Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

The only child I love, What Really Is Our Relationship? Episode 8, Novel Remaja Romantis

Novel What Really Is Our Relationship?

 

 Rendra menyengir, “Geli gue makan ceker, enggak ke bayang itu kaki kena apa saja pas masih hidup”

“Tapi enak....gurih pedas campur bumbu kuah seblak, coba saja dikit” Elin memberi suapan namun Rendra memilih menjauhkan badannya.

“Makan saja sendiri, geli gue....”

Ruang tengah memang lebih sering digunakan, selain itu Rendra juga bermain game di sini sama Ghazi dan Farrel. Tetapi hari ini tidak, sebab Ghazi sibuk di kafe, kalau Farrel nongkrong di rumah temannya.

Cahaya lampu tepat di atas menyinari keseluruhan, sedangkan lampu kecil pada sudut jarang dinyalakan. Jarak dua meter dari sini terdapat dapur yang jarang digunakan, kadang hanya untuk merebus mie instan kalau sedang punya rencana makan.

Rendra beranjak membawa mangkuk bekas seblak, “Nitip enggak?”

Elin memberikan mangkuk yang hanya menyisakan bekas tulang kecil ceker ayam, “Makasih, Ren”

Pergilah Rendra menuju dapur untuk mencuci mangkuk dan sendok, tidak lupa membuang tulang pada tempat sampah di sebelahnya. Terlebih dahulu menyalakan air untuk membilas, memencet botol tempat sabun cuci piring, setalah itu membilas tanpa meninggalkan noda.

Elin menghampiri untuk mencuci tangan di air kran yang masih menyala, sampai-sampai mengenai kaos bagian depan, “Enggak sengaja Ren”

“Mmm....” membiarkan Elin kembali ke depan. Rendra mencuci kotak bekal tadi siang yang sebelumnya sudah diletakkan di dekat meja dapur.

Cucian selesai dibilas, berjalanlah tiga langkah ke depan kulkas, melihat hanya ada buah melon yang sebelumnya sudah dipotong kotak-kotak. Dikeluarkan dari wadah bening itu, seraya mengambil blender berada di laci meja dapur.

Dimasukkan buah melon secukupnya bercampur es batu, menambah gula pasir sebelum memberi air. Setelah itu menurut blender lalu memencet tombol, hanya beberapa detik melon telah hancur. Rendra mengambil dua gelas berada di sampingnya, menuangkan perlahan-lahan agar tidak tumpah, setelah itu mencuci bekas membuat jus.

Elin melihat dua gelas beling melayang menghampirinya, “Gue dapat enggak nih?”

Rendra memberikan, “Enggak terlalu manis seperti biasanya”

“Makasih, Ren” diseruput jus buah melon yang begitu sedang bercampur rasa pedas selesai makan seblak.

Kembali duduk bersebelahan, suara kendaraan tersebut dari sebrang rumah, “Ayah elo baru pulang, masih mau di sini?”

“Bentar lagi gue pulang, nanggung kurang dua sepuluh menit filmnya habis”

***

Baru saja mama pergi menaiki mobil online, bersamaan dengan Elin yang baru membuka pintu rumah. Tidak saling menegur satu sama lain, seakan itu bukanlah hal aneh, komunikasi antar penghuni rumah hanya untuk waktu tertentu.

Elin berjalan menuju kamar bergegas untuk mandi, meski tahu ada suara obrolan dari arah pintu, di mana ayah sedang berbicara lewat telepon seluler. Perut terasa kencang setelah menghabiskan satu gelas jus melon buatan Rendra, kini menyisakan rasa malas untuk sekedar menyiapkan buku.

Usai mandi Elin memaksakan diri menyiapkan buku jadwal besok tanpa membukanya langsung dimasukkan ke dalam tas, berjalan malas menghampiri tempat tidur dan selimut hangatnya.

Cahaya lampu kuning sengaja dihadapkan ke arah tembok agar tidak terlalu terang, tubuh merebahkan diri seraya bermain ponsel. Mencari lagu dari daftar pilihan aplikasi berwarna merah itu, lagu Soegi Bornean mulai terdengar.

Jadikan hanya aku satu-satunya

Sang garwa pambage, sang pelipur lara

Nyanyikan ‘ku kidung setia

Jadikan hanya aku satu-satunya

Sang garwa pambage, sang pelipur lara

Nyanyikan ‘ku kidung setia

Tanpa sadar senyuman tipis melingkar membentuk bulan sabit, Elin teringat kebersamaan tadi pagi dengan Darian. Alunan musik membawanya pada ingatan itu. Saat ajakan Darian untuk sarapan berdua setelah upacara selesai, Elin merasa sangat senang namun tetap disembunyikan.

Berjalan beriringan menuju kantin yang cukup melewati dua ruangan, “Kamu tadi sudah sarapan?”

“Belum sempat, soalnya gue kesiangan” Elin berusaha lebih tenang meski detak jantung tidak karuan, “Mau makan apa?”

“mmm.... ayam, biar ada nasinya. Kalau bakso kayaknya masih belum datang!” memasuki area kantin, “Elo mau makan apa biar gue yang pesan?”

“Sama in saja” berjalan di belakang Darian, lalu berhenti di meja yang letaknya tidak begitu jauh.

Darian datang duduk di tempat yang sama, “Bentar ya, masih di siapin. Enggak nyangka ini hari terakhir kita jadi petugas upacara perwakilan OSIS lama. Padahal kayak baru kemarin kelas sepuluh, bentar lagi lulus”

“Iya enggak terasa juga kita sudah kelas dua belas” Elin mencoba memutar otak agar obrolan tidak cepat berhenti, “Elo rencana mau kuliah di mana?”

“Kurang tahu juga, gue rencana mau ambil jurusan teknik. Tapi enggak tahu juga, masih bingung...”

“Jurusan teknik seru enggak ya, gue jadi pengen ambil jurusan itu?”

“Kayaknya seru, apalagi kalau kita ambil jurusan yang sama”

“Boleh-boleh” Elin tersenyum menatap wajah Darian yang sedari tadi menatapnya, “Tapi gue belum yakin bisa ambil jurusan itu”

“Kenapa?”

“Takut ortu enggak setuju”

Darian mencoba menenangkan lewat senyuman dukungan, “Pokoknya yang penting sekarang fokus ini dulu, kalau masalah kuliah bisa dipikir-pikir lagi”

“Iya” melihat pesanan datang menghampiri, “Makan dulu”

***

Rendra menatap sebuah foto yang berada di meja dekat tempat tidur, dengan posisi saling berhadapan. Tanpa terasa foto itu telah berusia lima tahun, di mana waktu itu mengambil gambar dengan kamera ponsel saat berada di ruang kelas. Sekarang Elin sudah mulai mengalami banyak perubahan, namun sifatnya tetap sama, hanya saja perhatiannya kini bukan hanya untuk Rendra saja.

Ada Darian yang selalu berusaha mendekati, kadang Rendra merasa lelah melihat kedekatannya mereka, namun memilih untuk diam tanpa bertindak. Pandangan beralih ke sebuah benda berbentuk pipih tergeletak bersebelahan, meraih dengan tangan kirinya.

Jarum jam menunjukkan pukul 22.01 WIB. Rendra mencoba untuk memencet aplikasi gradasi warna dengan logo kamera di bagian tengah. Mengetik beberapa huruf pada layar hingga menampilkan sebuah akun, melihat foto keluarga yang tidak ada sama sekali dirinya di sana.

Tertulis caption 'The only child I love’

Sedih, itu yang menggambarkan suasana hati Rendra hari ini. Ingin marah tapi pada siapa! Kalau laki-laki kecil itu anak satu-satunya, lantas Rendra itu siapa?

Kehadiran bayi kecil itu berhasil mengusir keberadaan Rendra, atau mungkin memang keberadaan Rendra sudah tidak berarti lagi. Namun mengapa tetap memberi uang setiap bulannya, yang sampai sekarang masih tersimpan di ATM.

Rasa sakit hanya bisa dipendam sendiri, menahan air mata agar tetap kuat. Meski sesak di dada tidak bisa diabaikan, Sebenarnya aku ini apa bagi mereka?

Hampir keseluruhan foto kebersamaan keluarga, tampak raut wajah bahagia. Setiap momen diabadikan oleh jepretan kamera lalu diunggah pada media sosial. Rendra juga ingin merasakan hal yang sama, meski hanya satu kali fotonya yang ada di akun itu.

Judul : What Really Is Our Relationship?

Akun Media Sosial @lianasari993

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "The only child I love, What Really Is Our Relationship? Episode 8, Novel Remaja Romantis "