Elin Dan Rendra, Selaras Yang Bertepi Episode 11, Novel Remaja Romantis
Novel What Really Is Our Relationship Terbaru
“Perwakilan
maju untuk menulis nama kelompok masing-masing dengan provinsi yang akan
digambar”
“Lin
maju” tegur Ghazi mendorong kursi milik Elin dari bawah, “Provinsinya terserah
elo”
“Apa?”
melihat ke arah Ghazi dan Farrel.
“Yang
penting isi dulu, biar enggak ribet. Keburu bu Rima ngomel” tambah Farrel
paling sering kena marah, karena kebiasaan di kelas ramai waktu pelaksanaan
beliau.
Elin
berjalan, berganti menulis nama kelompok dan provinsi.
Menyatukan
empat meja membentuk persegi, kertas berukuran 100 cm hampir memenuhi meja. Farrel
mulai membuat sketsa provinsi dari gambar yang di download, memperbesar setiap
detail sebelum menggoreskan pensil, mengikuti setiap lekukan dengan benar.
Ghazi
terus memperhatikan, sesekali ikut berkomentar. Seraya meraut pensil miliknya, untuk
berjaga-jaga jika patah. Elin terus bermain ponsel dengan meletakkan di atas
meja, agar tidak ketahuan ibu Rima, sebab jika diambil malah makin bermasalah.
Ibu Rima akan menyuruh orang tua dari siswa untuk mengambil langsung ke sekolah
bersama perjanjian tertulis.
“Bentar
ya, gue ke toilet dulu!” Elin mengatakan pada Farrel dan Ghazi, seraya beranjak
menyingkirkan kursi ke belakang.
“Ya”
Farrel
menghentikan aktivitas menggambar sketsa, “Bawa makanan sekalian kalau balik
lagi ke kelas!”
“Di
laci gue ada brownis kukus, tadi pagi gue beli pas arah ke sekolah” mengetuk
posisi meja, “Makan saja, tadi gue sudah....”
“Oke-oke”
Farrel menarik meja milik Ghazi sedikit membuat celah, supaya tangannya bisa
menggapai kardus brownis.
***
“Mau
dibantuin?”
Ucapan
itu menghentikan kegiatan Rendra yang sedang menyikat lantai toilet, “Eh, Lin.
Ngapain ke sini, ini toilet cowok?”
“Gue
barusan dari toilet, terus mampir ke sini...” melihat busa sabun lantai di
mana-mana, “Sini”
Aroma
sabun cuci tercium harum, cukup familiar bagi Elin yang sering menggunakan
untuk membersihkan toilet rumah. Pada setiap pintu toilet tergantung aroma
jeruk dekat ventilasi udara, samar-samar beradu mendominasi aroma toilet. Bau
kurang sedap sebelumnya telah beranjak pergi begitu saja, ketika Rendra mulai
membersihkan.
“Eh
enggak usah” Rendra merebut sikat kembali, “Tinggal dikit, mending elo balik ke
kelas, sebelum ketahuan guru!”
Pencahayaan
pada toilet sebelah sini lebih redup, tanda akan segera padam. Rendra hanya
telanjang kaki, meletakkan sepatunya di depan pintu masuk. Hanya saja Elin
memilih untuk tetap mengenakan sepatunya.
“Enggak
bakalan” berjalan ke toilet sebelah yang belum dibersihkan, “Gue bersihin yang
sebelah sini, biar cepat selesai!”
“Mending
masuk saja, ikutan pelajaran!” Rendra sedikit bersuara keras, agar Elin yang
ada di toilet sebelah bisa mendengar.
“Sudah
diam” Elin mulai menyikat lantai setelah diguyur sabun dari wadah gayung
berbentuk hati tersebut.
“Terserah
elo lah...” Rendra tinggal menyikat bagian dinding yang ditempeli keramik
dengan warna senada, membilas beberapa kali hingga tampak bersih.
Rendra
masuk ke dalam toilet lagi, untuk menyikat bagian kloset berwarna biru muda
itu. Hanya saja tampak bercak-bercak sedikit berwarna pudar dan lumayan kotor,
hingga membuatnya harus mengurangi menghirup udara di dalam.
Terlebih
dahulu mengguyur dengan beberapa air untuk menghilangkan bau, setelah itu
menuang sabun khusus kerak yang tetap membandel. Rendra mengganggu sebentar
sebelum akhirnya menyikat kasar, seperti yang sering dilakukan kalau ada di
rumah.
Tiba-tiba
ada siswa dari kelas dua belas jurusan IPA satu kelas dengan Darian, juga teman
Elin satu ekstrakurikuler, “Woh..... Elo ngapain di toilet cowok?”
Elin
yang melihatnya juga ikut kaget, “Enggak lihat, gue lagi bersih-bersih toilet?
Tahan dulu bentar lagi selesai!”
“Elo
ngapain bersih-bersih toilet cowok, bukannya toilet cewek....” tegurnya yang
memang benar, sebab peraturan melarang masuk ke toilet ini.
Rendra
yang mendengar ada suara cowok langsung keluar dari dalam toilet sambil membawa
sikat di tangan kanannya, “Ada apa?”
“Gue
kebelet, mana di toilet ada Elin lagi” pandangan melihat ke arah Elin, “Lin,
elo mending ke luar deh, daripada jadi gosip yang enggak-enggak....”
“Gosip
apaan? Mending elo masuk sana” kata Elin melihat gerak-gerik cowok yang ada di
depannya menahan buat air, “Keburu banjir di sini....”
“Makanya
elo keluar, gue enggak nyaman ada elo di toilet, gue sudah kebelet...” tegasnya
dengan nada mengusir.
Rendra
mengangguk seraya tersenyum, “Makasih sudah bantuin gue, mending elo balik,
biar bu Rima enggak curiga!”
“Ya
sudah gue balik, buruan bersih-bersihnya, cepat masuk kelas!” Elin menyenderkan
sikat di dekat pintu.
Siswa
cowok itu masuk ke toilet setelah Elin pergi meninggalkan mereka, “Gue sudah
enggak tahan!”
“Siram
ya banyak biar enggak bau!....” Rendra melanjutkan menyikat lantai toilet di
tempat Elin barusan.
Kamar
mandi siswa dan siswi hampir sama, hanya saja terletak pada gambar mural
dinding yang lebih besar. Mural bergambar tokoh kartun dengan hiasan pada
sekeliling, bisa dibilang masih baru sekitar satu bulanan, hasil dari
keterampilan seni milik Farrel.
Bahkan
gambar mural pada dinding kamar mandi siswi juga hasil tangan Farrel juga, karena
sering mengikuti lomba di beberapa event sekolah dan luar sekolah. Tidak heran
kalau tugas membuat peta tadi yang lebih banyak mengerjakan dirinya.
***
Hamparan
gelap telah mendominasi langit, sejak hadirnya senja memilih untuk undur diri. Pancaran
sinar rembulan tampak utuh di atas sana, hanya saja bintang tidak kunjung
datang. Tanpa sulit menatap langit dengan warna yang kurang menentu, hitam
kebiruan atau biru tua, jelas tidak bisa menebak secara spesifik.
Dua
kendaraan bermotor melewati perumahan, menegur keberadaan Rendra yang mau menyeberang
jalan. Lalu teguran itu dibalas dengan suara klakson dan senyuman. Sepeda motor
masih mati belum dinyalakan, tetap dinaiki sambil mengayuh dengan kedua
kakinya.
“Lin....Lin...Elin.....”
teriak Rendra di depan rumah Elin tanpa turun dari sepeda motornya, “Buruan!”
Elin
bergegas membuka pintu untuk menghentikan panggilan lantang itu, “Iya-iya. Gue
jalan...”
Dihadapkan
posisi spion sepeda sebelah kiri menghadapnya, lalu Elin mengoles lip cream pada
bibir, seraya menggerakkan bibir dengan cepat agar merata.
Rendra
yang sudah terbiasa melihat hanya bisa menghela nafas sambil menunggu, “Sudah
belum? Dari tadi Ghazi telepon gue disuruh datang cepat”
“Sudah”
merapatkan tutup lip cream seraya meletakkan di dalam tas, bukannya
mengembalikan posisi spion, Elin malah langsung menaiki boncengan.
“Enggak
biasannya kayak gini, padahal cuma kerja kelompok!”
“Ren”
belum usai berbicara Elin sudah senyum-senyum sendiri, “Rendraaaa....”
Rendra
melirik ke arah belakang, seraya menghela nafas oleh sikap Elin teriak di
telinga kirinya, “Aapa?”
“Gimana
ya...Oke....”
“Terserahlah”
Rendra sudah tidak ingin penasaran lagi, pasti ada sesuatu yang membuat Elin
begitu bahagia hari ini.
Elin
tetap tersenyum menahan rona merah di wajahnya, “Jantung gue dari tadi,
jedag-jedug sendiri. Perasaan gue ini sudah enggak bisa ditahan lagi, gue harus
gimana?”
“Mampir
beli telur gulung enggak?” mencoba mengalihkan obrolan.
“Mau”
Rendra
melajukan kendaraan bermotor melewati perumahan. Penerangan kian semakin terang
sejak gelap, cahaya buatan memberi warna sepanjang perjalanan keluar dari
gerbang depan.
Bukan
langsung menjawab, Elin terdiam sesaat mengetik beberapa huruf sebelum akhirnya
memencet tombol kirim. “Sekalian beli molen pisang di sebelahnya”
“Tadi
habis pulang sekolah elo ke mana sama Darian? Gue tungguin elo di parkiran lama
banget....”
Judul : What Really Is Our Relationship?
Akun Media Sosial @lianasari993
Post a Comment for "Elin Dan Rendra, Selaras Yang Bertepi Episode 11, Novel Remaja Romantis "