpustakaan datang, “Ada Elin ternyata! Keisha ke mana?”
“Ke kantin, Bu”
Elin membantu menyampul buku, “Habis ini kamu ke kantin enggak?”
“Aku mau balik ke kelas, ada tugas yang mesti dikumpulin sebelum pulang, biar nanti kita bisa jalan-jalan habis makan!”
“Mau aku bantu?”
“Yakin?”
“Yakin, emang pelajaran apa?”
“Enggak jadi yakin deh”
***


Post a Comment for "Perpustakaan, Selaras Yang Bertepi. Episode 37, Novel Remaja Romantis "