Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Nada Takut Pelukan Erat, Selaras Yang Bertepi. Episode 22, Novel Remaja Romantis

Novel What Really Is Our Relationship Terbaru



Teriakkan keras terdengar bersama rintihan suara tangis menggelegar kalbu, teramat lelah jikalau pertikaian kerap kali berakibat meledak pada emosi juga situasi. Meringkuklah sejenak tubuh ini pada senderan sofa, terasa sakit atas tamparan fisik juga perkataannya, yang telah menjadi bagian dalam menjalani pernikahan.

Mama Bella melepaskan segala tangis yang sebelumnya terbendung, betapa sakit luka fisik juga jiwa atas perbuatan suaminya, padahal dahulu awal berpacaran begitu sangat lembut baik tutur kata dan sikap. Namun ketika sudah berumah tangga jauh dari kata tersebut, berbagai macam sikap buruk telah ditampakkan secara perlahan, kini tinggal rasa muak dalam menjalin hubungan.

***

Kehadiran fajar memanggil Elin dari balik selimut, sisa bekas lengket pada pipi usai tangisan semalam, hidung terasa berat hanya untuk menarik nafas mereda sedih. Kelopak netra seakan terbebani, saat ingin membuka mata lebar, sedikit menyisa rasa lelah antara sisa tangis maupun ketakutan.

Hanya kesunyian yang dapat tergambar dalam rumah berukuran besar, aktivitas obrolan seperti harus terkunci rapat atau sekedar melihat sesaat, jangan tanya mengenai senyuman sebagai sapaan. Teguran singkat sangat jarang terdengar, walau kini sedang berada di meja makan bertiga.

Olesan selai kacang pada roti tawar tengah dilakukan, Mama Bella memilih untuk tetap terdiam menyiapkan sarapan, membakar sejenak roti pada pandangan. Lalu meletakkan pada piring, jus jambu instan seperti biasa, kini sudah ada pada meja.Bergegas Mama Bella sarapan, duduk berhadapan Elin.

Namun hanya melihat sejenak, sembari menyeruput jus jambu pada gelas di samping piringnya, “Elin, bekal kamu sudah mama siapkan, sekalian punya Rendra. Sekarang mama berangkat kerja dulu!”

“Iya, Ma. Makasih, hati-hati di jalan!”

Selang beberapa menit Terdengar suara panggilan masuk pada ponsel, “Iya, urut dulu. Dua puluh menit lagi sampai!”

Diminum jus jambu terburu-buru, sambil membawa tas berisi laptop, sedangkan tangan kiri memegang ponsel mengarah ke telinga kiri. Beranjaklah pantat dari posisi duduk, sejenak melihat arah anak perempuannya, “Ayah berangkat!”

“Iya, hati-hati!”

Sejenak tenggelam dalam lamunan bersama suasana sunyi, pada benak belum usai menatap kosong piring bekas roti bakar, teringat rasa takut sebab kegaduhan semalam. Tanpa sadar butiran bening menetes, hanya pilu yang kini tengah terasa mendalam, tentang pertikaian antara orang tua.

Rendra memasuki rumah dengan tenang sambil mencari nada tangis terdengar, bisa dipastikan siapakah pemilik suara tersebut, “Elin!”

Panggilan itu sontak membangunkan lamunan, juga beranjak dari tempat duduk. Berlarilah raga teramat sangat ringan menghampiri posisi Rendra yang hanya terdiam, seakan mengerti apa yang sedang terjadi. Dari sorotan netra begitu mudah memastikan penyebab dari tangisan, hanya tatapan iba melihat wajah Elin selalu tampak sendu.

Pelukan erat telah mendarat, “Orang tua elo berantem lagi?”

“Gue capek harus kayak gini terus, takut!”

“Ada gue, gue bakal lindungi elo! Jangan nangis lagi nanti tambah jelek” Rendra melepaskan pelukan sekaligus menghapus butiran bening pada pipi, “Sekarang kita berangkat sekolah, takut telat!”

“Mata gue lebam habis nangis semalam, kelihatan jelas ya?” Elin memperlihatkan bekas menangis dengan sedikit mendongak melihat wajah Rendra yang memperlihatkan senyuman tipis.

“Enggak pa-pa” dilepas jaket dari badannya, “Pakai jaket gue biar enggak dilihatin, setelah sampai di kelas baru dilepas!”

“Yakin?”

“Yakinlah. Nangis semalaman bikin badan elo sedikit hangat, sudah sarapan belum?” diletakkan jaket pada punggung Elin untuk segera dikenakan, lalu punggung tangan kanan beralih menempel pada kening.

“Sudah roti bakar”

“Ya udah, ayo berangkat!” ajak Rendra menggandeng tangan Elin keluar rumah.

***

Datanglah Keisha Pakeeza menghampiri keberadaan kekasihnya sedang duduk bermain ponsel di kantin, “Tumben sendirian, Rendra mana?”

“Di kelas. Kamu sudah pesan apa belum?”

Hanya anggukkan kepala, Keisha merapikan rok bagian belakang sebelum duduk menghadap kekasih alias si Ghazi. Karena alasan kelas Keisha selalu keluar telat jika sudah berhadapan dengan guru mata pelajaran IPA, sudah menjadi kebiasaan Ghazi akan menunggu kehadirannya di kantin, meski hari ini tidak dengan Rendra.

Terlihat pesan masuk mengalihkan pandangan sejenak dari wajah Keisha, ketika dibuka ternyata berasal dari Rendra, diletakkan kembali ponsel pada meja tanpa membalas pesan tersebut. Datanglah makanan yang tadi telah dipesan bersamaan milik Keisha pula, tanpa ada suara makanan dan minuman beralih tempat pada meja.

“Selesai makan mampir ke UKS bentar ya!” pinta Ghazi mengambil botol kecap dekat saus tomat.

“Ngapain, kamu sakit?”

“Elin lagi enggak enak badan, barusan Rendra suruh gue ambilin obat habis makan di kantin, tapi kamu ya yang cari obatnya aku enggak paham bentuknya kayak gimana!”

“Iya, biar aku yang ambil, sekalian beli minum teh hangat!” kata Keisha meniup kuah panas dari sendok sebelum merasakan apakah racikan sendiri sudah pas apa belum, karena Keisha suka kuah rasa pedas manis.

***

Selesai makan bekal Elin meletakkan wadah pada laci meja, tidak lupa minum air putih yang dibawanya dari rumah. Terasa sedikit lebih membaik setelah makan bekal, hanya saja rasa pening pada kepala masih bisa dirasakan, jika terlalu lama menangis akan sakit kepala.

“Mau gue antar ke UKS, istirahat di sana!”

“Enggak usah” Elin menghembuskan nafas panjang, “Gue masih ke pikiran semalam”

“Harusnya kemarin malam hubungi gue!”

“Gue enggak sempat, semalam pikiran gue berasa kacau banget, enggak tahu harus ngapain. Kecuali di dalam kamar sambil nangis, papa pukul mama lagi.... Gue enggak bisa lindungi mama, gue ketakutan waktu tahu papa banting barang!”

“Mama cuma bisa nangis! Pura-pura kuat setiap kali berantem, padahal gue tahu mama juga ketakutan...” tambah Elin membiarkan butiran bening menetes membasahi pipi, memang hanya Rendra yang bisa mengerti ini semua.

“Ren, gue harus apa?”

“Harusnya gue ada di samping elo waktu itu” perkataan Rendra, membuat Elin mulai tenang, tidak menyangka bahwa selama ini Rendra selalu berusaha untuk melindungi dirinya.

“Makasih, elo selalu paham tentang gue!”

“Gue takut pulang. Takut lihat orang tua gue ribut lagi!”

“Ke rumah gue saja, lagi pula gue juga pulangnya malam, mesti kerja di kafe!”

“Enggak ah....”

“Kenapa?”

“Enggak maulah....” ucapan Elin terpotong oleh kehadiran seseorang mengarah ke dalam kelas, sudah dapat dipastikan itu Ghazi dan Keisha.

“Nah, gue beliin makan sama teh hangat” ujar Keisha meletakkan, sedangkan Ghazi membawa teh hangat untuk Elin dan es teh untuk Rendra.

“Ini obat yang gue ambil di UKS” tambah Keisha baru saja mengambil dari saku seragam atas, duduklah keduanya pada kursi berhadapan.

“Makasih ya, sorry ngerepotin kalian berdua!” ucapannya menerima pemberian obat tablet, dibuka obat dari kemasan lalu di minum dengan teh hangat.

“Ya elah kayak sama siapa saja” kata Keisha tersenyum.

Elin menggeser kotak makan ke depan Rendra, “Makan, gue tahu elo pasti masih lapar!”

“Elo sendiri?” kata Rendra dibukakan penutup kotak makan tersebut.

“Gue masih kenyang, buruan makan sebelum bel masuk!”

“Buruan makan, kurang perhatian apa coba!” sindir Ghazi tertawa begitu juga Keisha, “Kayaknya kita di kelas berasa jadi nyamuk, keluar saja kali ya!”

Lirik Keisha tersenyum manis pada Ghazi, seakan setuju ajakan untuk segera pergi dari kelas, “Ayok keluar!”

*** 

Judul : Selaras Yang Bertepi 
Karya : lianasari993
lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Nada Takut Pelukan Erat, Selaras Yang Bertepi. Episode 22, Novel Remaja Romantis "